Label

Selasa, 11 Maret 2014

Saudi Arabia Mendanai Mossad Israel


Tulisan berikut disarikan dan diterjemahkan secara bebas dari artikel karya Barry Lando, "Saudis Bankrolling Israel’s Mossad: More Confirmation ?" yang dimuat dalam situs myDFL.

Pada 12 Oktober 2012, saya berspekulasi soal adanya kemungkinan kuat Arab Saudi mendanai Mossad "Israel". Dana tersebut dikeluarkan, antara lain, untuk membunuh beberapa pakar nuklir Iran selama beberapa tahun terakhir.

Kerjasama itu, sebagaimana saya tulis, merupakan perkembangan ganjil terbaru dalam aliansi rahasia antara rezim zionis "Israel" dengan Arab Saudi yang mengklaim dirinya sebagai penjaga situs Islam paling suci. Huffington Post menolak untuk menjalankan blog itu karena saya hanya punya satu sumber yang tidak mengizinkan untuk disebutkan namanya. Sebaliknya, saya mempostingnya dalam situs saya sendiri dan yang lain.

Blog itu terkena virus, terutama di Israel, Iran, dan Arab Saudi, yang dikutip beberapa kantor berita. Sekarang, klaim tersebut telah mendapat sokongan baru dari sumber "Isarel" yang punya reputasi. Tapi sebelum ke situ, inilah blog asli saya.

"Seorang teman, dengan sumber yang bagus dalam pemerintahan "Israel", mengklaim bahwa kepala Mossad "Israel" telah membuat beberapa perjalanan untuk berurusan dengan rekan-rekannya di Arab Saudi--salah satu hasilnya: terjalin kesepakatan bahwa Saudi akan membiayai serangkaian pembunuhan beberapa pakar nuklir Iran yang telah terjadi selama beberapa tahun terakhir. Jumlah [dana] yang dikucurkan, klaim sumber saya, sebesar 1 miliar dollar AS. Total biaya, katanya, yang dianggap cukup murah untuk kerusakan yang dilakukan terhadap program nuklir Iran."

"Sekilas, kisah tersebut terdengar tidak masuk akal. Di sisi lain, itu sangat masuk akal. Rawa keruh politik Timur Tengah tidak berhubungan dengan slogan-slogan sederhana dan 30 detik suara debat calon presiden.

Setelah semua itu, tak satupun tempat yang melebihi Timur Tengah yang memberlakukan pepatah: musuh dari musuh saya adalah teman saya. Keduanya, "Israel" dan Saudi, terus-terusan membenci pemimpin revolusioner Syiah Iran. Gayung pun bersambut. Teheran telah lama dituduh memicu kegelisahan warga Syiah Saudi.

"Pemimpin zionis 'Israel' dan Arab [Saudi] utamanya ketakutan kalau-kalau (berdasarkan tuduhan tak beralasan dan tanpa bukti bahwa) Iran mengembangkan senjata nuklir. Jadi, itu alamiah saja (bersama AS) mereka akan mendukung program terkoordinasi untuk setidaknya memperlambat , jika tidak mencacatkan secara permanen, program nuklir Iran."

"Juga masuk akal secara sempurna, jika sebagai pembalasan atas serangan cyber pada sentrifugalnya, Iran dikabarkan meluncurkan serangan cyber sendiri dengan target [situs-situs] milik Saudi: Saudi Aramco, perusahaan [minyak] dunia yang paling berharga. Terakhir, pada 15 Agustus 2013, seseorang dengan akses istimewa ke komputer Aramco mampu melepaskan virus yang mendatangkan malapetaka bagi sistem perusahaan. Pakar intelijen AS mengarahkan jari telunjuknya ke Teheran."

"Memang, laporan awal tahun Tel Aviv University itu menempatkan Arab Saudi sebagai harapan terakhir dan garis pertahanan 'Israel'. Bersama sebagian besar sekutu tradisional 'Israel' di wilayah tersebut yang menirimkan pake atau dirusak Musim Semi Arab (Kebangkitan Islam--red.), Saudi merupakan kesempatan terakhir Negara [fiktif zionis] Yahudi itu untuk melindungi kepentingan politiknya di dunia Arab."

Sekarang muncul konfirmasi lebih lanjut terhadap aliansi ganjil tersebut, dari blog Tikun Olam milik Richard Silverstein yang sangat baik. Silverstein mendapatkan banyak masukan dari sejumlah wartawan "Israel" yang seringkali menyampaikan informasi yang tidak boleh dipublikasikan di "Israel". Silverstein juga terus memantau media "Israel".

Ia terus mengikuti kerjasama erat "Israel" dengan Arab Saudi dalam menarget Suriah dan Iran. Dalam log terbarunya, ia melaporkan,

"Shalom Yerushalmi yang menulis di Maariv, bahkan menjatuhkan bom yag lebih menakjubkan.

Arab Saudi tidak hanya mengkoordinasikan upaya intelijennya sendiri dengan 'Israel'. Ia (Aa Saudi) benar-benar membiayai banyak kampanye 'Israel' yang sangat mahal terhadap Iran. Seperti yang Anda tahu, semua itu telah melibatkan sabotase besar-besaran terhadap basis rudal IRGC, pembunuhan lima ilmuwan nuklir, penciptaan serangkaian senjata cyber komputer seperti Stuxnet dan Flame. Juga dapat dibayangkan, semua itu melibatkan seluruh kelas senjata elektronik dan konvensional yang dapat digunakan dalam serangan besar-besaran terhadap Iran Siapa tahu, ini mungkin termasuk melibatkan pelbagai jenis bom penghancur bunker yang hanya AS saat ini yang memiliki akses terhadapnya, yang dapat menembus fasilitas [nuklir] Fordo. Mungkin juga termasuk sejumlah besar super-tanker yang dapat menyediakan bahan bakar yang diperlukan untuk pesawat-pesawat 'Israel' untuk pulang-pergi Iran. Semua ini mahal. Sangat mahal."

Sebagai latar belakang dari ceritanya, Yerushalmi, seraya mengutip pidato terbaru Perdana Menteri "Israel" Bibi Nethanyahu, mengacu pada kemungkinan bahwa negara-negara Arab, yang secara pribadi menjaga hubungan lebih baik dengan "Israel" saat ini ketimbang dengan Uni Eropa, akan melakukannya secara terbuka jika upaya perdamaian gagal.

"Nethanyahu," tulis wartawan "Israel", "merujuk hampir pasti ke Arab Saudi yang mendanai biaya kampanye besar-besaran yang kami sedang lakukan terhadap Iran."

"Pertanyaan" yang dituliskan Silverstein dalam blognya, "adalah, seberapa jauh Arab Saudi mampu melakukannya. Jika Bibi pernah memutuskan untuk melancarkan serangan, akankah dana tersebut berasal dari negara Sunni itu juga? Jawabannya tampaknya jelas, ya.

"Pertanyaan selanjutnya adalah, mengingat adanya sensor militer serbaketat di 'Israel', mengapa sensor itu membolehkan Maariv mempublikasikannya? Entah seseorang terlelap saat ganti jaga atau IDF serta pejabat politik dan intelijen 'Israel' ingin dunia tahu tentang upaya Saudi-'Israel' itu. Siapa yang khususnya ingin mereka tahu? Obama tentu saja... 'Israel' tidak perlu lagi hanya mengandalkan AS jika memutuskan untuk berperang. Arab Saudi akan berdiri tepat di belakangnya...."

"Saya tidak berpikir bahwa berita ini secara substansial akan mengubah kalkulus militer. 'Israel', bahkan dengan dana tak terbatas, tetap tak dapat mengumpulkan senjata dan amunisi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan benar. Itu akan memakan waktu. Namun 'Israel' tidak akan perang esok hari. Berita yang dilaporkan Maariv ini agaknya [mengilustrasikan] Bibi sedang memainkan satu kartu di tangannya. Ini upaya memperingatkan presiden (Obama) bahwa AS bukan lagi satu-satunya pemain di kota...." (IT/FDL/rj).

Minggu, 09 Maret 2014

Sikap Hormat Putin Kepada Khamenei


Oleh Alwi Taufik Ba'abud

Vladimir Putin berkata: Saya Melihat Seluruh Ciri Khas Al-Masih Ada Pada Diri Ayatollah Khamenei

Vladimir Putin, Presiden Rusia setelah bertemu dengan Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatollah al-Uzhma Sayyid Ali Khamenei mengakui kebijakan dan ketajaman pandangannya. Putin mengatakan, “Seorang pemikir besar hidup di Iran. Saya tidak pernah membayangkan bagaimana beliau memiliki cara pandang yang sangat konprehensif terhadap berbagai masalah. Beliau adalah seorang bijak dan pemikir. Seluruh keputusan dan kebijakan berada di tangannya.” Putin menambahkan, “Saya kagum bagaimana dengan kebijakan dan ketajaman pandangannya membuat tidak ada bahaya yang mengarah kepada Iran.”

Seperti dilaporkan oleh situs Taklif yang mengutip berbagai sumber menulis, Protokoler Rusia menjelaskan kepada Putin mengenai Ayatollah al-Uzhma Sayyid Ali Khamenei dan posisinya di Republik Islam Iran, serta konsep Wilayatul Faqih. Mendapat penjelasan itu malah semakin membuat Putin memikirkan bagaimana dia harus berlaku di hadapan Ayatollah Khamenei. Sejak lepas landas dari bandar udara Rusia hingga tiba di bandara Iran sampai tiba di tempat peristirahatannya, Putin senantiasa bertanya-tanya kepada rombongannya tentang bagaimana dia harus bersikap di hadapan Ayatollah Khamenei. Kapan saya akan bertemu dengan beliau? Bagaimana saya harus menyebutnya?

Vladimir Putin benar-benar bingung menghadap saat-saat pertemuan itu. Kebingungan itu membuat dia menyatakan bahwa bila dalam pertemuan dengan Ayatollah Khamenei aturan protokolernya menentukan pertemuan dengan tidak memakai sepatu pun dia akan melakukannya.

Masih dari laporan sumber-sumber, Putin tidak ada hubungan dengan agama dan atheis. Setelah pertemuan dengan Ayatollah Khamenei mengatakan, “Sesuai dengan kajian saya tentang al-Masih, dalam pertemuan itu saya melihat semua ciri khas yang ditulis mengenai al-Masih dapat terlihat dalam pribadi Ayatollah Khamenei.” Putin menambahkan, “Dalam pertemuan saya dengan beliau, saya baru bisa memahami arti sesungguhnya Undang-Undang Dasar Iran, konsep Wilayatul Faqih dan kepemimpinan ulama.” 



Jumat, 07 Maret 2014

Ada Senyum di Qom


Oi, akhirnya di sinilah saya, seorang Sunni dari Bekasi melangkah menyusuri Qom, kota suci saudara-saudaraku umat muslim Syiah. Berjalan di antara para Waja (ulama) dan Ayatullah dengan jubah mereka yang terkesan intelek dan flamboyan, menyelinap di antara gadis-gadis Parsi yang ber-cadoor hitam bernuansa misteri.  

Teks dan Foto: Pandu Dewantara

Qom, kota propinsi berpenduduk 860 ribu orang ini terletak di padang Sahara tengah yang berjarak 140 km sebelah utara Teheran ibu kota Iran. Di musim panas, suhu udara bisa mendekati 40 derajat Celsius. Meski begitu, di musim dingin suhu udara bisa anjlok hingga di bawah nol dan sesekali turun salju meskipun tak lebat seperti di Teheran.

Qom yang mendunia sebagai 'Kota Santri", tak kalah populer dengan Al Azhar di Mesir. Ribuan pelajar asing dari negara-negara Islam, termasuk sekitar 240 orang pelajar Indonesia, tengah nyantri di hauzah ilmiyah (madrasah atau pesantren) yang puluhan jumlahnya. Karena Qom merupakan pusat pendidikan Syiah terbesar di dunia, hampir semua tokoh Iran mengenyam pendidikan keagamaan di kota ini hingga tidak heran jika Qom dikatakan sebagai pusat pengkaderan calon pemimpin agama sekaligus pemimpin politik.

Sederet nama-nama besar seperti Imam Khomeini (Pemimpin Revolusi Iran), Ayatullah Ali Khamenei (Pemimpin Tertinggi Republik Islam Iran saat ini), Ayatullah Rafsanjani (mantan Presiden Iran 2 periode), Hujjatul Islam Sayyid Khatami (Presiden Iran sebelum Ahmadi Nejad), Sayyid Hasan Nasrallah (pemimpin Hizbullah Lebanon) dan Ayatollah Murtadha Muthahhari, bahkan Husein Tabatabai, seorang anak yang dalam usia tujuh tahun meraih gelar doktor dengan nilai 93 di Hijaz College Islamic University, terlahir dari pusat pendidikan keagamaan di Qom.

Kota yang juga dijuluki "Kota Sejuta Mullah" ini adalah kota dengan sejarah panjang kekerasan di masa silam. Dari zaman pra-Islam, saat penduduk asli Persia masih menyembah api, Zoroaster), era Khalifah Umar bin Khatab, penyerbuan bangsa Mongol, masa pendudukan Rusia hingga terakhir, di kota inilah tentara Iran pertama kali menyerah kepada milisi Revolusi Islam yang sekaligus mengakhiri rezim Shah Pahlevi.

Pada zaman Shah Iran menjelang revolusi Februari 1979, tentara Iran menyerbu madrasah-madrasah di sekitar makam Hajrat Fatimah Maksumah. Diantaranya adalah Faiziyah, salah satu hauzah ilmiyah paling terkenal yang didirikan pada abad ke-13 Hijriyah. Menurut cerita, tentara Shah melemparkan santri dari menara setinggi delapan meter. Pembantaian santri di Qom menjelang tumbangnya Shah ini membangkitkan perlawanan yang terus berlanjut sampai Raja Shah Pahlevi melarikan diri ke Mesir dan Imam Khomeini memulai babak baru Republik Islam Iran.

Setelah Khomeini berkuasa, Qom-pun masih tak lepas dari cobaan. Saat perang Irak-Iran, puluhan roket Irak menghujani kota Qom karena Presiden Irak Saddam Hussein yakin dari Qom inilah semangat revolusi melawan para tiran dimulai.

Tentang sisi spiritual Qom, Imam Jafar Shodiq, imam ke-6 dalam ajaran Syiah pernah berujar, "Allah SWT mempunyai haram (tempat suci) di kota Mekah, Rasulullah SAW di Madinah, Imam Ali AS di Najaf, sedangkan kita (Ahlulbait) mempunyai haram di kota Qom". Hingga kemudian seorang putri keturunan Rasullullah bernama Hajrat Fatimah Masumah yang merupakan adik perempuan Imam Reza ar-Ridha Imam ke 8 dalam tradisi Syiah, meninggal dunia dan dimakamkan di sini.

Seperti halnya makam sang kakak di kota Ramyshad, setiap hari para peziarah dari berbagai daerah di Iran, bahkan luar Iran, berdoa memohon keberkahan di sini, karena tempat ini juga dianggap sebagai pengganti makam Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah yang tak jelas keberadaannya.

Selain itu, di Qom terdapat masjid yang dipercaya tempat Imam Mahdi akan turun ke bumi kelak. Masjid Imam Zaman, Jamkaran, terletak di pinggiran kota Qum. Masjid ini memiliki nilai mistis lebih tinggi dibanding masjid-masjid lainnya di Iran karena dipercaya didirikan berdasarkan petunjuk langsung dari Imam Mahdi, imam ke-12 atau imam terakhir kaum Syiah yang dipercaya kini sedang gaib dan akan muncul di akhir zaman sebagai juru selamat umat manusia.

Tunai sudah penerbangan 12 jam plus transit 2 jam di Doha, Qattar. Setelah disuguhi wajah-wajah keras petugas imigrasi, porter, pedagang "money changer" (yang sempat membuat saya terkaget-kaget karena Iran punya uang pecahan 500.000-an!), supir taksi, bell boy, dan manajer hotel, ternyata masih ada senyum di Qom. 


Agenda Maret Kubah Budaya


Kubah Budaya Mempersembahkan Diskusi “Ratu Adil Menurut Murtadha Muthahhari” Bersama Ahmad Fadhil, M. Hum Bertempat di Teras Kubah Budaya, Kamis 13 Maret 2014 Pukul 15.30


Bedah Buku Kumpulan Cerpen Gadis Pingitan karya Aksan Taqwin Embe di Perpusda Banten 17 Maret 2014 Bersama Sulaiman Djaya (Pegiat Majlis Keagamaan dan Kebudayaan) dan Niduparas Erlang (Cerpenis dan Pemred Banten Muda) Pukul 08.00 Hingga Selesai 

Peserta Writing Camp Kubah Budaya Foto Bersama

Mulla Sadra




Berbeda dengan mainstream paradigma filsafat Barat, Mulla Shadra menempatkan ilmu dan agama tidak dalam posisi “konflik”. Memang, keduanya mempunyai tolak ukur kebenaran sendiri, namun kebenaran yang diperoleh tidaklah saling bertentangan. Inilah basis petualangan pemikiran Mulla Sadra dalam upayanya untuk menemukan kebenaran ilmu dan agama yang bersifat kooperatif alias saling mendukung. Ini terlihat dari pandangannya yang tidak menolak rasionalisme dan empirisisme sebagai sarana untuk memperoleh kebenaran, selain ia juga menambahkan metode sufistik untuk mencapai kebenaran hakiki.

Dalam hal ini, dapatlah dikatakan bahwa Mulla Shadra melakukan sintesis terhadap sumber pengetahuan yang meliputi iluminasi intelektual (kasyf, zauq atau isyraq), penalaran atau pembuktian rasional (‘aql, burhan, atau istidlal) dan agama atau wahyu (syar’ atau wahy). Sejalan dengan pilihan metodis dan peradigmanya tersebut, kebenaran ilmu dan agama dianalogikan sebagaimana sinar yang ‘satu’ yang menyinari suatu ruangan yang memiliki jendela dengan beragam warna. Setiap jendela akan memancarkan warna yang bermacam-macam sesuai dengan warna kacanya.

Demikianlah ia menggambarkan bahwa kebenaran berasal dari Yang Satu, dan tampak muncul beragam kebenaran tergantung sejauh mana manusia mampu menangkap kebenaran itu. Kebenaran yang ditangkap ilmuwan hanyalah sebagian yang mampu ditangkap dari kebenaran Tuhan. Begitu pula kebenaran yang ditangkap oleh agamawan. Dengan demikian, kebenaran yang ditangkap ilmuwan dan agamawan bersifat komplementer, saling melengkapi.

Secara historis dan biografis, Mulla Shadra adalah tokoh yang hidup sezaman dengan Galileo Galilei. Artinya, ketika di Barat sedang terjadi kebuntuan pemahaman tentang ilmu dan agama, Mulla Shadra telah mempunyai konsep yang cemerlang untuk menjawab kebuntuan tersebut. Satu kondisi atmosfir keilmuan yang sangat kontras karena di Barat sedang terjadi konfrontasi antara ilmu dan agama, sementara di dunia Islam sendiri, yang dalam hal ini filsafat Mulla Sadra, hubungan ilmu dan agama justru mengalami penguatan, saling menlengkapi dan menguatkan satu sama lain.

Sebagai bagian dari fragmentasi perkembangan pemikiran Islam, filsafat Mulla Sadra secara cerdas dan jernih menempatkan kedudukan ilmu dan agama pada posisi yang harmonis. Tidak salah tentunya apabila ada ungkapan bahwa kemajuan pemikiran Islam terjadi manakala agama secara mutualis menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan ilmu. Agama bukan penghambat perkembangan ilmu sebagaimana terjadi di Barat tetapi justru merupakan pendorong sekaligus ruh bagi karakteristik keilmuan Islam. Bukankah banyak ayat-ayat al Qur’an sendiri yang menyerukan agar manusia berpikir dan membaca dirinya, lingkungannya, dan semesta di mana ia hidup?