26 Mei 1998 // Faktor
‘Palsu’ Einstein Kembali ke Kosmologi Hantu
Ada segelintir ilmuwan yang bisa dikatakan
kekeliruannya lebih menarik daripada kesuksesan rekan-rekannya. Albert Einstein
adalah salah satunya. Hanya sedikit “blunder” yang memiliki hidup lebih panjang
dan lebih penting dari konstanta kosmologis, terkadang digambarkan sebagai
faktor palsu paling terkenal dalam sejarah sains, yang Einstein tambahkan pada
teori relativitas umumnya di tahun 1917. Peranan konstanta tersebut adalah
menyediakan gaya tolak untuk menahan alam semesta dari (secara teoritis)
kekolaps-an karena bobotnya sendiri.
Einstein menyerahkan konstanta kosmologis
ketika alam semesta diketahui mengembang, tapi pada tahun-tahun berikutnya,
konstanta kosmologis itu, layaknya Rasputin, bersikeras menolak untuk mati,
menyeret dirinya tampil ke depan, membisikkan enigma-enigma mendalam dan
gaya-gaya baru yang misterius di alam setiap kali para kosmolog menemui
kesukaran, hingga mengharmoniskan kembali observasi mereka atas alam semesta
dengan teori-teori mereka.
Tahun ini, konstanta kosmologis tersebut
kembali masuk berita sebagai penjelasan atas penemuan yang banyak dilaporkan,
berdasarkan observasi bintang-bintang meledak yang jauh, bahwa suatu jenis
“energi aneh” rupanya sedang mengakselerasi perluasan alam semesta. “Jika
konstanta kosmologis sudah mencukupi bagi Einstein,” kata Michael Turner dari
Universitas Chicago dalam sebuah pertemuan pada bulan April, “maka semestinya
juga mencukupi bagi kita.”
Einstein telah wafat puluhan tahun lalu.
Bagaimana ia dan faktor palsu 80-tahunnya sampai menjadi pusat revolusi dalam
kosmologi modern?
Kisahnya bermula di Wina dengan sebuah konsep
mistis yang Einstein sebut prinsip Mach. Wina adalah benteng intelektual Ernst
Mach (1838-1916), fisikawan dan filsuf yang menunggangi sains Eropa layaknya
seorang Colossus. Skala ukuran kecepatan supersonik dinamai dengan namanya. Peninggalan
terbesarnya sangat filosofis; ia teguh berpendapat bahwa semua pengetahuan
berasal dari akal sehat, dan kukuh menentang pengenalan konsep metafisik,
demikian dia menganggapnya, dalam sains, atom contohnya.
Peninggalan lainnya adalah gagasan tentang
absolute space (ruang absolut), yang membentuk kerangka alam semesta Newton.
Mach berpendapat bahwa kita tidak melihat “ruang”, kita hanya pemain di
dalamnya. Semua pengetahuan kita tentang gerak, jelasnya, hanya relatif menurut
“bintang-bintang diam” (fixed star). Dalam buku-buku dan paper-nya,
ia bertanya-tanya apakah kelembaman, kecenderungan sebuah objek untuk tetap
diam atau bergerak hingga didorong oleh gaya eksternal, sama relatifnya dan
berasal dari suatu interaksi dengan segala sesuatu di alam semesta.
“Apa yang terjadi pada hukum kelembaman jika
seluruh angkasa mulai bergerak dan bintang-bintang berkerumun dalam keadaan
kacau?” tulisnya pada tahun 1911. “Hanya jika alam semesta musnah kita akan
tahu bahwa semua benda, dengan bagiannya masing-masing, sangat penting dalam
hukum kelembaman.”
Mach tak pernah mengajukan taksiran tentang
bagaimana interaksi misterius ini bekerja, tapi Einstein, yang mengagumi
skeptisisme Mach, terpikat pada apa yang kadang ia sebut sebagai prinsip Mach
dan kadang disebutnya relativitas kelembaman. Ia ingin memasukkan konsep
tersebut ke dalam teori relativitas umumnya, yang diselesaikan pada tahun 1915.
Teori ini menjelaskan bagaimana materi dan energi mendistorsi atau
“melengkungkan” geometri ruang dan waktu, menimbulkan sebuah fenomena yang
disebut gravitasi.
Dalam bahasa relativitas umum, prinsip Mach
menekankan bahwa lengkungan ruang-waktu hanya bisa dijelaskan melalui materi
atau energi lain di alam semesta, dan bukan kondisi permulaan atau pengaruh
luar apa pun – yang disebut fisikawan sebagai boundary condition
(kondisi batas). Einstein mengartikan ini bahwa mustahil memecahkan persamaan
miliknya untuk kasus objek terpisah (solitary object) – atom atau bintang yang sendirian di
alam semesta – karena tak ada yang bisa diperbandingkan dengannya atau
berinteraksi dengannya.
Jadi Einstein terkejut beberapa bulan setelah
mengumumkan teori barunya, ketika Karl Schwarzschild, astrofisikawan Jerman
yang bertugas di garis depan dalam Perang Dunia I, mengiriminya suatu solusi,
yang melukiskan medan gravitasi di sekitar bintang terpisah (solitary star).
“Saya tidak percaya bahwa penyelesaian sempurna atas persoalan massa pokok
tersebut begitu sederhana,” ujar Einstein.
Mungkin sebagian terpacu oleh hasil
Schwarzschild, Einstein mengalihkan perhatiannya di musim gugur 1916 pada
penemuan alam semesta ber-boundary (berperbatasan) yang mencegah sebuah bintang
melarikan diri dari tetangganya dan tidak melayang menuju ketersendirian tak
terbatas non-Mach. Dia menyusun gagasannya dalam sebuah korespondensi dengan
astronom Belanda, Willem de Sitter, yang mana akan diterbitkan musim panas
tahun ini oleh Princeton University Press dalam Volume 8 “The
Collected Papers of Albert Einstein”.
Sebagaimana kebanyakan koleganya kala itu, Einstein
menganggap alam semesta terdiri dari kumpulan bintang (cloud of
stars), yaitu Bima Sakti, yang dikelilingi oleh ruang yang luas.
Salah satu pemikirannya memprediksikan eksistensi “massa jauh” yang melingkari
pinggir Bima Sakti layaknya sebuah pagar. Massa-massa ini melengkungkan ruang
dan menutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar