Paska
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, beberapa orang berambisi menjadi
khalifah. Thalhah dan Zubair adalah dua orang diantaranya. Mereka pergi ke
Makkah untuk mendesak Aisyah, putri Abu Bakar, untuk mengadakan pemberontakan
guna melawan Imam Ali. Marwan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Ia mulai
menggunakan uang kaum Muslim yang ia curi, untuk membentuk pasukan besar. Ia
mengumumkan bahwa ia akan membalas dendam pada para pembunuh Utsman bin Affan.
Pasukan itu menuju Basrah. Mereka tumbangkan gubernur di daerah itu dan
mengusirnya. Mereka pun merampok Baitul Mal (perbendaharaan harta kaum Muslim).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah menghadapi pemberontak
dengan gigih. Beliau menuju Basrah untuk meminta rakyat di sana berjuang
melawan pemberontak itu. Beliau juga mengutus Al Hasan dan Ammar bin Yasir ke
Kufah, meminta rakyat di sana untuk bergabung melawan pemberontak. Namun
gubernur Kufah, Abu Musa al Asy'ari, justru mencegah rakyat untuk berjuang dan
juga memerintahkan rakyat untuk tidak mematuhi Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib.
Hari-hari
berlalu, tetapi Al Hasan dan Ammar bin Yasir belum kembali. Sehingga, Imam Ali
kemudian mengirim Malik Asytar untuk menyusul mereka berdua. Malik Asythar
adalah seorang pemberani dan bersemangat tinggi. Ia menyadari bahwa orang-orang
Kufah akan selalu mendukung Imam Ali melawan musuh-musuh beliau. Dan ia
mengerti bahwa Abu Musa lah yang menghalangi mereka. Malik Asytar tiba di Kufah
dan mulai mengundang rakyat untuk mengikutinya. Sejumlah orang menaatinya.
Sehingga ia mulai menyerang istana Gubernur dan membubarkan para pengawal yang
ada di sana. Saat itu, Gubernur Abu Musa al Asy'ari meminta Malik Asytar untuk
memberikan waktu beberapa hari baginya untuk meninggalkan Kufah. Malik
menyetujuinya. Pada hari yang sama, Malik al Asytar bergegas menuju masjid
untuk mendorong rakyat agar mendukung Imam Ali. Sehingga akhirnya Malik dapat
membentuk pasukan besar. Pasukan itu berjumlah lebih dari 18 ribu orang. Al
Hasan memimpin sembilan ribu orang. Mereka bergerak lewat darat. Dan sebagian
yang lain bergerak lewat sungai. Tujuannya adalah untuk bergabung dengan
pasukan Imam Ali di Dziqar, bagian selatan Irak.
Imam
Ali memimpin pasukan bergerak menuju Basrah, di mana beliau berhadapan dengan
pasukan Aisyah. Pemimpin pasukan Aisyah adalah Thalhah, Zubair, dan Marwan bin
Hakam. Malik al Asythar memimpin di sayap kanan. Ammar bin Yasir memimpin di
sayap kiri. Imam Ali memimpin di tengah pasukan. Dan Muhammad Ibnu al Hanafiah,
anak Imam Ali, membawa bendera. Pasukan Aisyah mulai menyerang pasukan Imam
Ali. Mereka menghujani pasukan Imam Ali dengan panah. Sehingga beberapa pasukan
terbunuh dan sebagian lainnya terluka. Pasukan Imam Ali ingin mundur satu per
satu. Tetapi Imam Ali menghentikan mereka dan berkata, "Siapa yang mau mengambil Alquran ini dan pergi ke mereka untuk
menyerukan mereka agar kembali kepadanya?” Seorang pemuda berkata, "Amirul Mukminin, aku akan
membawanya." Lalu ia memimpin pasukan penunggang unta dengan
mengangkat Alquran. Dan Aisyah pun berteriak, "Panah dia!" Segera pasukan panah menyerangnya. Ia pun
jatuh ke tanah dan menjadi syahid. Saat itu, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
mengangkat tangannya ke langit. Beliau berdoa pada Allah SWT agar memberikan
kemenangan. Kemudian beliau pun berkata, "Ya
Allah, mata ini memandang-Mu! Dan tangan-tangan ini mengulur (pada-Mu)!
Tuhanku, hakimilah umat kami dan kami dengan keadilan! Dan Engkau adalah
sebaik-baiknya hakim!" Kemudian Imam memerintahkan pasukannya untuk
melancarkan serangan. Malik al Asytar pun maju. Ia bertempur dengan gagah
berani. Pertempuran sengit terjadi di sekitar riuhnya unta.
Imam
Ali menyadari bahwa dengan membunuh unta ia dapat mengakhiri
pertumpahan darah, itu akan mengakhiri pertempuran antara dua pasukan tersebut.
Sehingga atas perintah Imam Ali, Malik al Asytar segera melancarkan serangan ke
arah unta. Ia bertempur dengan gagah berani dan jujur. Ia tidak membunuh mereka
yang terluka. Ia tidak memburu mereka yang melarikan diri. Malik al Asytar
meneladani Imam Ali. Ia mencintai Khalifah Rasulullah Saw itu. Imam juga
mencintai Malik, karena ia orang yang takut pada Allah. Dan Allah mencintai
siapa pun yang takut pada-Nya.
Kemenangan
Setelah
pertempuran sengit, pasukan Imam Ali membunuh unta-unta. Sehingga pasukan musuh
menjadi lemah semangatnya dan mulai melarikan diri dari medan tempur. Imam Ali memerintahkan
pasukannya untuk menghentikan perang. Dan beliau juga memerintahkan pasukannya
untuk memperlakukan Aisyah dengan baik dan membawanya kembali ke Madinah. Imam
Ali membebaskan tawanan perang. Imam Ali pun memerintahkan untuk merawat mereka
yang terluka. Dan Imam Ali membebaskan mereka semua.
Di Kufah
Setelah
beberapa hari tinggal di Basrah, Imam Ali pergi menuju Kufah. Dalam peperangan,
Malik al Asytar bertempur dengan berani layaknya singa. Sehingga musuh-musuh
takut padanya. Tetapi pada kesehariannya, ia adalah lelaki miskin. Ia
mengenakan pakaian sederhana. Ia berjalan dengan rendah hati. Oleh karena itu,
kebanyakan orang tidak mengenalnya. Suatu hari, Malik al Asytar berjalan di
jalanan, dan ada seorang bodoh sedang makan beberapa butir kurma dan
melemparkan biji-bijinya. Malik al Asytar melewati orang bodoh itu. Si bodoh
itu lalu melemparkan biji kurma ke arah Malik. Biji kurma itu mengenai punggung
Malik. Orang bodoh itu pun menertawainya. Seorang laki-laki melihat kelakuan
orang bodoh itu. Ia lalu berkata padanya, "Apa yang kau lakukan? Tahukah
kau siapa laki-laki itu?" Orang bodoh itu menjawab," Tidak! Siapa
dia?" Orang itu berkata," Ia adalah Malik al Asytar!" Malik
melanjutkan perjalanannya. Ia tidak memedulikan orang bodoh itu. Ia ingat
bagaimana orang-orang musyrik memperlakukan Nabi Muhammad Saw dengan buruk di
Makkah. Mereka melempari Nabi Saw dengan debu dan kotoran, tetapi Nabi Saw
tetap diam. Malik pun masuk ke dalam masjid, dan ia mulai memohon kepada Allah
SWT. Laki-laki bodoh tadi segera berlari. Ia masuk ke dalam masjid, lalu
memeluk Malik seraya meminta maaf dan berkata, "Aku meminta maaf atas
kelakuan burukku tadi! Terimalah permintaan maafku ini." Malik pun
menjawab dengan tersenyum, "saudaraku, jangan khawatir. Demi Allah, aku
masuk ke masjid ini untuk memohon kepada Allah agar Ia memaafkanmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar