Label

Kamis, 31 Juli 2014

Judaisme, Kristianisme, dan Paganisme Arab Pra-Islam


Oleh Muhammad Husain Haekal

Orang-orang   Yahudi  di  negeri-negeri  Arab  merupakan  kaum imigran yang besar, kebanyakan mereka  tinggal  di  Yaman  dan Yathrib.  Di  samping  itu  kemudian  agama Majusi (Mazdaisma) Persia tegak menghadapi arus  kekuatan  Kristen  supaya  tidak sampai menyeberangi Furat (Euphrates) ke Persia, dan kekuatan moril demikian itu didukung oleh  keadaan  paganisma  di  mana saja  ia  berada. Jatuhnya Rumawi dan hilangnya kekuasaan yang di tangannya, ialah sesudah pindahnya  pusat  peradaban  dunia itu ke Bizantium.

Gejala-gejala  kemunduran berikutnya ialah bertambah banyaknya sekta-sekta Kristen yang sampai menimbulkan  pertentangan  dan peperangan antara sesama mereka. Ini membawa akibat merosotnya martabat iman yang tinggi ke dalam kancah  perdebatan  tentang bentuk  dan  ucapan,  tentang  sampai di mana kesucian Mariam: adakah ia yang lebih utama dari anaknya Isa Almasih atau  anak yang  lebih  utama dari ibu - suatu perdebatan yang terjadi di mana-mana, suatu pertanda yang akan membawa  akibat  hancurnya apa yang sudah biasa berlaku.

Ini  tentu  disebabkan  oleh karena isi dibuang dan kulit yang diambil, dan terus menimbun kulit itu  di  atas  isi  sehingga akhirnya  mustahil  sekali  orang  akan dapat melihat isi atau akan menembusi timbunan kulit itu.

Apa yang telah menjadi pokok  perdebatan  kaum  Nasrani  Syam, lain  lagi dengan yang menjadi perdebatan kaum Nasrani di Hira dan Abisinia. Dan orang-orang Yahudipun,  melihat  hubungannya dengan  orang-orang  Nasrani,  tidak  akan berusaha mengurangi atau menenteramkan perdebatan semacam  itu.  Oleh  karena  itu sudah wajar pula orang-orang Arab yang berhubungan dengan kaum Nasrani Syam dan Yaman  dalam  perjalanan  mereka  pada  musim dingin  atau  musim panas atau dengan orang-orang Nasrani yang datang dari Abisinia, tetap tidak akan sudi memihak salah satu di  antara  golongan-golongan  itu.  Mereka  sudah puas dengan kehidupan agama berhala yang  ada  pada  mereka  sejak  mereka dilahirkan, mengikuti cara hidup nenek-moyang mereka.

Oleh  karena  itu, kehidupan menyembah berhala itu tetap subur di kalangan mereka, sehingga pengaruh demikian  inipun  sampai kepada  tetangga-tetangga  mereka  yang  beragama  Kristen  di Najran  dan  agama  Yahudi  di  Yathrib,  yang  pada   mulanya memberikan   kelonggaran   kepada   mereka,   kemudian   turut menerimanya. Hubungan  mereka  dengan  orang-orang  Arab  yang menyembah  berhala  untuk  mendekatkan  diri  kepada Tuhan itu baik-baik saja.

Yang menyebabkan orang-orang  Arab  itu  tetap  bertahan  pada paganismanya  bukan  saja  karena  ada  pertentangan di antara golongan-golongan Kristen.  Kepercayaan  paganisma  itu  masih tetap  hidup  di  kalangan  bangsa-bangsa  yang sudah menerima ajaran  Kristen.  Paganisma  Mesir  dan Yunani  masih tetap berpengaruh  ditengah-tengah  pelbagai  mazhab  yang  beraneka macam dan di  antara  pelbagai  sekta-sekta  Kristen  sendiri. Aliran Alexandria   dan   filsafat  Alexandria  masih  tetap berpengaruh,  meskipun  sudah  banyak  berkurang  dibandingkan dengan   masa  Ptolemies  dan  masa  permulaan  agama  Masehi. Bagaimanapun juga pengaruh itu tetap  merasuk  ke  dalam  hati mereka.   Logikanya   yang  tampak  cemerlang  sekalipun  pada dasarnya  masih  bersifat  sofistik  -  dapat   juga   menarik kepercayaan   paganisma   yang   polytheistik,   yang   dengan kecintaannya itu dapat didekatkan kepada kekuasaan manusia.

Saya kira inilah yang lebih  kuat  mengikat  jiwa  yang  masih lemah itu pada paganisma, dalam setiap zaman, sampai saat kita sekarang ini. Jiwa  yang  lemah  itu  tidak  sanggup  mencapai tingkat  yang  lebih  tinggi,  jiwa yang akan menghubungkannya pada semesta alam sehingga ia dapat memahami  adanya  kesatuan yang menjelma dalam segala yang lebih tinggi, yang sublim dari semua yang ada dalam wujud ini,  menjelma  dalam  Wujud  Tuhan Yang  Maha  Esa.  Kepercayaan  demikian  itu hanya sampai pada suatu manifestasi alam saja  seperti matahari, bulan atau  api misalnya.  Lalu  tak  berdaya  lagi mencapai segala yang lebih tinggi, yang akan memperlihatkan adanya manifestasi alam dalam kesatuannya itu.

Bagi  jiwa  yang lemah ini cukup hanya dengan berhala saja. Ia akan membawa gambaran yang  masih  kabur  dan  rendah  tentang pengertian  wujud  dan  kesatuannya.  Dalam hubungannya dengan berhala itu lalu dilengkapi lagi dengan segala gambaran kudus, yang  sampai  sekarang  masih  dapat  kita saksikan di seluruh dunia, sekalipun dunia yang mendakwakan dirinya  modern  dalam ilmu pengetahuan dan sudah maju pula dalam peradaban. Misalnya mereka yang pernah berziarah ke gereja Santa Petrus  di  Roma, mereka  melihat  kaki  patung  Santa  Petrus yang didirikan di tempat  itu   sudah   bergurat-gurat   karena   diciumi oleh penganut -penganutnya,  sehingga  setiap  waktu terpaksa gereja memperbaiki kembali mana-mana yang rusak.

Melihat semua itu kita dapat memaklumi. Mereka belum nmendapat petunjuk  Tuhan  kepada  iman  yang  sebenarnya Mereka melihat pertentangan-pertentangan kaum Kristen yang  menjadi  tetangga mereka  serta  cara-cara  hidup  paganisma yang masih ada pada mereka, di tengah-tengah mereka sendiri yang  masih  menyembah berhala  itu  sebagai warisan dari nenek-moyang mereka. Betapa kita tak akan memaafkan mereka.  Situasi  demikian  ini  sudah begitu  berakar  di  seluruh  dunia, tak putus-putusnya sampai saat ini, dan saya kira memang  tidak  akan  pernah  berakhir. Kaum  Muslimin  dewasa  inipun  membiarkan paganisma itu dalam agama mereka, agama yang datang  hendak  menghapus  paganisma, yang  datang  hendak  menghilangkan  segala penyembahan kepada siapa saja selain kepada Allah Yang Maha Esa.

Cara-cara penyembahan berhala orang-orang Arab  dahulu  itu banyak sekali macamnya. Bagi kita yang mengadakan penyelidikan dewasa ini sukar sekali akan dapat mengetahui  seluk-beluknya. Nabi  sendiri  telah  menghancurkan  berhala-berhala  itu  dan menganjurkan  para  sahabat  menghancurkannya di  mana saja adanya.  Kaum Muslimin  sudah  tidak  lagi bicara tentang itu sesudah semua  yang  berhubungan  dengan  pengaruh  itu  dalam sejarah  dan  lektur  dihilangkan.  Tetapi apa yang disebutkan dalam Quran dan yang dibawa oleh ahli-ahli sejarah dalam  abad kedua  Hijrah  - sesudah kaum Muslimin tidak lagi akan tergoda karenanya - menunjukkan, bahwa sebelum Islam,  paganisma  dalam bentuknya yang pelbagai macam, mempunyai tempat yang tinggi.

Di    samping    itu    menunjukkan   pula   bahwa   kekudusan berhala-berhala itu bertingkat-tingkat adanya. Setiap  kabilah atau  suku mempunyai patung sendiri sebagai pusat penyembahan. Sesembahan-sesembahan zaman jahiliah inipun berbeda-beda  pula antara  sebutan  shanam (patung), wathan (berhala) dan nushub. Shanam ialah dalam bentuk manusia dibuat dari logam atau kayu, Wathan  demikian  juga  dibuat dari batu, sedang nushub adalah batu karang tanpa  suatu  bentuk  tertentu.  Beberapa  kabilah melakukan cara-cara   ibadahnya sendiri-sendiri. Mereka beranggapan batu  karang  itu  berasal  dari  langit  meskipun agaknya  itu adalah batu kawah atau yang serupa itu. Di antara berhala-berhala yang baik buatannya agaknya yang berasal  dari Yaman.  Hal  ini tidak mengherankan. Kemajuan peradaban mereka tidak dikenal di Hijaz, Najd atau  di  Kinda.  Sayang  sekali, buku-buku   tentang   berhala   ini  tidak  melukiskan  secara terperinci bentuk-bentuk berhala itu,  kecuali  tentang  Hubal yang  dibuat  dari  batu  akik dalam bentuk manusia, dan bahwa lengannya pernah rusak dan oleh  orang-orang  Quraisy  diganti dengan  lengan dari emas. Hubal ini ialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka'bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu.

Tidak   cukup  dengan  berhala-berhala  besar  itu  saja  buat orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang  dan  memberikan kurban-kurban,  tetapi  kebanyakan  mereka  itu mempunyai pula patung-patung dan berhala-berhala dalam  rumah  masing-masing. Mereka  mengelilingi  patungnya  itu  ketika  akan keluar atau sesudah kembali pulang, dan dibawanya  pula  dalam  perjalanan bila  patung  itu  mengijinkan ia bepergian. Semua patung itu, baik yang ada dalam  Ka'bah  atau  yang  ada  disekelilingnya, begitu  juga  yang  ada  di  semua  penjuru  negeri  Arab atau kabilah-kabilah dianggap sebagai perantara antara  penganutnya dengan  dewa  besar.  Mereka beranggapan penyembahannya kepada dewa-dewa itu sebagai pendekatan kepada  Tuhan  dan  menyembah kepada  Tuhan  sudah  mereka  lupakan  karena  telah menyembah berhala-berhala itu.

Meskipun Yaman  mempunyai  peradaban  yang  paling  tinggi  di antara  seluruh  jazirah  Arab, yang disebabkan oleh kesuburan negerinya serta pengaturan pengairannya yang  baik,  namun  ia tidak   menjadi  pusat  perhatian  negeri-negeri  sahara  yang terbentang  luas  itu,  juga  tidak  menjadi  pusat  keagamaan mereka.  Tetapi  yang menjadi pusat adalah Mekah dengan Ka'bah sebagai rumah Ismail. Ke tempat itu orang  berkunjung  dan  ke tempat  itu  pula  orang melepaskan pandang. Bulan-bulan suci sangat dipelihara melebihi tempat lain.

Oleh karena itu, dan sebagai markas perdagangan  jazirah  Arab yang istimewa, Mekah dianggap sebagai ibukota seluruh jazirah. Kemudian takdirpun menghendaki pula ia menjadi tanah kelahiran Nabi Muhammad,   dan  dengan  demikian  ia  menjadi  sasaran pandangan dunia sepanjang zaman. Ka'bah  tetap  disucikan  dan suku  Quraisy masih menempati kedudukan yang tinggi, sekalipun mereka semua tetap sebagai orang-orang Badwi yang kasar  sejak berabad-abad lamanya.

Rabu, 30 Juli 2014

Mutiara Hadits Ahlulbait


Imam Ali bin Abi Thalib As:

Janganlah engkau mencari kehidupan hanya sekedar untuk makan.  Akan tetapi carilah makan agar engkau dapat hidup.

Sesuatu yang paling merata manfaatnya adalah kematian orang-orang jahat.

Janganlah engkau mengecam Iblis secara terang-terangan, padahal engkau adalah temannya dalam kesunyian.

Akal seorang penulis itu terletak pada pena-nya.

Kawan sejati adalah belahan ruh, sedangkan saudara adalah belahan badan.

Janganlah engkau mengucapkan sesuatu yang engkau sendiri tidak suka jika orang lain mengucapkannya atasmu.

Biadab adalah penyebab segala keburukan.

Galilah ilmu pengetahuan sejak kecil, pasti engkau akan beruntung ketika besar.

Lebih baik engkau memilih kalah (mengalah) sedang engkau sebagai orang yang bijak daripada engkau memilih menang, akan tetapi engkau sebagai pelaku kezaliman.

Ilmu adalah warisaan Rasullulah,sedang harta adalah warisan Firaun. Sebab itu ilmu lebih baik dari harta.

Engkau harus menjaga hartamu,sedang ilmu menjagamu. Jadi,ilmu lebih utama.

Seseorang yang berharta mempunyai banyak musuh,sedang orang yang berilmu mempunyai banyak kawan.Karenanya ilmu lebih bernilai.

Ilmu lebih mulia dari harta,karena ilmu akan berkembang bila dibagi-bagikan,sedang harta akan susut bila dibagi-bagikan.

Ilmu lebih baik sebab orang yang berilmu cenderung untuk menjadi dermawan,sedang orang berharta cenderung untuk menjadi kikir dan pelit.

Ilmu lebih aman karena dia tidak dapat dicuri,sedang harta dapat dicuri.

Ilmu lebih tahan lama karena tidak rusak oleh waktu atau sebab dipakai,sedang harta bisa rusak.
Ilmu lebih bernilai karena tanpa batas,sedang harta terbatas dan bisa dihitung.

Ilmu lebih bermutu karena dia dapat menerangi pikiran,sedang harta cenderung untuk membuat pikiran tidak fokus.

Ilmu lebih utama karena dia mengajak manusia untuk mengabdi kepada Tuhan mengingat makhluk-Nya yang lemah dan terbatas,sedang harta mendorong manusia menganggap dirinya sebagai Tuhan dengan memandang rendah orang-orang yang lebih miskin darinya.

Kekayaan yang paling besar adalah akal.

Akal ( kecerdasan ) tampak melalui pergaulan, sedangkan kejahatan seseorang diketahui ketika dia berkuasa.

Akal adalah raja, sedangkan tabiat adalah rakyatnya. Jika akal lemah untuk mengatur tabiat itu, maka akan timbul kecacatan padanya.

Akal lebih diutamakan daripada hawa nafsu karena akal menjadikanmu sebagai pemilik zaman, sedangkan hawa nafsu memperbudakmu untuk zaman.

Makanan pokok tubuh adalah makanan, sedangkan makanan pokok akal adalah hikmah. Maka, kapan saja hilang salah satu dari keduanya makanan pokoknya, binasalah ia dan lenyap.

Duduklah bersama orang-orang bijak, baik mereka itu musuh atau kawan. Sebab, akal bertemu dengan akal.

Tidak ada harta yang lebih berharga daripada akal.

Pertalian yang paling berharga adalah akal yang berpasangan dengan kemujuran.

Adab adalah gambaran dari akal.

Jika akal dibiarkan menjadi kendali, tidak tertawan oleh hawa nafsu, atau melampaui batas agama, atau fanatik terhadap nenek moyang, niscaya hal itu akan mengantarkan pelakunya pada keselamatan.

Jika engkau hendak menutup sebuah kitab, maka hendaklah engkau teliti kembali kitab itu. Karena sesungguhnya yang kau tutup adalah akalmu.

Jika Allah hendak menghilangkan nikmat dari seorang hambaNya, maka yang pertama kali diubah dari hambaNya itu adalah akalnya.

Akal adalah naluri, sedangkan yang mengasuhnya adalah berbagai pengalaman.

Akal adalah buah pikiran dan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui.

Ruh adalah kehidupan badan, sedangkan akal adalah kehidupan ruh.

Akal adalah rekaman terhadap berbagai pengalaman.

Rasulmu adalah juru terjemah akalmu.

Pahamilah kabar jika kalian mendengarnya dengan akal yang penuh dengan pemahaman, bukan akal yang sekedar meriwayatkan. Sesungguhnya periwayat ilmu banyak jumlahnya, sedangkan yang memahaminya sedikit.

Orang yang berakal bersaing dengan orang-orang saleh agar dapat menyusul mereka, dan dia ingin sekali dapat berserikat dengan mereka karena kecintaannya terhadap mereka, meskipun amalnya tidak mampu menyamai mereka.

Orang berakal, jika berbicara dengan suatu kalimat, maka ikut bersamanya hikmah dan nasehat.
Orang yang paling bijak akalnya dan yang paling sempurna keutamaannya adalah yang mengisi hari-harinya dengan perdamaian, bergaul dengan saudara-saudaranya dengan rekonsiliasi, dan menerima kekurangan zaman.

Tidaklah patut bagi orang yang berakal kecuali berada dalam salah satu dari dua kondisi ini, yaitu berada dalam cita-cita yang paling tinggi untuk mencari dunia, atau berada dalam cita-cita yang paling tinggi untuk meninggalkannya.

Tidaklah layak bagi seorang yang berakal untuk menuntut ketaatan orang lain (terhadapnya), sedangkan ketaatannya terhadap dirinya sendiri ditolak.

Orang yang berakal adalah orang yang mencurigai pendapatnya sendiri dan tidak mempercayai apa yang dipandang baik oleh dirinya.

Orang yang berakal adalah yang menjadikan pengalaman-pengalaman (hidup) sebagai nasehat baginya.

Sesungguhnya perkataan-perkataan orang berakal, jika benar, maka ia adalah obat; namun jika salah, maka ia adalah penyakit.

Permusuhan orang-orang pintar adalah permusuhan yang paling berat dan paling berbahaya karena ia hanya terjadi setelah didahului dengan hujah dan peringatan, dan setelah tidak mungkin lagi ada perdamaian di antara keduanya.

Sesungguhnya sesuatu yang tidak disukai (kesialan) memiliki batas yang pasti akan berakhir. Oleh karena itu, seseorang yang berakal hendaknya bersikap tenang sampai kesialan itu hilang (berlalu dengan sendirinya). Sebab, menghindar darinya sebelum habis waktunya hanya akan menambah kesialannya.

Orang yang paling disukai oleh orang berakal adalah musuhnya juga berakal. Sebab, jika musuhnya itu berakal, maka dia akan merasa aman dari kejahatannya.

Celaan orang-orang yang berakal lebih berat daripada hukuman seorang penguasa.

Permulaan pendapat orang berakal adalah akhir pendapat orang bodoh.

Bagi orang yang berakal, hidup dalam kesusahan bersama orang-orang berakal lebih disenangi daripada hidup dalam kelapangan bersama orang-orang bodoh.

Imam Husain bin Imam Ali As:

“Aku tidak melihat kematian melainkan kebahagiaan, sedang hidup bersama orang-orang zalim adalah kehinaan”.

“Manusia telah menjadi budak dunia, sedang agama hanya pengakuan lisan belaka.  Selagi agama memakmurkan kehidupannya, mereka akan memegangnya, namun bila mereka ditimpa musibah, betapa sedikitnya mereka yang teguh”.

Kepada putranya Ali Zainal Abidin as., Imam Husain as berkata: “Wahai anakku, berhati-hatilah dari berlaku zalim terhadap seseorang yang tidak menemukan pembela di hadapanmu kecuali Allah”.

Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husain As:

“Wahai anakku! Waspadalah terhadap lima macam manusia, dan janganlah kau bersahabat dan seperjalanan dengan mereka:

Jauhilah bersahabat dengan pendusta karena dia seperti fatamorgana mendekatkan orang yang jauh dari engkau dan menjauhkan orang dekatmu.

Jauhilah bersahabat dengan orang fasik karena dia akan menjualmu dengan sesuap nasi atau selainnya.

Jauhilah bersahabat dengan orang kikir karena dia akan membiarkanmu ketika engkau membutuhkannya.

Jauhilah bersahabat dengan orang dungu (tolol) karena dia hanya ingin memanfaatkanmu dan mencelakakanmu.

Dan jauhilah bersahabat dengan orang yang suka memutuskan silaturahmi, karena aku mendapatinya terlaknat di kitab Allah.

Dalam pesannya kepada sang putra Imam Muhammad Al-Baqir as., Imam Ali Zainal Abidin as. mengatakan, “Berbuat baiklah kepada setiap orang yang menuntut kebaikan. Jika ia adalah orang yang berhak menerima kebaikanmu, maka engkau telah melakukan hal yang semestinya, tapi jika ia tidak berhak menerima kebaikanmu, maka engkau sungguh telah berhak mendapatkan kebaikan.

“Jika seseorang mencacimu dari sebelah kanan dan beralih ke sebelah kiri, lalu meminta maafmu, maka terimalah permintaannya”.

Imam Ja’far as Shadiq bin Imam Muhammad al Baqir As:

“Waspadalah terhadap tiga orang; pengkhianat, pelaku zalim, dan pengadu domba. Sebab, seorang yang berkhianat demi dirimu, ia akan berkhianat terhadapmu, dan seorang yang berbuat zalim demi dirimu, ia akan berbuat zalim terhadapmu, juga seorang yang mengadu domba demi dirimu, ia pun akan melakukan hal yang sama terhadapmu”.

“Tiga manusia sebagai sumber kebaikan; manusia yang mengutamakan diam (tidak banyak bicara), manusia yang tidak melakukan ancaman, dan manusia yang banyak berdzikir kepada Allah”.

“Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu”. Salah seorang bertanya kepada Imam, ”Apakah tanda-tanda tawadhu itu?” Beliau menjawab: hendaknya kau senang pada majlis yang tidak memuliakanmu, memberi salam kepada orang yang kau jumpai, dan meninggalkan perdebatan sekalipun engkau di atas kebenaran”.

Seorang laki-laki seringkali mendatangi Imam Ja’far as, kemudian dia tidak pernah lagi datang. Tatkala  Imam as. menanyakan keadaannya, seseorang menjawab dengan nada sinis, “Dia seorang penggali sumur”. Imam as membalasnya, ”Hakekat  seorang lelaki ada  pada akal budinya, kehormatannya ada pada agamanya, kemuliannya ada pada ketakwaannya, dan semua manusia sama-sama sebagai bani Adam”.

“Hati-hatilah terhadap orang yang teraniaya, karena doanya akan terangkat sampai ke langit”.
“Ulama adalah kepercayaan para rasul. Dan  bila kau temukan mereka  telah percaya pada penguasa, maka curigailah ketakwaan mereka”.

“Tiga perkara yang mengeruhkan kehidupan; penguasa zalim, tetangga  yang buruk, dan perempuan pencarut. Dan tiga perkara yang tidak akan damai dunia ini tanpanya, yaitu keamanan, keadilan dan kemakmuran”.

Imam Musa Al Kazim bin Imam Ja’far as Shadiq As:

“Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu”.

“Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah  atas anugerah ini”.

“Bersikap tegaslah dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut haq orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya”.

“Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas”.

“Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular namun  menyimpan racun pembunuh di dalamnya”.

Imam Ali Ar Ridha bin Imam Musa al Kazhim As:

“Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada orang tuanya, maka dia tidak bersyukur kepada Allah swt.”

“Barang siapa yang selalu mengawasi dirinya, niscaya akan beruntung, dan barang siapa melalaikannya, pasti akan merugi”.

“Sebaik-baik akal adalah kesadaran seseorang akan dirinya sendiri”.

“Bila seorang mukmin marah, maka kemarahannya tidak akan mengeluarkan dirinya dari bersikap benar. Dan jika ia senang, maka kesenangannya tidak akan menghanyutkannya ke dalam kebatilan.  Dan jika ia punya kekuatan, ia tidak akan merebut lebih dari haknya”.

“Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang menceritakan kejelekan orang dan orang yang mendengarkannya serta orang yang banyak bertanya”.

Imam Muhammad Al Jawad bin Imam Ali ar Ridho As:

“Kehormatan seorang mukmin ialah ketakbergantungannya pada orang lain”.

“Seorang mukmin senantiasa membutuhkan tiga perkara: taufiq dari Allah, penasehat dari dalam dirinya, dan menyambut setiap orang yang menasehatinya”.

“Hari Keadilan itu lebih mengerikan bagi orang zalim daripada hari perlakuan zalim terhadap orang teraniaya”.

“Neraca kesempurnaan harga diri seseorang ialah meninggalkan apa saja yang tidak membuat dirinya indah”.

“Kematian manusia karena dosa-dosanya itu lebih banyak ketimbang kematiannya karena ajalnya, dan hidupnya seseorang karena kebajikannya itu lebih banyak daripada hidupnya dengan (takdir) umurnya”.

Imam Ali Al Hadi bin Imam Muhammad al Jawad As:

“Barang siapa yang taat kepada Allah, maka ia tidak akan kuatir terhadap kekecewaan makhluk”.

“Barang siapa yang tunduk pada hawa nafsunya, maka ia tidak akan selamat dari kejelekannya”.

“Barang siapa yang rela tunduk terhadap hawa nafsunya, maka akan banyak orang-orang yang tidak suka padanya”.

“Kemarahan itu terdapat pada orang-orang yang memiliki kehinaan”.

“Pelaku kebaikan itu lebih baik daripada kebaikan itu sendiri. Sedang pelaku keburukan itu lebih buruk daripada keburukan itu sendiri”.

 “Cercaan itu lebih baik dari pada kedingkian”.

Beliau berkata kepada Al-Mutawakkil, “Janganlah engkau menuntut janji kepada orang yang telah engkau khianati”.

Imam Hasan Al Askari bin Imam Ali al Hadi As: 

“Tidak ada kemuliaan bagi orang yang meninggalkan kebenaran, dan tidak ada kehinaan bagi orang yang mengamalkannya”.

“Dua perkara yang tidak ada sesuatu pun yang lebih unggul di atas keduanya: iman kepada Allah dan kawan yang bermanfaat”.

“Keberanian seorang anak terhadap orang tuanya di masa kecil akan mendorongnya kepada kedurhakaan terhadapnya di saat dewasa”.

“Bukan termasuk kebajikan menampakkan kegembiraan di hadapan seorang yang sedih”.

“Cukup bagimu sebuah pelajaran yang  menjauhkanmu dari segala yang tidak kau sukai dari orang lain”.

“Seluruh keburukan telah terkumpul  dalam satu rumah, dan kuncinya adalah dusta”.