Oleh Sulaiman Djaya
(Pemerhati Budaya)
Dengan suasana yang meriah dan hikmat,
acara puncak ritual tahunan Seba Baduy di Pendopo Kegubernuran Banten di Kota
Serang 28 April 2012 silam berjalan dengan lancar dan memuaskan. Acara puncak
yang dihadiri ribuan masyarakat Kanekes, pejabat resmi dan para tamu undangan, yang
didalamnya termasuk para seniman dan budayawan, itu sudah merupakan acara rutin
tahunan Provinsi Banten, yang dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Banten sebagai pihak atau panitia penyelenggara. Tampak segala sisi
dan sudut dipenuhi para pengunjung dan para wartawan dari ragam media yang
ingin meliput dan mendokumentasikan ritual tahunan kebanggaan Banten tersebut.
Sekedar sedikit gambaran sekarang ini,
masyarakat Kanekes/Baduy yang masih melestarikan adat istiadat leluhur mereka
boleh dibilang tak lagi sama dengan masyarakat Kanekes ratusan tahun silam yang
merupakan masyarakat terasing, terpencil, atau masyarakat yang terisolasi dari
perkembangan dunia luar jauh di belantara pedalaman Lebak sana. Saat ini,
berkat kemajuan tekhnologi dan informasi, juga berkat kemajuan infrastruktur,
masyarakat Kanekes dapat keluar dari lingkungan mereka kapan pun mereka mau
dengan bebas, bahkan mereka pun telah mempergunakan mata uang rupiah dalam
transaksi, tak lagi dengan cara barter seperti di masa lampau.
Begitu pun secara sosial, Urang Kanekes
atau masyarakat Baduy adalah masyarakat yang memiliki kearifan secara politik.
Mereka tidak melakukan penolakan terhadap penguasa yang “memerintah” di wilayah
di mana mereka merupakan bagian dari wilayah tersebut. Contohnya: sebagai tanda
kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes/Baduy pun secara rutin
melaksanakan seba ke Kesultanan Banten, yang tentu saja saat ini ke pendopo
Kegurbenuran Banten. Hingga saat ini, ritual seba tersebut terus mereka
jalankan dengan setia sebagai tradisi yang terus mereka lestarikan dan terus
mereka jaga, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada
Gubernur Banten, yang umum dikenal dengan istilah Seba Baduy ini oleh
masyarakat non-Kanekes di Banten.
Secara sederhana, ritual Seba Baduy ini
dapat diartikan sebagai pemberian ”upeti” atau ”hadiah” kepada penguasa, yang
tak hanya mempersembahkan hasil bumi beserta perlengkapan lainnya, seperti padi
yang masih lengkap dengan tangkainya (ranggeong), gula aren, buah pisang dan
buah lainnya, tapi juga diartikan sebagai rasa ucapan terima kasih atas
keamanan dan perlindungan yang diberikan penguasa kepada masyarakat Baduy atau
kepada Urang Kanekes, serta sebuah pengakuan bahwa masyarakat Baduy merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan masyarakat Banten pada umumnya.
Dan saat ini, masyarakat Baduy atau
Urang Kanekes memiliki struktur pemangku adat yang rapi. Dimulai dengan Puun
yang terdiri dari 3 orang, Girang Seurat 1 orang, Jaro Tangtu yang bertugas di
masing-masing kampung yang berada dalam wilayah Baduy, Jaro Pamarentah, Baresan
Salapan dan Tujuh, Jaro Tangkesan, Jaro Tanggungan, Jaro Tujuh dan Kokolotan.
Dengan ritual rutin Seba Baduy itu, perlindungan,
pengembangan dan pemanfaatan dari nilai tradisi yang ada dan tersebar luas di
masyarakat Banten tentunya perlu terus diapresiasi sebagai khasanah budaya oleh
berbagai pihak, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri secara
berkesinambungan. Upaya-upaya yang dilaksanakan tersebut diharapkan dapat
memberikan dampak yang positif dalam upaya melestarikan warisan budaya leluhur.
Dan acara atau ritual Seba Baduy ini merupakan salah-satu upaya pelestarian dan
pemeliharaan khazanah budaya dan kearifan masyarakat Banten tersebut.
Setidak-tidaknya, upaya pemeliharaan dan
pelestarian khazanah budaya dan kearifan masyarakat tersebut memiliki dasar
hukum yang sah, yaitu: Undang –undang Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya;
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pelestarian dan
Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat; Peraturan Daerah
Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan
Tata Kerja (SOTK) Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten.
Demikianlah, penyelenggaraan Seba Baduy
tahun 2012 merupakan upaya Pemerintah Provinsi Banten, yang pada kadar ini
salah-satunya dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Banten,
dalam pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan nilai tradisi yang berkembang dan
hidup sebagai living culture di masyarakat Banten umumnya, dan khususnya
khazanah budaya masyarakat Baduy atau kearifan Urang Kanekes yang merupakan
masyarakat tua yang masih terus ada dan hidup di Tanah Banten, tanah warisan
Pajajaran dan Kesultanan Banten yang masyhur. Mari kita lestarikan dan kita
kembangkan kekayaan khazanah dan kearifan Banten demi melahirkan sebuah
masyarakat yang kreatif, mandiri, dan inovatif secara budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar