(Foto: Cilegon, Banten)
Oleh Adi Sudrajat (Penulis di
Tabloid Ruang Rekonstruksi)
Di
tengah masyarakat begitu banyak bentuk kisah yang berkembang, kemudian kisah itu diklasifikasikan dalam cerita rakyat. Cerita
rakyat berkembang lantaran tradisi lisan yang diwarisi oleh umumya masyarakat
Indonesia. Meski sudah jelas kelasifikasinya, bukan berarti menyelesaikan
anggapan sebagian besar masyarakat tradisi mengenai kisah-kisah yang diwarisi
turun temurun itu. Masyarakat tradisi tetap meyakini kisah-kisah itu merupakan
bagian dari sejarah.
Dengan keyakinan tersebut, tantangan berikutnya
adalah bagaimana menemukan kebenaran dari sejarah, lantaran ilmu sejarah juga
memiliki disiplin pendekatan yang ketat dan tidak semena-mena. Apa lagi hanya
berlandaskan oleh pencocokan-pencocokan nama, sebagaimana kerajaan Nabi
Sulaiman yang diyakini dan sedang digadang-gadang berada di Sleman hanya
dilandaskan oleh kesamaan nama dan beberapa kemiripan lainnya.
Cerita rakyat bagaimana pun menjadi khazanah
kekayaan Indonesia, tidak ada yang perlu digugat. Mengenai paham masyarakat
tradisi pun, biarlah demikian adanya. Karena bangsa yang besar harus memiliki
masyarakat tradisi yang mengakarkan tindakannya pada kearifan lokal, tidak
terkecuali Indonesia.
Di bagian barat Indonesia, tepatnya di Banten juga banyak
cerita rakyat, terutama cerita rakyat yang berkaitan dengan nama tempat. Salah
satunya adalah Toyomerto yang berada di antara dua kota, yaitu Cilegon-Serang. Di antara dua kota yang sama-sama mengalami perkembangan pesat, terutama
berkenaan dengan idustrialisasi, cerita rakyat menjadi sangat urgen untuk
disimpan dan diabadikan agar tidak tergerus begitu saja tanpa jejak.
Pada
tahun 1982, Desa Toyomerto mengalami pemekaran lantaran
terbelah jalan raya dan sungai, terbentuklah pemerintahan desa baru, Desa Wanayasa yang terletak di Barat jalan sedangkan Toyomerto sediri berada di sebelah
Timur Jalan.
Pemekaran ini disebabkan penduduk yang padat, faktor geografis yang dibatasi
oleh jalan milik Negara, dan sebagainya.
Dari
segi etimologi, Toyomerto terdiri dari dua kata dari bahasa Jawa. yang memiliki
arti, “Toyo” berarti air dan “Merto”
berarti
merata. Penamaan tersebut didasari oleh sebuah kisah, yang konon
ada sumber air di bawah kaki Gunung Pinang, tepatnya di Kampung Wera yang
mafaatnya dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat di sekitar gunung
tersebut.
Sayangnya, ketika tim redaksi melakukan pencarian
sumber mata air tersebut, tidak mendapatkan hasil. Hal ini dikarenakan sumber mata
air yang dimaksud telah digunakan perusahaan air minum swasta. Meski tidak
dapat menemukan sumber mata air, bagi yang ingin melihat peninggalan lain yang
korelatif dengan asal-usul Desa Toyomerto, dapat dikunjungi sebuah
sumur yang ukurannya melebihi ukuran normal, yaitu berdiameter 2 Meter di Kampung Wera.
Desa yang menjadi bagian Kecamatan Kramatwatu,
Kabupaten Serang, Banten ini terbagi empat wilayah, yaitu Wanasaba, Wera,
Suka Mulya Baru, dan Perumahan Puri Hijau.
Selain itu,
ada beberapa tempat yang dapat dijumpai ketika
melintasi jalan utama Cilegon-Serang itu, di antaranya BMW, Wisata Wulandira,
dan Gunung Pinang.
Hal yang juga berkorelasi dengan keberadaan
Toyomerto adalah mengenai Geger Cilegon. Menurut berbagai sumber, Toyomerto
menjadi tempat pertempuran paling ganas sepanjang Geger Cilegon berlangsung,
setelah penyerangan Kantor Asisten Resident Goebels (sekarang Rumah Dinas Kota
Cilegon). Wacana mengenai pertempuran di Toyomerto juga pernah menjadi bahan
perbincangan hangat di Komunitas Sebelas, yang beranggotakan Dadi Ruswandi (alm), Abah Yadi Ahyadi, Sulaiman
Djaya, Muhammad Al-Faris, dan
lainnya di kediaman Indra Kusumah di Cilegon.
Di sana terjadi pertempuran sengit antara pasukan
Ki Wasid dengan pasukan Belanda kiriman dari Serang. Pertempuran sengit itu,
meski dimenangkan oleh Belanda, memberikan satu ilham kepada generasi
selanjutnya, bahwa tidak ada yang sia-sia dari sebuah perlawanan, bahkan saat
perlawanan harus diakhiri dengan kekalahan. Karena memperjuangkan kemerdekaan
dari segala bentuk ketidakadilan dan penindasan adalah satu-satunya jalan yang
harum untuk ditempuh.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai Geger
Cilegon, telah banyak buku atau situs yang memuat perang paling mengharukan di
Tanah Cilegon itu. Tinggal dicari di internet atau memburu buku-buku di
perpustakaan.
Toyomerto, masa kini tinggal sebuah tempat yang
sering dilintasi oleh orang dari Cilegon menuju Serang atau dari Serang menuju
Cilegon. seperti tidak pernah terjadi apa-apa di sana, lantaran masyarakat
kebanyakan tidak tahu pada sejarahnya sendiri.
Pemandangan yang dapat ditemukan di sana adalah
debu, bongkahan-bongkahan tanah dari truk-truk besar yang berceceran di
sepanjang jalan, serta Gunung Pinang yang tampaknya mulai diincar oleh para
investor. Gunung yang dikeruk dari belakang dan dalam hitungan beberapa tahun
akan lenyap, seperti lenyapnya bukit-bukit sepanjang Jalan Lingkar Selatan.