Oleh Sekna Nenava
Akhir-akhir ini nama Rachel Corrie
kembali mencuat ke permukaan, setelah beberapa tahun yang lalu, kematiannya seperti
ditelan bumi. Berbaring telentang mengenakan jaket oranye, Corrie yang ketika
itu masih berusia 23 tahun mencoba menghentikan buldozer Israel yang hendak
menghancurkan sebuah rumah warga Palestina. Tapi apa lacur, tentara Israel
ketika itu tak mau berhenti dan dengan santainya melindasCorrie , tubuhnya pun
sudah sulit dikenali. Israel menyebutnya sebagai tindakan bodoh dan pantas
mati, sementara Amerika – tanah tempat kelahirannya – menuduhnya sebagai
teroris. Di bawah ini petikan biografi singkat tentangRachel Corrie.
Sebelum menjadi simbol perlawanan
terhadap pendudukan Israel, Rachel Corrie hanya gadis biasa asal Olympia,
Amerika Serikat.
Mahasiswi Evergreen State College ini
cuti setahun dari kuliahnya, bergabung dengan Gerakan Solidaritas Internasional
(ISM), lalu terbang ke Gaza pada 22 Januari 2003.
Di markas ISM Tepi Barat, Corrie
menjalani pelatihan selama dua hari. Dalam pelatihan tersebut, Corrie
mendapatkan pelajaran tentang cara-cara menghindari cedera ketika berdemo,
menggunakan jaket ngejreng, tidak berlari, tidak ketakutan, berkomunikasi
dengan menggunakan megafon, dan memastikan keberadaannya diketahui Israel saat
melakukan aksi.
Dalam salah satu surat elektronik yang
ditujukan untk keluarganya, Rachel Corrie mengungkapkan, sebenarnya dia masih
ingin berdansa, punya pacar, dan membuat komik. Tapi Corrie tak bisa diam dan
bersenang-senang sementara di belahan dunia lain orang-orang menderita. Dia
merasa bertanggung jawab.
“Jika aku terdengar gila, atau jika
militer Israel tak lagi punya lagi kecenderungan melukai orang kulit putih.
Tolong diingat, aku berada di tengah sebuah genosida, dimana aku secara tak
langsung ikut bertanggung jawab — karena pemerintahku (AS) bertanggung jawab
besar atas apa yang saat ini terjadi,” kata Rachel Corrie dalam email ke
ibunya, 27 Februari 2003, seperti dimuat laman Guardian.
“Aku bermimpi buruk tentang tank-tank
dan buldozer….”
“Di sini aku menjadi saksi dari situasi
yang kronis, genosida tersembunyi, dan aku takut……Tapi, ini harus dihentikan.
Hal yang baik jika kita mau menanggalkan apapun dan mengorbankan jiwa kita
untuk menghentikannya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar