Oleh
Ayatullah Taqi Mishbah Yazdi
Tanya: Apakah liberalisme itu? Dan apakah gerangan asas
yang menjadi penopang alam pemikiran liberalisme?
Jawab: Sebagaimana yang telah disebut dalam pembahasan
terdahulu bahwa konsep pemahaman terbagi menjadi konsep abstrak dan konsep
obyektif. Jika kita dihadapkan pada konsep abstrak, maka kita akan mendapati
banyak sekali kesulitan.
Salah satu contoh konsep
abstrak yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial adalah liberalisme.
Sebagaimana yang telah dibahas dalam pembahasan yang lalu bahwa kata
“liberation” berarti mencari kebebasan. Dikarenakan adanya kesamaran maksud
dari kata kebebasan, maka kata tadi pun memiliki hukum yang samar pula, dimana
kesakralan dan keinginan akan kebebasan juga tergantung dari kata-kata tersebut.
Akan tetapi apakah makna kebebasan dan pencari kebebasan tersebut? Apakah yang
dimaksud adalah kebebasan berpolitik? Atau kebebasan bersosial? Ataukah hal
yang lebih umum dari itu semua?
Secara ringkas bisa
disebutkan bahwa kata liberal dari sisi bahasa memiliki makna yang
bermacam-macam. Terkadang diartikan sebagai “kebebasan individual” lawan dari kata perbudakan, terkadang
diartikan sebagai “intelektual”, terkadang diartikan sebagai “orang yang keras
kepala” terkadang pula diartikan sebagai “individu bebas” yang tidak terkekang
dengan hukum-hukum yang ada.
Adapun berkaitan dengan
istilah tersebut yang sering dipakai dalam berbagai pemikiran baik yang
berkaitan dengan politik, ekonomi, budaya dan agama, tumpuan utamanya pada
kebebasan semaksimal mungkin dan konsentrasi penuh pada hak-hak alamiah
manusia.
Sewaktu disebut kata liberalisme politik maksudnya adalah
sistem politik yang yang berusaha memberi secara optimal hak-hak dan kebebasan
individual dalam melaksanakan politik. Liberalisme
ekonomi adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan setiap
individu untuk menjalankan trik-trik ekonominya dimana pemerintah berkewajiban
seminim mungkin untuk campur-tangan dalam urusan individu tersebut. Begitu pula
dengan liberalisme budaya, agama dan seterusnya.
Isme semacam ini untuk
pertama kalinya tercatat sebagai partai politik pada tahun 1850 (Masehi) di
Inggris. Pemikiran ini memiliki beberapa asas dan kekhususan yang bisa kita
sebut secara ringkas disini:
[1] Individualis; sebagai salah satu kekhususan liberalisme. Dalam
pemikiran ini, individu serta hak-hak individual sangat dijunjung tinggi dan
diprioritaskan. Jika suatu pemerintahan telah dibentuk maka pemerintahan itu pun
harus berkhidmat memenuhi kehendak setiap individu dari anggota masyarakat.
Konsep-konsep yang
berkaitan dengan sosial seperti: “manfaat umum” dianggap suatu yang samar dan
tidak jelas. Setiap pribadi lebih layak menentukan kemaslahatan yang
bersangkutan dengan dirinya sendiri dibanding pribadi lain. Jika setiap
masing-masing pribadi mencari maslahat yang berkaitan dengan diri mereka
sendiri, niscaya pada akhirnya masyarakat sosialpun akan sampai pada
kebaikannya pula.
(Mereka berkata) Kita
tidak pernah menganggap adanya kebaikan dan keutamaan yang mutlak, sehingga
atas dasar kebaikan mutlak tadi kita akan dapat turut-campur dalam kehidupan
pribadi orang lain. Agama, etika, para reformis dan para cendekiawan tidak
berhak menentukan resep dan amaran (aturan/undang-undang) untuk anggota
masyarakat. “Yang terpenting adalah “aku” serta keinginan-ku, ketentuan-ku,
dan segala sikon-ku yang dapat menghantarkan-ku kepada semua
angan-angan-ku”.
[2] Norma absolut bagi
kebebasan; Yang dimaksud dengan
norma yang absolut adalah norma yang terletak di atas semua norma-norma yang
ada, dan karena norma-norma lain seperti: keadilan sosial dan ekonomi, menjaga
tatanan keluarga dan moral tidak dapat mengganggu gugat norma yang absolut
tersebut.
Para liberalis dengan
lantang meneriakkan free-sex, kehancuran, dan percerai-beraian tatanan
keluarga, dekadensi moral, dan segala kerusakan yang sekarang ini banyak
melanda komunitas manusia di segala penjuru dunia. Untuk menjaga norma luhur
tersebut, manusia harus membayarnya dengan kebebasan.
Menurut para liberalis,
hanya kebebasan individu lain yang dapat membatasi kebebasan setiap individu,
dengan kata lain, ia ibarat pisau yang mampu menyayat kebebasan. Jika
angan-angan muncul dari diri anda, dan yang sesuai dengan kehendak anda, maka
setiap perbuatan bisa anda laksanakan, baik lelaki, perempuan, suami, istri,
orang asing, muhrim, non-muhrim, teman, musuh, Tuhan, agama, etika, keadilan,
rasio dan kemanusiaan tiada lagi berharga dan bernilai penting. Yang terpenting
buat mereka adalah keinginan hati saya menghendaki dan untuk mewujudkan hal
tersebut saya bebas melakukan apapun.
[3] Persesuaian dengan
kapitalisme; Liberalisme sangat
berkaitan erat dengan kapitalisme dan ekonomi pasar. Banyak sekali para pemikir
liberalis dan terkhusus dari pihak ekstrim kanan mereka memiliki ideologi
kapitalisme.
[4] Humanisme; Liberalisme, sebagaimana banyak aliran pemikiran lain
di Barat –seperti: komunisme, sosialisme, dll- menjadikan manusia sebagai pusat
perguliran alam. Menilik dari kecenderungan materialis dalam melihat alam
semesta yang dimiliki oleh setiap aliran pemikiran tadi, yang mereka jadikan
asas dan tolok ukur adalah manusia. Atas dasar itulah, yang terpenting
dan menjadi prioritas dalam penentuan hukum dan sepak terjang politik, ekonomi,
dan budaya adalah kehendak dan pandangan manusia. Sebaliknya, agama-agama Ilahi
yang monoteistis dimana yang menjadikan Tuhan sebagai tolok ukurnya, maka
penentu hukum pun terletak pada kehendak Ilahi.
Agama Ilahi selain
memiliki pandangan bahwa manusia memiliki sudut pandang materi, ia juga memiliki
sudut pandang Ilahi, maknawi, dan spiritual, dimana asas utama manusia terletak
pada sisi spiritualnya.
Poin-poin lainnya seperti:
sekularisme atau pemisahan hubungan antara agama dan aspek kehidupan duniawi
yang bertumpu di atas toleransi (tasaahul wa tasaamuh)
dan semacamnya, bisa dikategorikan sebagai hal-hal yang muncul dari konsep
liberalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar