Label

Selasa, 01 April 2014

Rezim Saud dan Amerika Kompak Fitnah Iran


Kantor berita Fars melaporkan, Presiden Amerika, Barack Obama dan Raja Saudi, Abdullah bin Abdul-Aziz dalam percakapan telepon, telah sepakat untuk menghadapi Iran. Mereka mengklaim harus menuntut Iran berkaitan rencana Tehran meneror Dubes Saudi di Washington seperti yang diklaim Amerika.Jaringan Aljazeera Qatar yang dikutip Fars News melaporkan, Amerika dan Arab Saudi telah sepakat untuk menghimpun berbagai negara guna membuat perhitungan dengan Iran.

Berdasarkan laporan Aljazeera, Gedung Putih menyatakan Obama dan Abdullah bin Abdul-Aziz Rabu malam (12/10) melakukan percakapan telepon dan membahas soal Iran yang diklaim AS berusaha meneror Dubes Saudi di Washington.

Gedung Putih juga menyatakan bahwa Presiden Amerika dan Raja Saudi telah mengambil kesepakatan bahwa rencana Iran meneror Dubes Saudi itu merupakan pelanggaran nyata konvensi, norma dan hukum Internasional.

Dua hari lalu,Amerika mengklaim telah menggagalkan rencana dua warga Iran yang akan meneror Dubes Saudi di Washington. Kementerian Luar Negeri Iran secara tegas telah menolak klaim tersebut dan menilai klaim itu hanyalah skenario Washington untuk memojokkan Iran. Menindaklanjuti tuduhan itu, Iran telah melayangkan protesnya kepada PBB.

Jubir Gedung Putih, Jay Carney dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa Obama dan Abdullah bin Abdul-Aziz menegaskan komitmennya untuk menjawab dengan tegas skenario teror tersebut.

Media-media Barat seperti Reuters dan sebagian jaringan berita seperti Al-Arabia terus melakukan propaganda keras anti-Iran dengan dalih klaim Amerika.

Sementara itu, sebagian analis menilai klaim-klaim baru dan tak berdasar Washington yang anti-Tehran hanyalah untuk menutupi kondisi tak menentu Amerika. Sebagian pengamat lain meyakini negara-negara Barat hanya mencari alasan baru guna menekan Iran dan menciptakan perpecahan di antara negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi.

Washington — Agen-agen AS memfitnah Iran berupaya melakukan pembunuhan, dengan skema pembunuh bayaran, terhadap Duta Besar Arab Saudi untuk AS, kata Jaksa Agung AS Eric Holder, Selasa (11/10/2011). Holder mengatakan, sejumlah elemen Pemerintah Iran terlibat dalam menyusun rencana itu.

Seorang warga AS hasil naturalisasi yang memegang paspor Iran dan AS serta seorang anggota Pengawal Revolusi Iran menghadapi tuduhan konspirasi terkait rencana tersebut. “Selain menahan anggota komplotan terkait tanggung jawab mereka dalam rencana itu, Amerika Serikat berkomitmen untuk meminta tanggung jawab Iran atas tindakannya,” kata Holder kepada wartawan.

Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Washington mengeluarkan sebuah pernyataan pada Selasa yang menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak berwenang AS atas pembongkaran rencana tersebut. “Upaya komplotan itu merupakan pelanggaran norma, standar, dan konvensi internasional serta tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan,” bunyi pernyataan kedutaan tersebut.

Menurut para pejabat AS, Duta Besar Saudi bukan satu-satunya target. Para tersangka juga membahas serangan terhadap kedutaan besar Israel dan Saudi di Washington dan mungkin di Buenos Aires, Argentina, kata seorang pejabat senior AS.

Namun, tidak jelas mengapa Iran menargetkan Duta Besar Saudi, atau bagaimana pengetahuan atau persetujuan akan rencana itu dalam pemerintahan Ahmadinejad. Holder berulang kali menyebut bahwa mereka yang bertanggung jawab merupakan “faksi” dan “elemen” dari Pemerintah Iran.

Dua tertuduh, yaitu Manssor Arbabsiar (56), merupakan warga AS hasil naturalisasi, dan Gholam Shakuri, seorang anggota Pengawal Revolusi Iran yang berbasis di Iran. Mereka dituduh melakukan konspirasi untuk membunuh seorang pejabat asing, konspirasi untuk menggunakan senjata pemusnah massal, dan konspirasi untuk melakukan suatu tindakan terorisme, demikian sebuah pernyataan tertulis (affidavit) agen FBI yang dirilis pada Selasa. Menurut FBI, Arbabsiar ditangkap September, sementara Shakuri masih buron.

Pihak berwenang mengembangkan kasus mereka dengan bantuan seorang informan yang menyamar sebagai seorang penghubung dari sebuah kartel narkoba Meksiko, demikian kata para pejabat dan dokumen pengadilan. Kedua orang itu berada dalam sebuah kelompok yang sedang merencanakan pembunuhan Duta Besar Saudi, Adel Al-Jubeir, kata affidavit tersebut.

Arbabsiar dan informan yang menyamar itu dituduh telah membahas penggunaan bahan peledak untuk membunuh duta besar itu dan kemungkinan serangan terhadap sebuah restoran yang ramai. Informan itu menyebut angka 1,5 juta dollar AS sebagai tarifnya, kata dokumen pengadilan. Arbabsiar dituduh telah mengirimkan 100.000 dollar sebagai uang muka, kata dokumen pengadilan itu lagi.

Rencana tersebut terbaca “seperti naskah Hollywood,” tetapi implikasinya nyata, kata Direktur FBI Robert Mueller. “Kasus ini menggambarkan bahwa kita hidup di dunia di mana perbatasan dan sekat-sekat semakin tidak relevan, sebuah dunia di mana orang-orang dari satu negara berusaha untuk berkonspirasi dengan sebuah kartel perdagangan narkoba di negara lain demi membunuh seorang pejabat asing di wilayah Amerika Serikat,” katanya.

Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, Selasa, mengatakan, tindakan tambahan untuk lebih mengisolasi rezim Iran akan dipertimbangkan. Seorang pejabat lain AS, Selasa, mengatakan, AS juga akan mengangkat masalah itu ke Dewan Keamanan PBB dan anggota lain dari komunitas internasional.

Tak lama setelah Pemerintah AS merilis rincian tentang tuduhan itu, Selasa, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap Arbabsiar, Shakuri, dan tiga orang lain yang terkait dengan rencana tersebut.

Para pejabat AS menduga kasus itu melibatkan Pasukan Quds, cabang dari Korps Pengawal Revolusi Islam Iran, yang terlibat dalam sejumlah operasi Iran di luar negeri. Pasukan Quds dituduh para pejabat AS mensponsori serangan terhadap pasukan Amerika dan koalisi di Irak. Pada Oktober 2007 Departemen Keuangan AS menyebut Pasukan Quds sebagai “penyedia material bagi organisasi teroris Taliban dan lainnya.”

Arab Saudi sering dianggap saingan regional Iran dan kedua negara itu memang berselisih. Para pemimpin Arab yang bermazhab Suni beberapa kali membahas secara langsung keterlibatan di Irak setelah penarikan militer AS, demikian menurut sebuah laporan Dewan Hubungan Luar Negeri AS. Iran secara luas mendukung milisi Syiah di Irak.

Riyadh Ancam Tehran. Fars News melaporkan, Menlu Arab Saudi, Saud al-Faisal mereaksi klaim Amerika soal rencana aksi teror terhadap Duta Besar Saudi di Washington. Hal itu disampaikannya saat berkunjung ke Austria, guna mendirikan pusat dialog antaragama di Wina.Dua hari lalu, Washington mengklaim telah menggagalkan rencana dua warga Iran yang ingin meneror Dubes Saudi, Adel al-Jubeir di Washington. Kementerian Luar Negeri Iran secara tegas telah menolak klaim tersebut dan menilai klaim itu hanyalah skenario Washington untuk memojokkan Iran. Menindaklanjuti tuduhan itu, Iran telah melayangkan protesnya kepada PBB.Hingga kini klaim tersebut tidak disertakan bukti, namun al-Faisal dengan tegas mengatakan bahwa Iran harus bertanggung jawab atas semua aksi anti-Arab Saudi.Berdasarkan Reuters, al-Faisal menyatakan bahwa Arab Saudi tidak tinggal diam dalam menghadapi aksi-aksi tersebut dan setiap kali Tehran melakukan aksi anti-Riyadh, maka Iran akan menghadapi balasan yang serupa. Pangeran Turki al Faisal juga mengklaim bahwa Saudi mempunyai banyak bukti terkait rencana aksi teror tersebut.

Disisi lain, banyak kalangan yang meragukan klaim Amerika yang menuduh Iran merencanakan aksi teror terhadap Dubes Saudi di Washington. Bahkan sebagian pengamat menertawakan klaim Amerika tersebut. Sebagian pejabat Amerika menyerupakan klaim itu seperti alur cerita film Hollywood. Sejak dua hari lalu, Para pejabat AS dan Arab Saudi bersikap seirama dalam menentang Iran. Banyak para analis menilai klaim Amerika itu hanyalah untuk meningkatkan tekanan baru Barat terhadap Iran. 

(Muslim Syi'ah dan Sunni Sholat Jum'at Bersama Tahun 1908 di Mekkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar