Suatu hari, Bahlul mendatangi masjid. Tiba-tiba dia
mendengar seorang laki-laki menyombongkan dirinya di hadapan jamaah dalam
masjid. Orang itu mengatakan bahwa dia adalah seorang alim yang menguasai
berbagai cabang ilmu. "Sesungguhnya Ja'far bin Muhammad (maksudnya Imam Ja’far
ash-Shadiq as) berbicara dalam beberapa masalah yang tidak menarik bagiku.
Di antaranya, dia (Imam Ja'far) berkata, 'Sesungguhnya
Allah maujud (ada), tetapi Dia tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di
akhirat.' Bagaimana mungkin sesuatu yang ada tidak dapat dilihat? Sungguh,
ini betul-betul suatu hal yang bertentangan.
Dia berkata, 'Sesungguhnya Setan disiksa di dalam api
neraka, padahal, kata orang itu, Setan diciptakan dari api.’ Bagaimana mungkin
sesuatu disiksa dengan apa yang ia diciptakan darinya? Dia juga berkata,
'Sesungguhnya perbuatan-perbuatan seorang hamba dinisbahkan kepada dirinya
sendiri,' padahal ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan secara jelas bahwa Allah-lah
pencipta segala sesuatu (termasuk perbuatan).
Ketika Bahlul mendengar perkataan orang itu, dia
segera mengambil tongkatnya dan memukulkan kepalanya hingga terluka. Darah pun
mengalir ke wajah dan jenggotnya. Segera orang itu menghadap Harun ar-Rasyid
dan mengadukan perbuatan Bahlul.
Ketika Bahlul dihadirkan ke hadapan Harun al Rasyid
dan ditanyai mengapa dia memukul orang itu, dia berkata kepada Harun al Rasyid:
"Sesungguhnya orang ini menyalahkan Ja'far bin Muhammad as Shadiq as dalam
tiga masalah. PERTAMA: Dia mengatakan bahwa segala perbuatan seorang hamba
sesungguhnya Allah-lah pelakunya. Luka yang dialami orang ini semata-mata
perbuatan Allah. Lalu, apa salahku?
KEDUA: Dia mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada
pasti dapat dilihat. Jika rasa sakit ada pada kepalanya, kenapa ia tidak
terlihat? KETIGA: Sesungguhnya dia diciptakan dari tanah dan tongkat ini juga
berasal dari tanah. Sedangkan dia mengatakan bahwa suatu jenis tidak akan
disiksa dengan jenis yang sama. Jika memang demikian halnya, lalu mengapa dia
merasakan sakit dari pukulan tongkat?
Harun ar-Rasyid merasa kagum dengan perkataan
Bahlul. Dilepaskannya Bahlul dari hukuman karena memukul orang itu. Sumber:
Sayyid Muhammad Asy-Syirazi, 99 Kisah Hikmah Pilihan,
Bandung: Pustaka Hidayah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar