Wikileaks kembali
membongkar sebuah rahasia penting: sejumlah menteri pemerintahan SBY-Budiono
menjadi sekutu potensial alias antek-antek Amerika Serikat. Menariknya, seperti
disampaikan Wikileaks, menteri-menteri sekutu Amerika Serikat itu telah dikelompokkan
menurut bidangnya.
Di bidang ekonomi,
misalnya, WikiLeaks menyebutkan nama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati,
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perindustrian M.S. Hidayat.
Ketiganya dianggap Kedubes AS sebagai sekutu yang disambut baik oleh para
komunitas bisnis.
Di bidang kesehatan,
Kedubes AS menyambut baik pengangkatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai
Menteri Kesehatan. Pemilihan Endang itu juga dianggap pertanda baik, karena ia
lulusan Harvard dan pernah bekerja di Badan Kesehatan Dunia atau WHO, serta
dekat dengan lembaga bantuan internasional AS atau USAID.
Di bidang politik dan
pertahanan keamanan, Wikileaks menyebutkan nama Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto dan Menteri Pertahanan
Purnomo Yusgiantoro. Keduanya telah bekerja sama dengan AS dalam hal
kontra-terorisme, energi, dan lainnya. Suyanto juga pernah berlatih militer di Nellis
Air Force Base, Amerika Serikat. Bahkan, terhadap Purnomo Yusgiantoro,
dokumen rahasia AS itu mengatakan, “..telah bekerja dengan kita dahulu untuk
hal kontra-terorisme, energi, dan lainnya.”
Dalam urusan politik luar
negeri, Wikileaks memberitahu bahwa AS telah menarik Menteri Luar Negeri
Indonesia, Marty Natalegawa, sebagai partner kunci hubungan diplomatik AS-RI.
Isu ini sebetulnya sudah
lama diketahui orang, tetapi baru sekaranglah Wikileaks membeberkannya dengan
cukup detail. Pada saat menjelang pemilu 2009, ketika isu anti-neoliberalisme
ditabuh keras-keras, isu tentang “orang-orang titipan amerika” juga sebetulnya
sudah mencuat.
Akan tetapi, jika
Wikileaks bisa menyebut “menteri-menteri itu sebagai sekutu potensil AS”,
lantas bagaimana dengan Presiden dan Wakil Presiden-nya? Bukankah
menteri-menteri itu diangkat atas otoritas Presiden dan Wakil Presiden. Apakah
Presiden dan Wakil Presiden tidak tahu-menahu soal ini?
Menurut kami, Presiden dan
Wakil Presiden tidak mungkin tidak tahu-menahu soal ini. Bahkan, seperti dugaan
banyak orang, Presiden dan Wakil Presiden pun adalah bagian dari kepentingan
Amerika Serikat. Bahkan, kemenangan SBY dalam pilpres 2004 dan 2009 tidak lepas
dari “jasa baik” Amerika Serikat.
Menteri-menteri yang
disebut namanya itu bisa saja menyangkal, lalu menuding informasi Wikileaks itu
“ngawur”. Akan tetapi, jika dikonfirmasi dengan fakta kebijakan ekonomi-politik
di Indonesia saat ini, maka Wikileaks benar adanya.
Neoliberalisme, sebuah
sistem ekonomi yang dipaksakan dari Washington, menjadi ideologi Pemerintahan
saat ini. Hampir tidak ada menteri yang tidak menganut neoliberalisme. Meskipun
mereka beribu-ribu kali menyangkal sebagai penganut neoliberal, tetapi fakta
jutaan kali membenarkan bahwa mereka adalah penganut neoliberal tulen.
Tidak berdaulatnya
Indonesia di bidang politik menyebabkan Indonesia juga tidak berdaulat di
bidang ekonomi. Hampir sebagian besar sumber daya alam Indonesia dikuasai oleh
asing dan dipergunakan untuk kemakmuran segelintir perusahaan dari
negeri-negeri imperialis.
Maka benar sudah apa yang
ditulis Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam manifestonya: “Presiden Indonesia
seakan menjadi pejabat gubernur jenderal AS di Indonesia, yang mana tindakan
dan kebijakan politiknya selalu mengacu pada hal-hal yang sudah digariskan oleh
Washington.”
Kolonialisme secara formal
memang telah lenyap, tetapi praktek baru kolonialisme masih terus-menerus
terjadi sampai sekarang. Itulah yang disebut neo-kolonialisme. Jika di jaman
kolonial, Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu adalah seorang Belanda, maka
Gubernur Jenderal di provinsi Amerika yang bernama Indonesia ini adalah
orang-orang Indonesia sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar