Oleh Sayyid Mahdi Ayatullahi
Sekembalinya dari Tabuk,
sekelompok orang munafik memendam niat jahat kepada Rasulullah saw. Mereka
bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum
munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh
rasa takut kepada kaum muslimin lainnya. Mereka ingin menakut-nakuti unta
tunggangan Rasulullah saw dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau
terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat
orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi
hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw meminta mereka untuk
membiarkannya.
Sekembalinya dari Tabuk,
Rasulullah saw memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar.
Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt. Peperangan
Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin
mengambil bagian dalam pertempuran ini. Melihat kekuatan yang begitu besar,
negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan terlibat
dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.
Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga tahun ke-9 H,
orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek
moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara’ah atau At-Taubah
diturunkan. Rasulullah saw mempercayakan surat itu kepada Ali untuk dibacakan
di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk
menyampaikan, “Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki rumah suci
Ka’bah, terhitung sejak hari ini. Dan mulai hari ini, tidak diperbolehkan
untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka’bah dengan telanjang”.
Sesuai perintah Rasulullah
saw, Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara’ah yang baru saja
diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan
kemusyrikan mereka. Di tengah para jemaah haji disana, Ali menyerukan, “Wahai
sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada
orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang
yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah,
maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu”.
Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah SWT)
Rasulullah saw mulai
mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau
mengirimkan surat kepada keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Kristen
yang ada di sana untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk
membayar jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada
pemerintahan Islam. Sang uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang nabi baru
setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui kedatangannya melalui Kitab
Suci Nasrani. Kemudian dia segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk mencari
tahu kebenaran berita itu.
Sesampainya di Madinah,
mereka memulai dialog dengan Rasulullah saw. Pada kesempatan itu, beliau
menjelaskan ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal
Nabi Isa Al-Masih as, “Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam? Rasul saw
menjawab, “Sesungguhnya Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah, sama
seperti rasul-rasul yang telah mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita
tepercaya. Mereka berdua memakan makanan” (QS. Al-Imran: 59), “Dan ihwal
Isa di sisi Allah seperti Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu
berkata kepadanya, ‘Jadilah’, maka terjadilah” (QS. Al-Imran: 61). Namun,
utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada
Rasul saw.
Malaikat Jibril as turun
menyampaikan wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut,
Allah menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni
memohon kepada Allah swt agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta. Ketika
saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw hanya membawa empat orang keluarganya
dari Ahlul Bait: Ali, Fatimah, Hasan dan
Husain. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau datang beserta
rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata: “Demi Tuhan! Saya meyaksikan
wajah-wajah mereka, yang jika mereka (orang-orang Nasrani) mengutuk Nabi
bersama rombongannya, maka gurun sahara itu akan menjadi neraka dan akan meluas
sampai ke wilayah Najran. Orang-orang Nasrani akan musnah oleh siksaan
dan azab ini.” Akhirnya, mereka setuju untuk membayar pajak. Diputuskan bahwa
orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas (jubah) dan 30 busur
panah kepada kaum muslimin.
Haji Wada’ (Perpisahan)
Pada 25 Zulhijah tahun
ke-10 Hijriah, Nabi saw mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu Beliau
berpesan, bahwa siapa saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri. Berita
ini menciptakan semangat dan kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama
Nabi saw, mereka mempersiapkan diri menyambut pesan beliau itu.
Rasulullah saw menunjuk Abu Dujana sebagai wakil beliau di Madinah.
Beliau beserta sahabat-sahabat lainnya bergegas menuju Makkah. Rasulullah saw
memulai pelaksanaan rukun ibadah Haji di Zulhulaifah dan melantunkan Labbaik. Dari
Zulhulaifah, Rasulullah saw bertolak menuju Makkah. Setelah sepuluh hari tiba
di Makkah, beliau memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun Haji
lainnya. Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda: “Kita
membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan Islam.”
Ghadir Khum
Pada hari Kamis, 18
Zulhijah, Nabi saw tiba di dekat ladang Juhfa. Pada saat itu, malaikat Jibril
as menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau sampaikan. Rasulullah saw mengumpulkan
para sahabat dengan mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang
sangat penting. Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan acara pidato
Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang
akan disampaikan beliau, “Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa.
Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat
manusia. Aku (Muhammad saw) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan
Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya”.
“Wahai kaum muslimin!
aku (Muhammad) segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat
yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur’an dan Ahlul Baitku. Keduanya tidak
akan terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada
Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan.
Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa.” Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan
mengangkatnya seraya bersabda: “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai
pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah! cintailah
orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhi Ali.
Tolonglah orang-orang yang menolong Ali dan binasakanlah orang-orang yang
membinasakan Ali.”
Wafatnya Nabi saw
Setelah melakukan
perjalanan yang melelahkan itu, Rasulullah saw jatuh sakit. Sekelompok orang
memanfaatkan keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah
saw mendengar berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka. Suatu
hari, Nabi saw yang dalam keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna
berziarah ke kuburan sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi.
Setelah itu, beliau meminta Imam Ali untuk membawanya pulang. Hari demi hari
berlalu, sakit Nabi saw bertambah serius dan parah, hingga insan kamil itu
menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah
kembali menghadap kekasihnya Yang Mahakasih pada hari Senin 28 Safar
tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.
Mutiara Hadis Rasulullah saw
“Seburuk-buruk manusia
di hadapan Allah swt adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan
tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya”. “Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di
dalamnya anak-anak yatim disantuni dengan kasih sayang dan cinta”. “Orang-orang
yang beriman pada Allah swt, hari akhir dan janji-janji Allah swt hendaknya
menunaikan amanat dan janjinya”. “Tatapan seorang anak kepada
orang tuanya karena kasih sayang adalah ibadah”. “Sahabat yang berbudi
luhur dan mulia sungguh lebih berharga daripada harta benda”.
(Ziarah Imam Ali bin Musa ar Ridho as)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar