Apakah Anda pernah mendengar kelima kata dalam judul diatas? Jika
pernah, apakah Anda bisa benar-benar membedakan kelima kata tersebut? Jika Anda
belum bisa membedakannya, Anda tidak usah khawatir karena sekarang kita akan
membahas perbedaan tersebut.
Bani Israil terdiri dari kata: Bani dan Israil. Bani artinya
keturunan atau anak cucu, sedangkan Israil adalah nama lain (julukan) Nabi
Ya’qub as, yang berasal dari dua kata: Isra yang berarti hamba atau kekasih,
dan El yang berarti Tuhan, sehingga Israil (Israel) berarti hamba Tuhan atau
kekasih Tuhan. Dengan demikian Bani Israil artinya keturunan Nabi Ya’qub as.
Sebagaimana diketahui, Nabi Ya’qub as memiliki dua belas orang anak, salah
satunya adalah Yusuf as. Jika Anda ingin mengetahui nama-nama sebelas anak Nabi
Ya’qub yang lainnya, Anda bisa melihatnya di Perjanjian Lama. Singkat cerita,
kedua belas anak Nabi Ya’qub ini kemudian beranak pinak menjadi dua belas suku
Bani Israil.
Istilah Bani Israil sendiri dalam Al-Qur’an hanya dipakai untuk
menyebut anak cucu Nabi Ya’qub ini, yang kemudian diperbudak oleh Firaun di
Mesir, dan kemudian dibawa oleh Nabi Musa as keluar dari Mesir menyeberangi
Laut Merah. Sepeninggal Musa as, Bani Israil terus hidup dibawah bimbingan para
nabi dan para hakim mereka. Hingga kemudian mereka mengangkat para raja,
semenjak Thalut kemudian Dawud kemudian Sulaiman. Di masa Sulaiman ini Bani
Israil mencapai puncak kejayaan mereka. Namun kemudian kerajaan Sulaiman
meredup (declining), pecah menjadi dua, dan menjadi obyek penjajahan bangsa-bangsa
asing. Kepada Bani Israil ini telah diutus sekian banyak nabi dari kalangan
mereka sendiri, tetapi diceritakan dalam Al-Qur’an bahwa Bani Israil justru
membunuh banyak diantara nabi-nabi tersebut. Sebutan Bani Israil terakhir kali
digunakan pada zaman Nabi Isa as, dimana ketika itu Bani Israil tidak mau
menerima kenabian Isa as.
Pada masa-masa tersebut diatas itulah sebutan Bani Israil
digunakan. Pada masa-masa kemudian, Al-Qur’an tidak lagi menggunakan sebutan
Bani Israil. Yang ada adalah sebutan Yahudi. Kelihatannya Al-Qur’an baru
menggunakan istilah Yahudi untuk menyebut orang-orang yang menganut ajaran
Yahudi, yaitu ajaran Musa as yang telah diubah dan diselewengkan. Seperti
halnya orang-orang Yahudi di masa Rasulullah saw tidak lagi disebut oleh
Al-Qur’an sebagai Bani Israil, tetapi Yahudi.
Sejumlah besar dari Bani Israil memang suka membangkang perintah
Allah, tetapi masih ada sebagian kecil diantara mereka yang taat. Adapun Yahudi
hidup pada zaman belakangan, dimana kitab suci mereka sudah tidak lagi bisa
dijamin keasliannya. Yahudi adalah penganut agama yang menyimpang, ajaran Musa
as yang telah diubah dan diselewengkan, yang akan terus eksis hingga hari
kiamat.
Dan maha benar Allah. Ternyata memang terbukti bahwa saat ini tidak
ada satupun kaum yang bisa dijamin secara genetik sebagai keturunan Nabi Ya’qub
as. Penjelasannya ada disini. Karena itu tepatlah bahwa yang ada saat ini
hanyalah orang-orang Yahudi, bukan Bani Israil. Orang-orang Yahudi dengan
demikian adalah setiap orang yang menganut agama Yahudi, tidak peduli dia itu
masih memiliki garis keturunan Bani Israil ataupun bukan.
Asal muasal istilah “Yahudi” sendiri diperselisihkan oleh para
ahli. Ada yang mengatakan bahwa istilah “Yahudi” berasal dari kata “al-huud”
dalam bahasa Arab, yang artinya “kembali”, seperti dalam QS Al-A’raf: 156,
ketika Musa as berdoa kepada Allah SWT: “Dan tetapkanlah bagi kami di dunia ini
kebaikan, demikian pula di akhirat. Sesungguhnya kami ‘kembali’ kepada-Mu.” Ada
juga yang mengatakan, berasal dari kata “yatahawwada” dalam bahasa Arab, yang
artinya “bergerak-gerak” dikarenakan mereka bergerak-gerak ketika membaca
Taurat.
Ada pula yang mengatakan bahwa istilah “Yahudi” bukan berasal dari
bahasa Arab, namun berasal dari kata non-Arab “Yahuda” yang merupakan nama
salah seorang anak Nabi Ya’qub as. Ada pula yang mengatakan, berasal dari kata
“Yahweh” yang berarti “Tuhan” atau “Yang Maha Maujud” dalam bahasa Ibrani. Dan
ada pula yang mengatakan, berasal dari kata “Yahuda” yang merupakan nama salah
satu dari dua kerajaan Bani Israil pasca Sulaiman as.
Sampai disini kita bisa menyimpulkan bahwa kita menggunakan istilah
Bani Israil jika kita berbicara mengenai genealogi atau ras. Dan kita
menggunakan istilah Yahudi jika berbicara mengenai agama.
Adapun istilah Ibrani (Hebrew) kita pakai jika kita berbicara
mengenai kebudayaan, termasuk didalamnya bahasa. Mengenai asal muasal istilah
Ibrani, ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari kata ‘abara yang
berarti menyeberang. Kata ini dinisbatkan kepada Ibrahim as yang dalam Kitab
Kejadian disebut sebagai Ibrahim Sang Ibrani yang bermakna Ibrahim Sang
Penyeberang. Dikatakan demikian karena Ibrahim as telah menyeberangi Sungai
Eufrat. Ini diperkuat dengan apa yang termaktub dalam Kitab Joshua:
“Demikianlah Tuhan Israel berfirman tentang penyeberangan sungai itu, dimana
leluhur kalian tinggal sejak dahulu kala, dari bapak Ibrahim dan bapak Nahur,
menyembah tuhan-tuhan lain. Maka aku bawa Ibrahim menyeberangi sungai itu dan
berjalan di tanah Kana’an (Palestina).” Pendeta Ishaq Salka berkata, “Nama
Ibrani tidak muncul kecuali setelah Ibrahim as menyeberangi sungai Eufrat.”
Namun ada juga yang mengatakan bahwa istilah Ibrani dinisbatkan
kepada Ibr bin Syam bin Nuh, kakek kelima Ibrahim as. Akan tetapi para ahli
menganggap pendapat ini lemah.
Apapun itu, yang jelas dalam perkembangannya istilah Ibrani
biasanya hanya dipakai dalam konteks kebudayaan. Karena itu, ada ‘kebudayaan
Ibrani’, ‘bahasa Ibrani’, dan sebagainya.
Sedangkan Zionis adalah penganut paham dan gerakan Zionisme. Dari
sisi bahasa, Zionisme berasal dari kata Zion, yaitu nama bukit di kawasan
Jerusalem (Al-Quds), yang terkadang dipakai pula untuk menamai dataran tinggi
dimana kota Jerusalem berdiri. Dari sisi peristilahan, secara singkat bisa
dikatakan bahwa Zionisme adalah suatu paham dan gerakan yang bersifat politis,
rasial, dan ekstrim, yang bertujuan untuk menegakkan Negara Khusus bagi Bangsa
Yahudi di Palestina, dan melihat hal tersebut sebagai solusi bagi
permasalahan-permasalahan orang Yahudi.
Dengan demikian, pada dasarnya Zionisme tidak ada kaitannya dengan
Yahudi. Hanya saja para pengusung Zionisme senantiasa menyandarkan paham dan
gerakan ini pada ajaran-ajaran Yahudi, meski sebetulnya Zionisme adalah suatu
paham dan gerakan politis dan rasial yang ekstrim. Bahkan peletak dasar
Zionisme modern, Theodor Hertzl, bukanlah seorang Yahudi relijius. Ia adalah
seorang sekuler, yang memanfaatkan sentimen keyahudian untuk menjustifikasi
paham dan gerakan politiknya tersebut. Karena itu tidak mengherankan bahwa dalam
perjalanannya ada sebagian Yahudi – meski belakangan hanya sebagian kecil –
yang tidak setuju dengan Zionisme.
Sekarang, bagaimana dengan Israel? Dari definisi Zionisme diatas,
jelas sekali bahwa Israel adalah cita-cita dan sekaligus hasil dari gerakan
Zionisme. Israel adalah nama negara ilegal orang-orang Zionis yang didirikan
diatas bumi Palestina. Sebetulnya orang-orang Zionis menamai negara tersebut
Israel dengan maksud menyandarkan dan menisbatkannya pada Bani Israil (atau
dalam Perjanjian Lama disebut sebagai “orang-orang Israel”). Mereka melakukan
hal ini agar timbul kesan bahwa mereka adalah keturunan Bani Israil yang
memiliki hak historis atas bumi Palestina. Padahal dalam kenyataannya mereka
sama sekali bukanlah Bani Israil.
Dengan demikian, penyebutan dan penggunaan kata Israel adalah dalam
konteks politik. Yakni untuk menyebut nama negara ilegal yang didirikan oleh
kaum Zionis itu, bukan dengan maksud untuk menisbatkannya pada Nabi Ya’qub
ataupun Bani Israil.
Nah, sekarang sudah jelas kan perbedaan diantara kelima kata
diatas. Semoga ini bermanfaat dan kita tidak lagi dibuat bingung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar