Kopassus Group 1 bermarkas di
Kota Serang, Banten. Inilah lethal
soldiers alias prajurit mematikan. Gabungan kualifikasi paratroop dan
commando dalam diri seorang prajurit. Itulah konsep dasar seorang prajurit
Kopassus. Ditambah spesialisasi lainnya, ia menjelma sebagai prajurit individu
yang lethal, mematikan. Grup-1
Kopassus di Serang, Banten merupakan Satuan Para Komando yang mempunyai
kemampuan masuk dan meninggalkan daerah lawan dengan kecepatan dan pendadakan
yang tinggi, menggunakan berbagai sarana dan dalam kondisi medan bagaimanapun
sulitnya untuk melumpuhkan serta menghancurkan sasaran yang ditargetkan dengan
taktik dan tehnik bertempur yang dimilki seperti operasi Komando, Raid, Gerilya
lawan Gerilya serta dapat mengambil bagian dalam operasi Lintas Udara,
Mobilitas Udara dan operasi Amphibi.
Aura
satuan tempur Grup-1 ini benar-benar kuat. Ketika COMMANDO barn melewati gapura
Ksatriaan Gatot Subroto di depan markas, langsung dapat merasakan aroma tempur.
Entah dari mana datangnya, desiran itu menyeruak di batin kita dan membuat bulu
roma kita berdiri. Kontak batin itu seperti membimbing kami untuk bertekad
menyibak rahasia di balik kebesaran nama Grup I Komando Pasukan Khusus
(Kopassus) ini. Seperti sama-sama kita tahu, untuk
level TNI, Kopassus memang satuan yang sangat terpandang. Secara terpisah,
sejumlah personel satuan elit TNI lainnva mengakui bahwa Kopassus pantas
menvandang sebutan itu. Baik karena sejarah pembentukannya yang panjang,
puluhan operasi yang dijalankan, keberhasilan yang diraih serta kepercayaan
dari pimpinan TNI terhadap mereka.
Dalam
psikologi militer, pilihan karir menjadi pasukan khusus bukanlah keputusan yang
main-main. Setiap prajurit mesti sadar “sesadar-sadarnya” akan pilihan yang ia
buat. Karena ketegangan yang dialami seorang pasukan khusus sudah terasa langsung
saat keputusan ia ambil. Mengingat porsi penugasan yang ketat itu pula,
semboyan-semboyan “Kalau Anda Ragu Lebih
Baik Kembali”, bukanlah isapan jempol belaka.
Sebagai satuan tempur berkualifikasi
para dan komando (parako), Grup 1 Kopassus merupakan operator utama pertempuran
konvensional maupun non-konvensional. Terutama prinsip-prinsip unconventional
warfare, sudah jadi menu utama prajurit begitu memasuki Pusdik Passus (Pusat
Pendidikan Pasukan Khusus) di Batujajar, Jawa Barat. Nyaris semua materi
pendidikan terfokus kepada pembentukan prajurit individu. Ujung dari pendidikan
tujuh bulan itu adalah empat tugas pokok Parako: raid, perebutan cepat,
penyekatan dan patroli jarak jauh.
Selain sadar dengan bentuk tugas,
setiap prajurit Grup I juga amat mengerti resiko yang bakal dihadapi. Pola
operasi yang tidak lazim, bergerak dalam tim-tim kecil berkekuatan 10 orang
serta lebih banyak mengendap di kegelapan malam, memang bukanlah sebuah operasi
yang mudah. Tak jarang pula kemenangan harus ditebus dengan menyabung nyawa demi
loyalitas terhadap sesama.
Sudahlah
jumlahnya kecil, dari segi persenjataan juga terbatas. Hanya senapan serbu SS1
(satu orang dengan peluncur granat M203 kaliber 40 milimeter) dan dua pilihan
senapan mesin: Ultimax 100 dan Minimi, keduanya kaliber 5,56 milimeter.
“Kopassus beroperasi dalam misi khusus dengan kerahasiaan tinggi, terlalu
banyak senjata malah merepotkan, tidak efektif untuk alam Indonesia yang berhutan,”
jelas seorang prajurit. Pengintaian jarak jauh (long range reconnaissance)
adalah jenis operasi yang berbahaya. Banyak sisi pada operasi macam ini bisa
jadi buah simalakama. Lamanya waktu pengintaian tidak hanya menyita tenaga tapi
juga mental. Kadang resiko bisa jadi sangat tidak terbayangkan. Kita masih
ingat ketika 11 Green Berets menghilang saat melakukan misi pengintaian dan
sabotase di Irak, 11 Maret 1991. Bebalnya para jenderal di Pentagon kala itu,
tidak memasukkan nama-nama mereka dalam daftar MIA (missing in action). Bahkan
mendiskusikan nasib mereka pun, lidah mereka kelu.
Sebagai
sebuah satuan tempur setingkat brigade, Grup I yang dipelopori Mayor Inf. L.B.
Moerdani tentu tidak mau bertindak konyol. Untuk itulah perencanaan, penguasaan
medan, keakuratan data, kesiapan fisik, mental dan amunisi harus diperhitungkan dengan
sangat matang. Dalam kondisi terparah, tak jarang pula mereka mengejar musuh
dengan kesiapan serba terbatas. Di sinilah peran perwira atau bintara senior.
Baik dalam menyiapkan atau memberikan keyakinan kepada anggotanya.
Yang
makin meneguhkan Grup I sebagai brigade pasukan khusus, adalah sarana dan
prasarana markas yang teramat lengkap. Mulai dari sarana perkantoran, latihan,
sosial dan rekreasi, tersedia dan terawat rapi di komplek seluas 234 hektar
itu. Penting dicatat, semua berada di dalam markas bukan di area publik. Walau
masih jauh dari ideal, mengingatkan kepada konsep Fort di AD Amerika Serikat.
Di Indonesia, katanya Grup I jadi percontohan. Di mana fasilitas militer tidak
berbaur dengan kehidupan sipil. Eka Wastu Baladika (Wadah Pertama Bagi Prajurit Pilihan),
kiranya tidaklah berlebihan semboyan itu dipilih oleh Grup I.