Nasir Dimyati
(Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)
Auz Dounusy, perempuan berumur 28 tahun yang lahir di Ankara, ibukota Turki. Pada usianya yang ke-16 tahun dia mengenal Mazhab Ja'fari (Syi'ah), menurut pernyataannya dia betul-betul merasakan jadi Syi'ah saat mengenal Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as, setelah itu saudara-saudara perempuannya juga tertarik untuk memeluk Mazhab Syi'ah.
Tolong perkenalkan diri Anda sekaligus latar belakang
pendidikan dan pekerjaan Anda!
Nama saya Auz Dounusy,
saya berasal dari Turki, di sini saya belajar dan menempuh jenjang S2 jurusan
sastra Persia di Universitas Allamah Thabathaba'i. Status saya sekarang
berkeluarga dan sudah sekitar 7 tahun saya tinggal di Iran.
Apa yang membuat Anda tertarik untuk meneliti Mazhab
Syi'ah? Apa ada hal tertentu yang secara khusus menarik perhatian Anda?
Ketika saya masih berusia
16 tahun, saya berteman dengan beberapa orang Iran, suatu hari saya bertamu ke
tempat mereka, lalu saya menyaksikan mereka wudhu' tapi tidak membasuh kaki,
melainkan mereka hanya mengusapnya. Saya tanyakan kepada mereka, kenapa kalian
melakukannya demikian?
Mereka menjawab, 'Mazhab kita adalah Ja'fari (Syi'ah), dan menurut ajaran Mazhab Ja'fari beginilah kita harus berwudhu'. Untuk pertama kalinya saya mendengar ada mazhab yang bernama Ja'fari atau Syi'ah. Bagi saya itu menarik, karena ternyata selain empat mazhab Sunni yang populer ada juga mazhab yang lain. Sejak itu saya ingin tahu tentang mazhab yang baru saya dengar namanya.
Teman-teman saya merekomendasikan beberapa buku tentang kepercayaan Mazhab Ja'fari untuk saya pelajari. Dan sejak itulah saya membaca buku Syi'ah.
Lebih banyak saya mengenal Mazhab Syi'ah dari buku, tapi ada juga seorang ustad yang membantu saya untuk itu, meskipun dia masih muda namun penguasaan dia tentang mazhab ini sangat luas, dan untuk pertama kalinya saya mendengar nama Imam Mahdi af dari dia.
Mulanya ada banyak hal yang sulit untuk saya terima dan cerna, satu di antaranya adalah Imam Mahdi af, bagi saya keyakinan ini aneh sekali, berbagai pertanyaan memadati benak saya, bagaimana mungkin seorang manusia berumur dan hidup sekian tahun lamanya. Di dalam Mazhab Hanafi, tidak ada yang menyinggung persoalan tentang Imam Mahdi af.
Ada beberapa buku yang
direkomendasikan kepada saya untuk mengkaji topik ini, dan banyak juga
pertanyaan yang saya peroleh jawabannya dari para ustad.
Buku apa saja yang Anda baca untuk sampai kepada
akidah Syi'ah?
Saya lebih banyak membaca
buku karya Murtadha Mutahhari, saya betul-betul menikmati ketika membaca
buku-bukunya.
Bahasa Ustad Mutahhari sangat sederhana, pada dasarnya memang dia ingin berbicara kepada kita. Di Iran, banyak ulama dan penulis ternama, tapi Ustad Muthahhari memang beda, bahasa dia sangat sederhana dan mudah untuk dimengerti. Kita kan bukan Syi'ah sejak awal, dan banyak sekali yang belum kita ketahui, dan buku-buku Ustad Muthahhari menyuguhkan pembahasan kepada kita secara utuh dan sempurna.
Berulang kali saya sudah membaca buku dia yang berjudul Fitrah, dan sampai sekarang saya masih suka untuk membacanya. Indah sekali dia menerangkan apa itu fitrah kepada kita. Buku-bukunya yang lain juga demikian, seperti Insan Kamil atau Hijab. Percayalah, waktu saya membaca buku Hijab, walaupun saya sudah mengenakan hijab tapi begitu indahnya buku itu menerangkan hakikat hijab sehingga seolah-olah saya ingin mengenakan hijab lagi.
Menurut saya, manusia dan insan berbeda, Allah terus
menerus menciptakan manusia, tapi untuk menjadi insan seorang manusia harus
bersama Al-Qur'an dan Ahli Bait as.
Apa pengalaman yang lebih mengesankan bagi Anda
setelah memeluk Mazhab Syi'ah?
Pertama kali sesuatu yang
melekat di hati saya dan membuat saya sangat terkesan dari Mazhab Syi'ah adalah
turbah (tanah) dan khususnya sujud di atas turbah Karbala Imam Husain as, salah
seorang teman memberi saya hadiah turbah Imam Husain as.
Ketika pertama kali saya shalat dengan turbah di rumah keluarga, ibu saya bertanya kenapa kamu shalat seperti ini? Saya jelaskan kepadanya bahwa ini adalah tanah cucu Nabi Muhammad saw yang bernama Husain as.
Saya sangat menyukai makna
sujud, antara lain bahwa kita tercipta dari tanah dan kembali lagi ke tanah.
Mazhab Syi'ah betul-betul
rasional, maksud saya mazhab ini mempunyai bukti dan logika yang kuat untuk
tiap-tiap ajarannya.
Kadang-kadang, ketika
berdiskusi dengan teman-teman saya yang non Syi'ah, adakalanya mereka mengalami
jalan buntu dan tidak sanggup lagi memberikan jawaban, sedangkan Syi'ah tidak
demikian, sampai titik yang terakhir pun mazhab ini mampu mengajukan bukti dan
logika.
Apa sikap dan perlakuan orang-orang di sekitar Anda
setelah memeluk Mazhab Syi'ah? Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku Anda
terhadap mereka?
Setelah ayahku tahu kalau
saya Syi'ah, dia mengira saya ganti agama, karena itu dia sering sekali
menggugat; kenapa kamu shalat seperti ini? Kenapa kamu sujud di atas kepingan
tanah liat? Kenapa kamu berpuasa demikian? Dan lain sebagainya. Kalian tahu
bahwa azan magrib di Turki, dikumandangkan kurang lebih seperempat jam sebelum
matahari terbenam. Sulit sekali bagi seseorang untuk duduk di depan hidangan
buka puasa tapi tidak segera berbuka. Ayah saya sering mempersoalkan kenapa
kamu berbeda dengan masyarakat umum?
Tapi suatu hari, saya berdiri di sebelah jendela rumah, lalu suara azan maghrib terdengar, kepada saudara perempuan saya saya katakan, 'coba perhatikan, matahari masih terlihat jelas tapi mereka sudah mengumandangkan azan maghrib.
Ternyata ayah saya mendengar pembicaraan kami berdua, berapa hari kemudian dia berdiri di sebelah jendela rumah dan menyaksikan sendiri bahwa azan maghrib terlalu cepat untuk dikumandangkan. Sejak itu dia sering mengatakan kenapa di Turki azan maghrib terlalu cepat dikumandangkan, oleh karena itu memang sepatutnya kita bersabar sejenak setelah azan dikumandangkan, baru setelah itu kita berbuka puasa.
Lama kelamaan saya tahu,
meskipun secara terang-terangan ayah saya tidak berkata apa-apa kepada kita,
tapi saya mendengar kalau ayah sering mengatakan kepada kenalan-kenalan kita
bahwa anak-anakku mempelajari banyak hal dan mereka telah memilih yang terbaik.
Sewaktu saya ingin pergi
ke Iran, ayah sangat khawatir. Itulah sebabnya kemudian ibu menyarankan kepada
ayah untuk pergi ke Iran dan melihatnya dari dekat selama dua bulan, dan
seandainya ayah sampai melihat hal-hal yang tidak berkenan walaupun itu kecil,
maka ayah harus segera memulangkan saya ke Turki.
Ketika ayah datang ke
Iran, dia hanya tinggal sehari di sini, dia sempat pergi ke Behesyt Zahra dan
ikut shalat Jum'at di sana, dan pada malam itu juga dia pulang ke Turki. Dia
mengatakan, Aku korbankan anak puteriku demi Islam.
Dia sangat senang melihat
Iran, karena waktu dia ikut shalat Jum'at, dia menyaksikan ternyata shalat Jum'at
di Iran terpusat pada satu tempat di setiap kota, dan pemusatan ini menarik
sekali bagi dia. Selain itu, ayah saya kan seorang Sunni, oleh karena itu dia
shalat di tengah umat Syi'ah tanpa turbah dan dengan tangan sedekap, tapi
setelah shalat ternyata jamaah shalat Jum'at di sekitarnya yang bermazhab Syi'ah
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengannya sambil mendoakan semoga ibadahmu
diterima di sisi Allah swt, sikap mereka ini juga sangat berdampak positif pada
dirinya.
Apa kritikan Anda terhadap perilaku Sunni?
Di Turki dan masyarakat Hanafi
di sana, hukum wajib dan mustahab sudah campur aduk tidak karuan, Islam dan
ibadah tidak lebih dari sebuah kebiasaan, tidak ada yang dilakukan atas dasar
kesadaran. Sedangkan orang-orang Syi'ah pada umumnya melakukan ajaran-ajarannya
berdasarkan kesadaran.
Pernahkan Anda melihat orang sunni yang sebetulnya dia
tahu tentang kebenaran mazhab Syi'ah tapi dia enggan untuk menjadi orang Syi'ah?
Menurut Anda apa sebabnya orang-orang seperti dia tidak mau masuk Syi'ah?
Iya, saya pernah melihat
orang yang seperti itu, ada salah satu dari kenalan kita yang betul-betul tahu
tentang Mazhab Syi'ah, bahkan dia juga bertablig menyebarkan ajaran Syi'ah,
tapi anehnya dia sendiri tidak mengamalkan ajaran itu, dan memilih untuk tetap
beramal sesuai dengan Mazhab Sunni. Dia mengatakan, masyarakat menganggapku
sebagai seorang imam (ruhani/ kiyai), oleh karena itu tidak mungkin bagiku
untuk mengatakan kepada mereka kalau aku adalah orang Syi'ah.
Fenomena seperti ini persis seperti yang digambarkan oleh Ali Syariati, dia menjelaskan ada empat penjara yang mengurung manusia, salah satunya adalah masyarakat. Orang seperti itu tidak berani masuk Syi'ah karena dia tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya, menurut saya dia terkurung dalam penjara masyarakat.
Apakah pembahasan tentang Syi'ah diutarakan juga di
tengah kalangan Sunni?
Tentu, mereka melakukan
itu dalam rangka ingin membuktikan kebenaran dan keunggulan mazhab atau akidah
mereka kepada semua orang. Tapi, seringkali mereka sampai pada titik dimana
mereka tidak mampu lagi memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
menyudutkan. Di dalam buku Malam-malam di Peshawar' kita menyaksikan
hadis-hadis yang diutarakan sebagai bukti kebenaran Syi'ah semuanya dari enam
kitab induk hadis Sunni yang dikenal dengan nama Kutubus Sittah. Sungguh sulit
sekali dibayangkan bahwa mereka mengetahui hadis-hadis itu di dalam kitab
mereka sendiri tetapi mereka tetap bersikukuh dengan akidah dan mazhab mereka.
Menurut saya, sangat disayangkan sekali mereka tidak dapat menerima kebenaran
karena terhalang oleh fanatisme.
Di salah satu kitab Kutubus Sittah saya pernah membaca sebuah hadis tentang Imam Ali as, ketika itu orang-orang bertanya kepada beliau wahai Ali, mana yang lebih tinggi; kedudukanmu atau kedudukan Nabi Ibrahim? Beliau menjawab , kedudukanku. Mereka kembali bertanya mana yang lebih tinggi antara kedudukan beliau dengan satu persatu dari nabi Ulul Azmi, dan beliau menjawab pertanyaan mereka bahwa kedudukan beliau lebih tinggi dari nabi-nabi yang mereka sebutkan, beliau memberikan jawaban itu lengkap dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an.
Di hadis lain dalam kitab
Sunni sendiri saya membaca bahwa khalifah kedua (Umar) yang sangat dijunjung
tinggi oleh mereka berkata, Kalau saja Ali tidak ada, sungguh aku telah binasa.
Dengan demikian, maka sebenarnya tidak ada lagi yang perlu diragukan soal
kebenaran Syi'ah pengikut Ali as.
Selalu ketika aku ditanya kenapa kamu masuk Syi'ah aku menjawab, Kejarlah Ali, kenalilah dia, percayalah ketika kamu mengenal dia maka pasti kamu juga memeluk Mazhab Syi'ah dan mengikuti Ali.
Menurut Anda, apa perbedaan yang paling mendasar
antara Sunni dan Syi'ah?
Total perbedaan antara
Syi'ah dan Sunni terangkum dalam konsep imamah atau kepemimpinan. Perbedaan
yang paling besar di antara mereka adalah soal Imam Ali as., sungguh mereka
tidak mengenal siapa Ali yang sebenarnya.
Sekarang Anda sudah menjadi orang Syi'ah, praktis Anda
pernah mengalami hidup di tengah dua kalangan Sunni dan Syi'ah, apa yang Anda
rasakan berbeda dari dua pola kehidupan itu?
Untuk menjawab pertanyaan
ini saya ingin menukil ucapan ayah saat saya masih berusia 16 tahun, ketika itu
saya masih belum masuk Syi'ah, dia menyebutku dengan kambing hitam, karena
memang saya anak yang tempramen dan tidak sopan. Tapi, ketika orang-orang
bertanya kepadanya tentang bagaimana saya setelah masuk Syi'ah, dia menjawab, Auz
Dounusy anak yang tenang dan penuh kasih sayang, dia sibuk dengan penelitian
dan diskusi.
Selama Anda di Iran, jika ada pertanyaan yang
mengganjal di benak Anda, kemana dan kepada siapa Anda menanyakannya?
Fasilitas tanya jawab di
Iran bagus sekali, cukup dengan telepon kita bisa mendapatkan semua jawaban
atas pertanyaan yang terlintas di benak kita. Dari sisi ini masyarakat Iran
sangat diuntungkan dan enak sekali.
Selain itu, ada juga situs-situs bagus yang siap memberikan informasi-informasi berharga kepada kita.
Apa pengaruh kesyi'ahan Anda di tengah keluarga?
Setelah saya, kakak perempuan
saya memeluk Mazhab Syi'ah, setelah itu adik perempuan saya juga masuk Syi'ah,
bahkan suami adik saya sekarang juga sedang mendalami Mazhab Syi'ah di Hauzah
Ilmiah Iran.
Kami mendengar informasi yang mengatakan bahwa di
kalangan Sunni ada yang menuduh Syi'ah dengan kepercayaan-kepercayaan teretentu
yang pada hakikatnya bukan kepercayaan Syi'ah, menurut Anda sejauh mana
kebenaran informasi itu?
Sayang sekali informasi
itu memang benar, tuduhan-tuduhan mereka sebenarnya tepat jika dialamatkan
kepada Mazhab Alawiyun, kelompok Alawiyun mengaku diri mereka bermazhab Ja'fari,
padahal sama sekali mereka tidak ada hubungannya dengan Mazhab Ja'fari atau Syi'ah,
bahkan dengan Islam sekali pun, mereka tidak melakukan shalat, tidak beribadah
puasa, dan mengaku bahwa Malaikat Jibril salah mengutus Muhammad saw sebagai
nabi, karena seharusnya dia mengutus Ali as sebagai nabi dan bukan Muhammad.
Dan karena Sunni tidak
mengenal apa itu Mazhab Ja'fari atau Syi'ah, maka mereka mengira bahwa
orang-orang Syi'ah berakidah serupa dengan Alawiyun.
Menurut Anda cara apa yang lebih efektif untuk tablig
di kalangan Sunni?
Apa mungkin maksud Anda
bagaimana caranya yang lebih efektif untuk membimbing orang lain supaya menjadi
ahli surga? Menurut saya, langkah pertama seorang mubalig adalah menguasai
ajaran Sunni dengan baik, kemudian mengingatkan orang-orang Sunni akan
kekeliruan mereka. Cara ini lebih efektif daripada yang lain.
Menurut saya, cara yang
terbaik untuk tablig adalah cara yang pernah dipraktikkan oleh Imam Hasan as
dan Imam Husain as, begitu indah dan halusnya mereka mempraktikkan cara wudhu’
yang benar, sehingga secara tidak langsung sasaran yang ingin diberitahu sadar
akan kesalahan dirinya dalam berwudhu’.
Pernahkan Anda mengalami sebuah masalah lalu berdoa
kepada Allah swt dengan perantara Imam Ali as? Selama ini pernahkan Anda
mendapatkan perhatian istimewa dari beliau?
Iya pernah, saya selalu
berbicara dengan beliau, kebetulan berapa hari yang lalu saya betul-betul
merasa kesepian dan sendirian, aku katakan kepada beliau bahwa engkau adalah
orang yang paling dicintai oleh Allah, maka aku mohon padamu untuk menyampaikan
kepada Allah bahwa aku tahu Engkau tahu apa yang ada di dalam hatiku.Wahai Imam
(Ali), dengarlah aku dan sampaikan munajatku ini kepada Allah.
Syukur kepada Allah, selama ini apa saja yang saya mohon dari Allah senantiasa dikabulkan, saya sadar bahwa pengkabulan doa ini tiada lain berkat kekasih-Nya, Imam Ali as.
Suatu hari saya bermimpi
bertemu Imam Ali as dan Imam Mahdi af, Imam Ali as hanya tersenyum. Imam Mahdi
af masih terlihat muda dan tampan, sungguh saya tidak sanggup untuk melukiskan
keindahan beliau. Di alam mimpi itu saya sedang sibuk mengumpulkan turbah Imam
Husain as.
Pernahkan Anda pergi Haji?
Saya sangat berharap untuk
pergi ke sana, tapi sering saya berpikir bahwa setiap orang harus mengorbankan
sesuatu yang paling berharga baginya di jalan ini, seperti Nabi Ibrahim yang hendak
mengorbankan anak kesayangannya sendiri. Sungguh sulit, saya tidak tahu apakah
saya mampu melakukan pengorbanan seperti itu ataukah tidak? Namun, saya selalu
berdoa kepada Allah, apabila imanku sudah cukup sempurna untuk itu, maka
anugerahilah aku ibadah Haji.
Mengingat hari raya Idul Ghadir sudah dekat, bagaimana
perasaanmu di hari raya itu?
Setahu saya, salah satu
amalan hari itu adalah berdiri di tempat yang tinggi, kemudian menyeru ya Ali,
ya Ali ... saya sangat menyukai amalan ini.
Rasulullah saw seringkali
bersabda bahwa Ali adalah saudaraku dan dariku, Ali bersama kebenaran dan
kebenaran bersama Ali. Coba perhatikan betapa mulianya kedudukan beliau di sisi
Rasulullah saw. Apa masih ada penghargaan yang lebih mulia dari ini? Tapi
sayang ...
Bagaimanakah Anda mengungkapkan perasaan Anda tentang
Imam Ali as?
Apa yang harus kuperbuat?!
Oh ... saya sangat mencintai beliau, saya tidak sanggup untuk mengungkapkan
perasaan saya tentang beliau, sungguh saya tidak mampu menggambarkan sosok
beliau.
Dua kali saya jadi Syi'ah, sekali di Tukri; ketika saya mulai mengenal Mazhab Ja'fari, dan sekali lagi di Iran; ketika saya mengenal Imam Ali as, ketika itulah saya menyatakan diri sebagai Syi'ah. Sosok Imam Ali as dilukiskan oleh Murtadha Muthahhari di dalam kitabnya, beliau adalah insan kamil sebagaimana diterangkan oleh Muthahhari di sana.
Apa saja yang ada, apa saja yang kita lihat, dan di mana saja ada Ali as.
Sungguh saya tidak bisa
mengungkapkan perasaan saya tentang beliau, mau tidak mau kalian harus melihat
hatiku yang paling dalam.
Ali, Ali, Ali ....
Apa komentar Anda tentang Sayidah Fatimah Zahra sa?
Setiap kali saya mendengar
nama Sayidah Fatimah Zahra sa, luka, duka dan kesedihan merundung hati saya,
hati saya jadi sangat terluka. Beliau padahal masih muda, tapi betapa beratnya
kesulitan dan duka yang dirasakannya. Di sini pun lagi-lagi ada Imam Ali as, di
sanding nama Sayidah Fatimah Zahra sa terdapat nama Imam Ali as.
Di malam hari, Imam Ali
as. menguburkan jenasah suci Sayidah Fatimah Zahra sa secara diam-diam, setelah
itu ada oknum tertentu yang ingin menggali kuburan beliau dengan alasan ingin
menyalati jenasah beliau, saat itu juga Imam Ali as bangkit dengan menghunus
pedangnya seraya berkata kepada mereka, Kalian telah merebut segala-galanya
dariku dan aku diam saja, tapi aku bersumpah demi Allah, jika kalian menggali
kuburan itu sungguh akan kubunuh kalian semua.
Imam Ali as sering mengucurkan air mata di sisi kuburan Sayidah Fatimah Zahra sa dan menuangkan keluh kesahnya kepada beliau. Setiap kali saya mendengar nama Sayidah Fatimah Zahra sa inilah tayangan-tayangan yang pertama melintas di benak saya.
InsyaAllah beliau mensyafa’ati
saya berkat air mata yang saya kucurkan demi Imam Ali as.
Pesan terakhir Anda?
Saya hanya ingin
mengatakan ya Ali ... tidak ada kata-kata lain lagi, kata-kata awal dan
terakhir saya adalah Ali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar