Melalui alur tulisan yang
tak membosankan dan mudah dimengerti, John Perkins membongkar kejahatan
Jaringan internasional atas upaya pemiskinan negara-negara dunia ketiga. Sebut
saja Tibet, Kongo, Libanon, Venezuela, Irak, dan lain-lainnya. Ditambah perusahaan
besar yang kerjanya memeras keringat pegawainya. Isinya sungguh mencengangkan.
Indonesia sendiri dijarah,
kekayaannya dihisap habis, potensinya dilemahkan, posisi tawarnya di hadapan
lembaga international menjadi tak berharga, rakyatnya dimiskinkan, dan hanya
menguntungkan segelintir orang yang menjadi perantara jaringan hitam ini.
“Indonesia akan menjadi
korban pertama saya …”
1971, aku sudah siap
memerkosa dan menjarah Asia. Usiaku duapuluh enam tahun, dan merasa diperdaya
oleh kehidupan. Aku ingin membalas dendam.
Jika direnungkan kembali,
kini aku yakin, kemarahanlah yang membuat aku mendapat pekerjaan itu. NSA (Nasional
Security Agency), Organisasi spionase rahasia bangsa ini telah
mengidentifikasi diriku sebagai seorang yang berpotensi menjadi Bandit Ekonomi.
Chas. T.Main – pimpinan sebuah firma konsultan internasional (MAIN) yang
melakukan pekerjaan korpo-ratokrasi kotor – memperkerjakanku sebagai kandidat
ideal penjarah dunia ketiga. (hal. 3)
“Ketika aku tiba di
Indonesia pada 1971, tujuan kebijakan asing sudah jelas, yaitu menghentikan
komunisme dan mendukung sang presiden. Kami berharap Soeharto melayani
Washington seperti halnya Shah Iran. Kedua orang itu serupa: tamak, angkuh dan
bengis. Selain mendambakan minyaknya, kami ingin menjadikan Indonesia sebagai
contoh bagi negara-negara Asia lainnya, juga dunia Islam, khususnya Timur
Tengah.” (hal. 6)
Perusahaanku, MAIN,
bertugas mengembangkan sistem kelistrikan yang memungkinkan Soeharto dan
kroni-kroninya menggerakan Industrialisasi, menambah kekayaan, dan memastikan
dominasi Amerika dalam jangka panjang. Sedangkan tugasku adalah melakukan
kajian perekonomian yang diperlukan untuk mendapatkan pendanaan Bank Dunia,
Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
(hal.6)
Mendulang Emas dari
Tsunami
Kebanyakan warga AS tidak
tahu bahwa bencana nasional bisa disamakan dengan perang. Bencana sangat
menguntungkan pebisnis besar. Banyak uang untuk pembangunan kembali pasca
bencana mengalir ke firma pembangunan AS dan korporasi multinasional. Berbagai
program “pemulihan pasca bencana” justru memberi satu kendaraan lagi untuk
menyalurkan uang kepada para pembangun imperium. (hal.50)
Duapuluh enam Desember
2004 adalah hari yang kelam. Bukan hanya bagi korban langsung tsunami yang
mengerikan, tetapi juga bagi kita semua yang percaya pada kasih sayang,
kemuliaan dan amal baik kepada sesama penghuni bumi. (hal.51)
Pemerintah Bush tidak
menyia-nyiakan waktu. Sebulan setelah Tsunami, tepatnya Januari 2005,
Washington membalik kebijakan Clinton 1999 yang memutuskan hubungan dengan
militer Indonesia yang refresif. Gedung Putih mengirimkan peralatan militer
senilai 1 juta dolar ke Jakarta. Pada 7 Februari 2005, The New York Times
melaporkan ” Washington menyabet kesempatan yang muncul pasca-Tsunami …
Menlu Condoleeze Rice mengambil langkah dengan memperkuat pelatihan Amerika
terhadap pejabat Indonesia secara signifikan…. (hal. 53)
Sebuah contoh meyakinkan
yang menunjukan betapa korporatokrasi mengeksploitasi bencana alam bisa dilihat
di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. Selama tiga dasa warsa warga setempat
melakukan perlawanan untuk mencegah masuknya perusahaan kayu dan minyak ke
salah satu kawasan terkaya di dunia ini. Namun setelah GAM ditumpas, kawasan
ini terbuka untuk dieksploitasi kembali. (hal.54)
Hubungan antara elit
pemerintah Indonesia, pemerintah AS, dan korporasi Internasional,
mengindikasikan metode yang digunakan korporatokrasi di seluruh dunia selama
era pasca perang dunia II. Sebagian besar pembangunan imperium dilaksanakan
secara sembunyi-sembunyi.
Publisher Week, menilai narasi Perkins yang kembali dituliskan ini mencengangkan sekaligus meresahkan. la menulis mengenai sepak terjang pemerintah Amerika dalam mendukung bisnis di negaranya, namun memicu kekisruhan di seantero dunia. Perkins adalah penulis asal Amerika Serikat (AS) yang mengungkapkan korporatokrasi yaitu Jaringan yang bertujuan memetik laba melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.
John Perkins adalah penulis asal Amerika Serikat
yang mengungkapkan kejahatan korporatokrasi yaitu jaringan yang bertujuan
memetik laba melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme dari
Negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.
Cara kerja mereka mirip
mafia karena menggunakan semua cara, termasuk pembunuhan untuk mencapai tujuan.
Ia mengungkapkan bandit-bandit ekonomilah yang melenyapkan Presiden Panama Omar
Torrijos dan Presiden Ekuador Jaime Roldos. “Kita melakukan pekerjaan kotor.
Tak ada yang tahu apa yang kamu lakukan, termasuk istri kamu. Kamu ikut atau
tidak?, kalau mau dilarang keluar sampai mati,” kata bos Perkins yang suatu
hari raib ibarat hantu.
Ikon korporatokrasi yang
nyata Wapres Amerika Serikat Dick Cheney. Ia mantan CEO Halliburton—kontraktor
terbesar di dunia—dan sampai kini menjadi penasihat bisnis MNC itu.
Cheney penganjur serbuan
ke Irak yang dipalsukan lewat senjata pemusnah massal. Kini Halliburton bersama
MNC lainnya menikmati keuntungan dari ladang minyak Irak.
Menurut Empire, penyingkiran pemimpin dibenarkan
korporatokrasi, termasuk pembunuhan Perdana Menteri Iran Mohammad Mosaddeq
(1951- 1953) yang menasionalisasi industri pertambangan.
Tugas pertama Perkins
membuat laporan-laporan fiktif untuk IMF dan World Bank agar mengucurkan utang
luar negeri kepada Negara-negara Dunia Ketiga.
Tugas kedua Perkins adalah
membangkrutkan negeri penerima utang. Setelah tersandera utang yang menggunung,
Negara pengutang dijadikan kuda yang dikendalikan kusir. Negara pengutang
ditekan agar, misalnya, mendukung Pemerintah AS dalam voting di Dewan Keamanan
PBB. Bisa juga Negara pengutang dipaksa menyewakan lokasi untuk pangkalan
militer AS. Sering terjadi korporatokrasi memaksa negeri pengutang menjual
ladang-ladang minyak mereka kepada MNC (multinational corporation) milik
Negara-negara barat.
Bos Perkins, Charlie
Illingworth mengingatkan Perkins bahwa Presiden AS Richard M Nixon menginginkan
kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Di mata Nixon, Indonesia
ibarat Real Estate terbesar di Dunia yang tidak boleh jatuh ke tangan Uni
Soviet dan China.
Eksistensi Korporatokrasi
disambut hangat oleh para pejabat orde baru. Korporatokrasi membuka peluang
emas untuk KKN. Konspirasi antara Korporatokrasi dengan Kleptokrasi orde baru
dijalin melalui prinsip “tahu sama tahu” dalam rangka “pembangkrutan Indonesia”
(bukan Pembangunan Indonesia). Konspirasi inilah yang mengawali lingkaran setan utang yang di eluk-elukkan ideology
pembangunan orde baru.
Pembangunan berbagai
proyek infrastruktur ini bertujuan merebut laba maksimal bagi
perusahaan-perusahaan AS. Tujuan lain memperkaya elite orde baru dan
keluarganya agar mereka tetap loyal kepada Korporatokrasi. Utang yang semakin
menggunung akan menguntungkan persekongkolan ini. Dan Perkins pun dinyatakan
lulus sebagai bandit ekonomi andal berkat kariernya yang sukses di Indonesia.
Korporatokrasi berarti suatu sistem pemerintahan yang dikendalikan/
dikuasai/ dijalankan oleh beberapa korporat. Para korporat ini biasanya para
pengusaha kaya raya / konglomerat yang memiliki dana lebih dari cukup untuk
mengendalikan kebijakan2 politik ekonomi sosial budaya, dll dalam suatu negara.
Secara praktis biasanya
para konglomerat ini merupakan donatur/ penyumbang utama yang “menghidupi” para
politikus, pejabat2 militer, dan kepala2 instansi negara. Potensi negatif yang
bisa muncul dari korporatokrasi adalah kebijakan2 /peraturan yang diundangkan
oleh pemerintah hanya menguntungkan bagi bisnis para konglomerat saja, sehingga
makin menindas golongan ekonomi lemah.
Pokok kekuatan
korporatokrasi adalah korporasi. Di depan bangsa-bangsa dunia, korporatokrasi
mempertontonkan upaya mempromosikan demokrasi dan transparansi diantara
bangsa-bangsa dunia. Namun korporasi-korporasinya tak lain adalah pemerintahan
diktator yang imperialistik. Korporatokrasi bertujuan untuk membangun sebuah
Imperium tak tertandingi.
Imperium: Negara-bangsa yang mendominasi negara-bangsa lainnya
dan menunjukan satu atau lebih ciri-ciri berikut ini :
[1] Mengekspoitasi sumber
daya dari negara yang didominasi
[2] Menguras sumber daya
dalam jumlah yang tak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain
[3] Memiliki angkatan
militer yang besar untuk menegakan kebijaksannya ketika upaya halus gagal
[4] Menyebarkan bahasa,
sastra, seni dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di
bawah pengaruhnya
[5] Menarik pajak bukan
hanya dari warga sendiri, tapi juga dari orang-orang di negara lain
[6] Mendorong penggunaan
mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar