Diriwayatkan
ketika Imam Ali bin Abi Thalib berada dalam perjalanan menuju Perang Shiffin,
yaitu ketika pasukan yang bersamanya saat itu benar-benar kelelahan, dan lalu
singgah di sebuah biara kuno. Salah seorang prajurit berkata kepada Imam Ali,
"Ya Amirul Mukminin, kami berada
dalam kehausan, apa yang harus kami lakukan?"
Imam Ali berkata, "Mintalah air yang suci pada biarawan di sini". Ketika diminta, biarawan itu berkata bahwa tidak ada air lagi sampai beberapa hari kedepan, karena biara ini selalu mendapat kiriman air dari daerah lain pada saat tertentu.
Imam Ali berkata, "Mintalah air yang suci pada biarawan di sini". Ketika diminta, biarawan itu berkata bahwa tidak ada air lagi sampai beberapa hari kedepan, karena biara ini selalu mendapat kiriman air dari daerah lain pada saat tertentu.
Imam
Ali yang mendengar hal itu berkata, "Tunggu
sebentar", ia lantas berjalan mengelilingi biara itu sambil tangannya
merabah udara di atas tanah, seketika ia berhenti dan memerintahkan orang untuk
menggalinya sedalam 8 cubit (1 cubit = 18 inchi), ketika digali terdapat batu
yang sangat besar dan tidak dapat dihancurkan, maka Imam Ali mendekati batu itu
dan mengangkatnya sendirian.
Para prajurit terperangah melihat kemampuan beliau itu. Setelah batu itu diangkat ternyata di bawahnya terdapat mata air yang berada dalam sumur yang sangat jernih airnya, maka Imam Ali bin Abi Thalib pun mundur dan mempersilahkan pasukannya minum terlebih dahulu, dan beliau kembali ke atas kudanya.
Biarawan yang melihat kejadian itu langsung berlari menghampiri rombongan pasukan Imam Ali dan bertanya, "Apakah ada Nabi atau Washi (wali) dari Nabi yang memimpin kalian?" Maka mereka (pasukan Imam Ali) menjawab, "Pemimpin kami adalah Washinya Nabi Muhammad, ia sedang duduk di atas kudanya". Biarawan itu bertanya, "Siapa namanya?" Mereka (pasukan Imam Ali) menjawab, "Ali, Ali bin Abi Thalib". Lalu biarawan itu berkata "Ali? Ilya, Ilya dalam Bahasa Qibtiya". Dia langsung berlari menghampiri Imam Ali dan berkata, "Wahai tuan, apakah Anda Nabi atau washinya Nabi?" Lalu Imam Ali menjawab, "Aku adalah Washinya Nabi".
Imam Ali pun turun dari kudanya dan bertanya, "Ada apa?" Biarawan itu memberikan sebuah prasasti dan berkata, "Telah diceritakan oleh salah satu keturunan dari murid Yesus, Simon. Dia menuliskan di dalam prasasti ini bahwa tidak akan ada yang mampu menemukan mata air dan sumur ini melainkan seorang Nabi atau Washi". Biarawan itu kemudian bersaksi dan berkata, “Aku bersaksi tidak Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah!”
Mendengar itu Imam Ali pun tersenyum dan mengambil batu prasasti itu seraya melakukan sujud di atasnya. Kemudian biarawan itu bertanya, "Hendak kemana Anda wahai tuanku?", Imam Ali berkata, "Kami akan menuju peperangan melawan Muawiyyah".
Biarawan itu berkata, "Umayyah.....sungguh tuanku, ijinkan-lah aku ikut bersama Anda". Imam Ali terdiam beberapa saat dan tersenyum, lalu berkata kepada biarawan itu, "Wahai saudaraku, maukah engkau kuberikan satu kabar gembira setelah berita ke-Islamanmu ini?" Biarawan itu menjawab, "Tentu tuanku!" Imam Ali berkata, "Engkau adalah orang pertama yang akan syahid di perang ini, dan akulah orang yang akan mendirikan shalat di atas jenazahmu yang suci". Mendengar hal itu, sang biarawan pun tersenyum dan berkata, "Sungguh sebuah nikmat yang luar biasa".
Para prajurit terperangah melihat kemampuan beliau itu. Setelah batu itu diangkat ternyata di bawahnya terdapat mata air yang berada dalam sumur yang sangat jernih airnya, maka Imam Ali bin Abi Thalib pun mundur dan mempersilahkan pasukannya minum terlebih dahulu, dan beliau kembali ke atas kudanya.
Biarawan yang melihat kejadian itu langsung berlari menghampiri rombongan pasukan Imam Ali dan bertanya, "Apakah ada Nabi atau Washi (wali) dari Nabi yang memimpin kalian?" Maka mereka (pasukan Imam Ali) menjawab, "Pemimpin kami adalah Washinya Nabi Muhammad, ia sedang duduk di atas kudanya". Biarawan itu bertanya, "Siapa namanya?" Mereka (pasukan Imam Ali) menjawab, "Ali, Ali bin Abi Thalib". Lalu biarawan itu berkata "Ali? Ilya, Ilya dalam Bahasa Qibtiya". Dia langsung berlari menghampiri Imam Ali dan berkata, "Wahai tuan, apakah Anda Nabi atau washinya Nabi?" Lalu Imam Ali menjawab, "Aku adalah Washinya Nabi".
Imam Ali pun turun dari kudanya dan bertanya, "Ada apa?" Biarawan itu memberikan sebuah prasasti dan berkata, "Telah diceritakan oleh salah satu keturunan dari murid Yesus, Simon. Dia menuliskan di dalam prasasti ini bahwa tidak akan ada yang mampu menemukan mata air dan sumur ini melainkan seorang Nabi atau Washi". Biarawan itu kemudian bersaksi dan berkata, “Aku bersaksi tidak Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah!”
Mendengar itu Imam Ali pun tersenyum dan mengambil batu prasasti itu seraya melakukan sujud di atasnya. Kemudian biarawan itu bertanya, "Hendak kemana Anda wahai tuanku?", Imam Ali berkata, "Kami akan menuju peperangan melawan Muawiyyah".
Biarawan itu berkata, "Umayyah.....sungguh tuanku, ijinkan-lah aku ikut bersama Anda". Imam Ali terdiam beberapa saat dan tersenyum, lalu berkata kepada biarawan itu, "Wahai saudaraku, maukah engkau kuberikan satu kabar gembira setelah berita ke-Islamanmu ini?" Biarawan itu menjawab, "Tentu tuanku!" Imam Ali berkata, "Engkau adalah orang pertama yang akan syahid di perang ini, dan akulah orang yang akan mendirikan shalat di atas jenazahmu yang suci". Mendengar hal itu, sang biarawan pun tersenyum dan berkata, "Sungguh sebuah nikmat yang luar biasa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar