Buku tipis ini dimulai dengan Prakata Penulis yang cukup kreatif, khas,
berbeda dari seumumnya prakata. Kemudian ada Kata Pengantar, edisi Bahasa
Indonesia ini ditulis oleh ahli psikologi Dr. Budi Matindas dari Fakultas
Psikologi UI yang tidak kalah kreatifnya. Barulah disusul isi-dalam bukunya.
Ada tujuh bab yang dimuat dalam buku psikologi populer ini. Secara berurutan
adalah: (1) Keberanian Berkreasi, (2) Hakikat Kreativitas, (3) Kreativitas dan
Yang Tidak Disadari, (4) Kreativitas dan Perjumpaan, (5) Orakel Delphi Sebagai
Ahli Terapi, (6) Tentang Batas-batas Kreativitas, serta (7) Hasrat akan Bentuk.
Kemudian sebagai kelengkapan buku (psikologi) ilmiah ini tentu teradapat pula
Daftar Pustaka serta Daftar Indeks. Sayangnya buku ini tanpa biografi dan foto
penulisnya.
Judul yang menarik dari
buku ini diilhami oleh buku karya filosof Paul Tillich Keberanian untuk Ada
(The Courage to Be), demikian pengakuan pengarang-penulis (hlm.vi).
Manusia, bagaimanapun perlu mengekspresikan ada-nya dengan berkreasi
sehingga kreativitas merupakan akibat yang perlu untuk ber-ada. Adapun
keberanian yang diperlukannya mengacu pada jenis keberanian khusus yang penting
untuk tindakan kreatif. Itulah keberanian berkreasi yang diterangkan di halaman
dalam. Sebermula isi buku ini hanya merupakan bahan kuliah yang
disiapkan-diberikan pengarangnya selaku dosen di beberapa universitas dan
institute di Amerika Serikat. Penulis selalu merasa bimbang untuk berani
menerbitkan karena tampaknya tulisan ini tidak pernah lengkap, tetapi kualitas
“belum selesai” ini (ternyata) akan tetap ada dan hal itu merupakan bagian dari
proses kreatif. Kemudian setelah didorong oleh desakan dari banyak orang yang
telah mendengarkan kuliah-kuliahnya maka menguatlah kesadaran penulis untuk
berani menerbitkannya.
Kreativitas adalah
penyelewengan yang mendapat acungan jempol, demikian Budi Matindas mengawali
Kata Pengantarnya. Yang tidak menyeleweng pastilah bukan sesuatu yang kreatif.
Tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua yang aneh langsung bisa dianggap
kreatif. Untuk kreatif dibutuhkan tambahan lain dari sekadar menyeleweng.
Termasuk tampak pada sistematika buku ini yang menyeleweng dari kebiasaan
ilmuwan yang patuh pada kaidah penulisan buku ilmiah. Sebagai akibatnya buku
ini lebih menyerupai karya seni dibandingkan buku teks, padahal penulisnya
lebih tepat disebut ilmuwan daripada seniman pada buku ini. Rollo May si
penulis adalah ahli psikoterapi; dan buku ini ditulis sebagai gugatan terhadap
pandangan psikoanalisis yang memandang kreativitas sebagai produk orang
neurotik. Buku ini juga menggugat teori kompensasi Adler yang menganggap
kreativitas muncul sebagai reaksi terhadap perasaan inferior. Tetapi meskipun menggugat
teori-teori psikologi yang pernah berkembang, buku ini sungguh tidak khusus
untuk mereka yang mendalami psikologi. Buku ini populer sifatnya dan tampak lebih merupakan karya seni yang bisa
dipahami oleh siapapun.
Keberanian
Bahwa untuk berkreasi
orang perlu keberanian. Keberanian di sini tentu berbeda dari kekerasan, apalagi
kekasaran. Keberanian adalah fondasi bagi semua kebajikan. Tanpa keberanian,
cinta pun hanya akan menjadi ketergantungan dan kesetiaan akan berubah menjadi
hanya konformisme. Kata ”courage” (berani) berasal dari akar kata yang sama
dengan kata bahasa Prancis coeur yang berarti “hati/jantung”. Jadi
maknanya persis seperti jantung manusia –yang memompa darah ke lengan, kaki dan
otak-- memungkinkan semua organ fisik lainnya berfungsi. Demikian pula
keberanian yang memungkinkan semua kebajikan psikologis bersinergi. Tanpa
keberanian, nilai-nilai lain akan layu; hanya akan semu kebaikannya.
Dalam diri manusia keberanian diperlukan untuk membuat sesuatu ada dan
menjadi mungkin. Suatu komitmen-diri sehingga menjadi amat penting. Inilah
perbedaan manusia dari makhluk lain. Biji pohon rambutan berubah menjadi pohon
rambutan melalui pertumbuhan yang otomatis; demikian juga anak kucing yang
lama-lama menjadi kucing berdasarkan naluri belaka; tidak perlu komitmen.
Sebaliknya, pria dan wanita menjadi ”manusia” hanya dengan pilihan dan
komitmennya atas pilihan itu. Orang-orang bisa meraih martabat melalui berbagai
keputusan yang dibuatnya hari demi hari. Keputusan-keputusan itu jelas
memerlukan keberanian (hlm. 4). Kemudian secara kategoris ada beberapa jenis
keberanian yakni keberanian fisik, keberanian moral dan keberanian sosial,
selain keberanian berkreasi.
Keberanian fisik adalah jenis keberanian yang paling sederhana dan jelas.
Wujud terbaiknya bisa tampak pada para pahlawan perintis kemerdekaan yang melaksanakan
hukum dengan tangan mereka sendiri; dapat menarik senjata lebih cepat daripada
musuhnya ataupun mandiri dan mampu bertahan dalam kesepian alam karena tetangga
terdekatnya berjarak 5 km. Itulah keberanian fisik yang relevansinya
berhubungan dengan ’primitivisme’, ada di setiap bangsa dan suku. Keberanian
moral biasanya dimiliki oleh orang yang tidak menyukai kekerasan. Merekalah
penentang penindasan atas hak pribadi baik secara fisik, psikologis maupun
spiritual. Keberaniannya muncul dari rasa belas kasihan terhadap penderitaan
manusia yang telah disaksikannya. Contoh yang mashur adalah perjuangan ahimsa-nya
Gandhi yang dimulai di Afrika Selatan itu. Maka bentuk kepengecutan moral yang
paling lazim saat ini bersembunyi di balik pernyataan: ”Saya tidak ingin
terlibat”.
Jenis keberanian ketiga, yakni keberanian sosial adalah keberanian
untuk berhubungan dengan orang lain; ataupun kemampuan untuk mempertaruhkan
diri sendiri dengan harapan mendapatkan keakraban dari pihak lain. Keberanian
sosial ini adalah keberanian untuk memberikan diri sendiri lebih banyak dari
pada satu rentangan waktu saja dalam hubungan yang memerlukan keterbukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar