Label

Senin, 30 Desember 2013

Teologi Alegoris Sam'ani




Sam’ani, sang penulis sufi itu, menafsirkan turunnya Adam dari Surga bukan semata-mata disebabkan dosa, tetapi lebih karena cinta. Justru karena Adam (manusia) dipercaya untuk menjadi khalifah (penghuni) dunia. Dan setelah menghuni dunia, Adam (manusia) pun mengetahui dan merasakan penderitaan (ujian) selain kesenangan (pahala). Sam’ani menulis:

“Tuhan membawa Adam masuk ke dalam taman kelembutan dan mendudukkannya di atas singgasana kebahagiaan. Dia memberinya guci-guci keriangan, satu demi satu. Kemudian mengeluarkannya, mendukai, membakar, meratapi. Sehingga, sebagaimana Tuhan membiarkan dia mencicipi kelembutan pada awalnya, maka Dia juga membuatnya merasakan tegukan kekerasan yang murni, tak tercampur, dan tanpa penyebab”.

Oleh Sulaiman Djaya (Penyair)

Turunnya Adam dari Surga dipahami sebagai anjuran dan tugas untuk berkarya di dunia. Pada yang fana. Keberadaan Adam di Surga lebih karena kebelumsiapannya dalam pandangan Tuhan untuk menghuni dan bertugas di bumi. Sam’ani menulis:

“Adam masih seorang anak kecil, sehingga Tuhan membawa dia ke jalan perawatan. Jalan anak-anak adalah satu hal, tungku perapian para pahlawan adalah hal lain. Adam kemudian dimasukkan ke Surga di pundak para malikat besar di kerajaan Tuhan. Surga dijadikan ayunan untuk kebesarannya dan bantal bagi kepemimpinannya, karena dia belum mampu menumpu tahta kekerasan”.

Adam tidak dianjurkan untuk menolak dunia dan yang fana. Justru keinginannya untuk kembali mendapatkan Surga hanya setelah dia mampu mencintai dunia dan berkarya di dalamnya. Adam (manusia) bisa diijinkan kembali ke Surga hanya setelah ia merampungkan tugasnya di dunia (bertaubat). Sam’ani pun melanjutkan:

“Dalam bejana-bejana keberadaanmu terdapat batu-batu permata dan berlian yang bersinar. Tersembunyi di dasar lautan keadaanmu adalah zamrud dan pecahan tanah. Dan tentang Kami, Kami mempunyai dua rumah: dari satu rumah kami menggelar taplak makan dari kenikmatan yang bagus, di rumah yang lain Kami menyalakan api kemurkaan. Jika Kami harus membiarkan kamu tinggal di Surga, sifat kekerasan kami tidak akan puas. Jadi tinggalkanlah tempat ini dan turunlah ke permukaan tungku perapian derita dan wadah penggemblengan yang jauh. Maka Kami akan mengeluarkan perbendaharaan, artefak, kesubtilan, dan kewajiban yang tersembunyi dalam hatimu”.

Dengan demikian dunia (yang fana) menjadi wadah, bejana, dan tempat tugas sekaligus pengujian Adam (manusia) justru untuk membuktikan apakah pertaubatannya diterima dan layak mendapatkan dan menghuni Surga setelah ia mengafirmasi dunia. Di saat Adam (manusia) mampu beralih dari tahap kanak-kanak (tahap surga) menjadi pahlawan (tahap dunia). Sam’ani pun meneruskan:

“Jika hanya ada ruh, hari-hari Adam akan menjadi bebas dari noda dan perbuatannya masih tetap sama tanpa persetubuhan. Tetapi perbuatan yang tanpa cela tidaklah cocok untuk dunia ini, dan sejak awal dia diciptakan untuk menjadi khalifah bagi dunia ini”.

Begitulah ketika Adam (manusia) tinggal di dunia (yang fana) ia menyadari kerentanannya pada kesalahan dan dosa. Tapi justru untuk semakin menyadarkan bahwa dirinya adalah manusia. Sam’ani pun menuturkan:

“Esok hari, Adam (manusia) akan kembali masuk Surga bersama semua anak keturunannya. Sebuah teriakan akan muncul dari seluruh partikel Surga. Karena kerumunan itu, para malaikat dari alam malakut akan menatap penuh kekaguman dan berkata: inikah orang yang dikeluarkan dari Surga beberapa hari yang lalu dalam kemiskinan dan kehinaan?”

Kemiskinan dan kehinaan adalah suatu beban yang diciptakan kepada manusia akan rasa tidak pernah puas dan kebebasan kehendak. Sam’ani menyebutnya:

(nyala api di dalam hati, luka nyeri di dada, dan debu di wajah).

Adam (manusia) senantiasa tidak pernah puas dan menginginkan yang tanpa-batas, justru karena ia sadar bahwa dirinya bukanlah apa-apa (miskin dan hina). Dan inilah yang membedakannya dengan para malaikat, yang tak menyadari kemiskinan dan kehinaannya. 


Memoar




Di tahun 80-an, di mana ketika itu saya masih kanak-kanak, kami biasa menggunakan penerangan untuk rumah-rumah kami dengan menggunakan lampu-lampu minyak. Di keluarga saya sendiri, yang setiap hari melakukan tugas menyediakan lampu-lampu minyak untuk kami itu adalah ibu kami. Setiap menjelang malam, kira-kira beberapa menit sebelum adzan magrib berkumandang, ibu kami mulai mengisi tabung lampu-lampu minyak kami dengan minyak tanah atau minyak kelapa buatan ibu kami sendiri. Antara dua minggu atau satu bulan, karena saya tak lagi ingat dengan tepat, ibu kami juga akan mengganti sumbu lampu-lampu minyak yang terbuat dari kain-kain bekas itu.

Oleh Sulaiman Djaya (Penyair)

Lampu-lampu minyak itu, bila kami sedang menjalani malam-malam kami di musim hujan, harus bertarung dengan hembusan angin ketika hujan turun di waktu malam. Biasanya, ibu kami akan melindungi nyala-nyala apinya dengan menggunakan pelindung dari plastik yang dibuat oleh ibu kami sendiri.

Pada saat itu, saya yang tengah belajar di meja belajar saya, diberi anugerah untuk mendengarkan pecahan-pecahan hujan di halaman dan di genting-genting rumah. Mungkin, saat itu, saya membayangkan pecahan-pecahan hujan itu sebagai para peri yang tengah riang menari dan bernyanyi di hening malam.

Kadang-kadang, sebagaimana angan-angan saya merekonstruksinya saat ini, saya berhenti sejenak untuk sekedar menyimak suara-suara riuh angin dan gerak dedaunan yang diombang-ambing angin dan hujan. Sesekali saya juga membiarkan saja tetes air hujan yang menitik di ruangan saya, hingga ibu saya kecewa dengan sikap diam saya itu.

Di masa-masa itu, saya sendiri hanya boleh bermain dengan teman-teman saya sampai jam delapan malam saja. Berbeda dengan sekarang ini, ketika itu jam delapan malam sudah terasa sangat sunyi dan hening sekali. Apalagi dengan keberadaan pepohonan rindang sepanjang jalan dan sungai.

Sebagai seorang perempuan yang dihidupi oleh tradisi dan kepercayaan tradisional masyarakat kami, ibu kami yang mendekati puritan, terbilang seorang perempuan yang saleh dan sabar. Maklum, sebelum berhenti, ibu kami dikenal sebagai seorang guru ngaji bagi para perempuan dan ibu-ibu di kampung kami, bahkan di kampung tetangga. Tugas itu dilakukannya setelah selama beberapa tahun menjalani pendidikan keagamaan di pesantren tradisional di Cilegon, tepatnya di Cibeber, Cilegon, Banten.

Sementara itu, untuk saya sendiri, masa-masa itu adalah masa-masa ketika saya sedemikian akrabnya dengan kesunyian dan keheningan malam. Terlebih di bulan-bulan selama musim hujan, ketika hujan adakalanya turun di waktu subuh atau tengah malam. Sedemikian akrabnya dengan selampu minyak yang asap hitamnya menghitamkan bilahan-bilahan bambu penyangga genting-genting rumah kami.

Dan, bila hujan malam itu usai, kini giliran binatang-binatang malam, semisal para serangga dan katak, mengambil alih keheningan yang dingin itu dengan suara-suara riuh mereka. Namun anehnya, suara-suara mereka itu malah semakin menambah keheningan itu sendiri sedemikian nyata dan akrab. Bahkan, saya adakalanya membayangkan, suara-suara mereka tak ubahnya sebuah orkestrasi yang tengah digelar di sebuah tempat yang jauh, meski mereka hanya beberapa meter jaraknya dari belakang rumah. Suara-suara konser yang datang dari pematang-pematang kegelapan malam itu sendiri. Tanpa sadar, saya dan nyala mungil selampu minyak di meja belajar ternyata sama-sama tengah saling merenungi diamnya waktu kala itu. Waktu, yang saat ini, saya pahami sebagai keabadian itu sendiri. 


Kamis, 26 Desember 2013

Bangsa Semitik



“Dalam konteks linguistik, bahasa Semit adalah sub-kelompok dari keluarga besar bahasa Afro-Asiatik. Dan induk bahasa Afro-Asiatik adalah kawasan Nusantara (Indonesia dan sekitarnya)"

Kajian Linguistik

Kata "Semit" adalah sebuah kata sifat yang berasal dari nama Sem (Shem), salah satu dari tiga putra Nuh dalam Alkitab (Kejadian 5:32; 6:10; 10:21), atau lebih tepatnya dari turunan alihaksara Yunani, yaitu Σημ (Sem). Dalam bentuk kata benda mengacu pada seorang yang termasuk keturunan rumpun bangsa Semit. Istilah "Semit" sendiri diberikan kepada anggota dari berbagai suku bangsa yang menggunakan bahasa-bahasa dalam rumpun bahasa Semit kuno maupun modern, yang umumnya berdiam di Timur Dekat, termasuk; Akkadia (Asyur dan Babel), Ebla, Ugarit, Kanaan, Fenisia (termasuk Kartago), Ibrani (Israel, Yehuda dan Samaria), Ahlamu, Aram, Kasdim, Amori, Moab, Edom, Hyksos, Ismael, Nabatean, Maganites, Sheba, Sutu, Ubarit (Iram of the Pillars), Dilmunites, Bahrani, Malta, Manda, Sabian, Siriak, Mhallami, Amalek, Palmyra dan Etiopia. Pertama kalinya diusulkan oleh Ludwig Schlözer untuk merujuk bahasa-bahasa yang terkait kepada bahasa Ibrani, dalam buku suntingan Johann Gottfried Eichhorn, "Repertorium", vol. VIII (Leipzig, 1781), halaman 161. Melalui buku Eichhorn ini nama tersebut digunakan secara umum. Dalam bukunya "Geschichte der neuen Sprachenkunde", pt. (Göttingen, 1807) nama itu sudah menjadi istilah teknis yang permanen. 

Makna linguistik modern "Semit" berasal dari Alkitab meskipun kata "Semit" sendiri tidak sesuai dengan penggambaran dengan Alkitab. Dalam konteks linguistik, bahasa Semit adalah sub-kelompok dari keluarga besar bahasa "Afro-Asiatik", dan induk bahasa Afro-Asiatik adalah kawasan Nusantara: Indonesia dan sekitarnya (menurut klasifikasi Joseph Greenberg yang diterima secara luas) dan termasuk, antara lain: bahasa Akkadia, yaitu bahasa kuno Babel dan Asyur, bahasa orang Amori, Amharik, bahasa resmi Ethiopia, Tigrinya, bahasa diucapkan di Eritrea dan di utara Ethiopia, bahasa Arab; bahasa Aram, masih digunakan di Irak, Iran, Suriah, Turki dan Armenia oleh orang Kristen Asyur-Kasdim dan Mandean, Kanaan, bahasa Ge'ez, bahasa kuno dari Eritrea dan Ortodoks Ethiopia yang berasal dari Yaman, bahasa Ibrani, Maltese, Fenisia atau Punisia, Suryani (suatu bentuk bahasa Aram), dan Arab Selatan, bahasa kuno Sheba / Saba, yang saat ini termasuk Mehri, dituturkan hanya oleh minoritas kecil di bagian selatan Semenanjung Arab.

Istilah seperti "Semit" dan "Hamit" kini tidak banyak digunakan, dan kadang-kadang bahkan dianggap ofensif, karena mengandung konotasi "rasial". Bentuk-bentuk adjektiva "Semit" dan "Hamit" lebih lazim, meskipun istilah 'Hamit' yang kabur telah ditinggalkan di kalangan akademik arus utama pada 1960-an. Istilah Semit masih lazim digunakan untuk Bahasa-bahasa Semit, sebagai sub-kelompok dari bahasa Afro-Asia, yang merujuk kepada warisan linguistik yang sama dari bahasa Arab, Aram, Akkadia, Ethiopia, Ibrani dan Fenisia. Istilah Semit juga digunakan dalam ungkapan "anti-Semit" untuk merujuk kepada prasangkat rasial, etnis, atau budaya yang semata-mata ditujukan kepada orang Yahudi.

Berikut ini adalah daftar suku bangsa pemakai rumpun bahasa Semit kuno dan modern. Mandaen:  Akkadia (Asyur/Babilonia) - bermigrasi ke Mesopotamia di milenium ke-4 SM dan bergabung dengan penduduk Mesopotamia non-Semit (Sumeria) menjadi bangsa Asyur dan Babel sejak Zaman Perunggu Akhir [3][4] Sisa keturunan orang-orang ini menjadi orang Asyur Kristen modern (juga dikenal sebagai "Chaldo-Assyrians") di Irak, Iran, Turki tenggara serta timur laut Suriah. Ebla - abad ke-23 sebelum Masehi. Kasdim - muncul di selatan Mesopotamia sekitar tahun 1000 SM dan akhirnya melebur hilang ke dalam populasi umum Babel. Aram: abad ke-16 sampai ke-8 SM [5] / Akhlames (Ahlamu) abad ke-14 SM. Penduduk Kristen Suryani modern di Suriah sebagian besar adalah orang Aram, dengan minoritas orang Asyur di bagian timur laut. Mhallami - Minoritas kecil Siria-Aram yang masuk Islam sekuler tetapi mempertahankan identitas Suryani. Ugarit - abad ke-14 sampai ke-12 SM. Sutean - abad ke-14 SM. Suku-suku bangsa pemakai bahasa Kanaan pada zaman Besi awal: Amori — abad ke-20 SM, Amon, Edom, Amalek, Ibrani/Israel — mendirikan negara kerajaan Israel yang kemudian terpecah menjadi Kerajaan Samaria dan Kerajaan Yehuda. Sisa-sisa keturunannya menjadi bangsa Yahudi dan Samaria. Moab, Fenisia/Kartago — mendirikan koloni-koloni di sekitar Laut Tengah termasuk Tirus, Sidon dan Kartago. Sisa-sisa keturunannya menjadi orang Maronit modern di Libanon. Penduduk berbahasa Arab Selatan Tua. Sabean di Yaman — abad ke-9 sampai ke-1 SM. Sheba, Ubarit (Iram of the Pillars), Magan (atau "Majan"). Penduduk berbahasa Etio-Semitik di Etiopia. Kerajaan Aksum (Aksumit) — abad ke-4 SM sampai abad ke-7 M. Arab, Bedouin berbahasa Arab Utara Kuno. Arab Gindibu - abad ke-9 SM. Suku Kedar abad ke-7 SM keturunan Ismael dan keturunan dari Kedar, putra leluhur Ismael. Lihyan — abad ke-6 sampai ke-1 SM. Thamud — abad ke-2 sampai ke-5 M. Ghassanid — abad ke-3 sampai ke-7 M. Nabath — Campuran pemakai bahasa Aram dan Arab.  Orang Malta.


Tentang Sem

 Sem (שֵׁם "terkenal; kemakmuran; nama", Ibrani Standar Ĺ em, Ibrani Tiberias Ĺ Ä“m; bahasa Yunani Σημ, SÄ“m; bahasa Arab سام; Ge'ez Sham) adalah salah satu dari anak-anak Nuh di dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Ia biasanya dianggap sebagai anak tertua, meskipun beberapa tradisi menyebutnya sebagai anak yang kedua. Kejadian 10:21 merujuk kepada usia Sem dan saudaranya Yafet, tetapi tidak jelas, sehingga menghasilkan terjemahan yang berbeda-beda. Ayat ini diterjemahkan dalam KJV demikian: "Unto Shem also, the father of all the children of Eber, the brother of Japheth the elder, even to him were children born." Bagi Sem pula, bapak dari semua anak Eber, saudara dari Yafet yang lebih tua, bahkan kepadanya dilahirkan anak-anak." Namun, New American Standard Bible menerjemahkan: "Also to Shem, the father of all the children of Eber, and the older brother of Japheth, children were born."

Juga bagi Sem, bapak dari semua anak Eber, dan abang dari Yafet, dilahirkan anak-anak." Kejadian 11:10 mencatat bahwa Sem berumur 100 tahun ketika Arpakhsad dilahirkan, dua tahun setelah air bah, sehingga ketika banjir melanda usianya 98 tahun. Setelah itu, ia hidup 500 tahun lagi, sehingga umurnya pada saat kematiannya adalah 600 tahun. Sem hidup semasa dengan ayahnya, Nuh, selama 448 tahun (1Taw 1:4). Dia hidup semasa dengan Ishak sampai Ishak berumur 110 tahun dan hidup semasa dengan Yakub sampai Yakub berumur 50 tahun. Dia hidup semasa dengan 15 generasi bapa leluhur dari Metusalah (kedelapan) sampai dengan Yakub (ke-20).  Sem disebutkan dalam Kitab Kejadian 5:32, 6:10; 7:13; 9:18,23,26-27; 10; 11:10; juga dalam 1 Tawarikh 1:4. Menurut sejarah Islam pada masa kerasulan Nabi Isa, dikatakan bahwa Sem pernah dibangkitkan kembali oleh Isa, ketika ada permintaan dari Bani Israel.  Silsilah lengkapnya adalah Sem bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Khanukh bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Anak-anak Sem adalah Elam, Asyur, Aram, Arpakhsad dan Lud, selain sejumlah anak perempuan. Abraham adalah masih keturunan Syam, oleh penganut ajaran samawi dianggap sebagai leluhur dari bangsa Ibrani dan Arab. Menurut Damrah bin Rabiah dari Ibnu Ata dari Ayahnya bahwa Syam menurunkan keturunan yang berwajah tampan dan berambut indah. Sem adalah leluhur beberapa bangsa di Timur Tengah; ia adalah nenek moyang Elam, Asyur, Arpakhshad atau Arpakhaxad (menurut Yosefus, Khaldea, yang kemudian menurunkan bangsa Ibrani dan Arab), Lud (Lidia) dan Aram (Suriah).

Silsilah

Silsilah lengkapnya adalah Sem bin Nuh bin Lamik bin Metusyalih bin Khanukh bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits bin Adam. Anak-anak Sem adalah Elam, Asyur, Aram, Arpakhsad dan Lud, selain sejumlah anak perempuan. Abraham adalah masih keturunan Syam, oleh penganut ajaran samawi dianggap sebagai leluhur dari bangsa Ibrani dan Arab. Menurut Damrah bin Rabiah dari Ibnu Ata dari Ayahnya bahwa Syam menurunkan keturunan yang berwajah tampan dan berambut indah.  Sem adalah leluhur beberapa bangsa di Timur Tengah; ia adalah nenek moyang Elam, Asyur, Arpakhshad atau Arpakhaxad (menurut Yosefus, Khaldea, yang kemudian menurunkan bangsa Ibrani dan Arab), Lud (Lidia) dan Aram (Suriah). 


Selasa, 24 Desember 2013

Festival Anyer, Antara Pariwisata dan Kreativitas Budaya




Oleh Sulaiman Djaya (Pemerhati Budaya)

Semarak event dan promo wisata dengan kemasan budaya memang selalu menarik pengunjung dan masyarakat setempat di mana event tersebut dilaksanakan. Hal itu juga tercermin dalam gelar Festival Anyer yang berlangsung pada 29 Juni 2012 hingga 01 Juli 2012 di Pantai Tanjung Tum, Cikoneng, Kabupaten Serang. Dipilihnya Pantai Tanjung Tum sebagai tempat festival tak lain karena lokasi ini merupakan tempat rekreasi pantai yang indah, aman dan bersih untuk dikunjungi. Serta mempunyai area yang cukup luas dan dekat dengan sarana akomodasi. Festival ini sendiri digarap oleh Dinas yang membidangi Kebudayaan dan Pariwisata Kab/Kota se-Provinsi Banten, Dunia Usaha/Swasta Bidang Pariwisata, Industri, Perdagangan dan Kerajinan Provinsi Banten, Komunitas Orang Indonesia (OI), yang dihadiri para wisatawan Nusantara dan Mancanegara serta masyarakat Banten.

Festival yang terbilang meriah dan akbar ini diramaikan dengan sejumlah pentas dan tampilan seni budaya daerah, selain menghadirkan MC Nasional, Artis Nasional, Grup Musik Lokal, Komunitas OI Banten dan Kreasi Pengembangan Anak Usia Dini.

Ada seabrek agenda dalam gelaran akbar Festival Anyer ini. Sebutlah sebagai contohnya Informasi Publik sebagai salah satu agenda kegiatan yang menampilkan informasi bagi masyarakat mengenai pembangunan yang berkaitan dengan budaya dan pariwisata yang ditampilkan oleh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten, SKPD Kab/Kota yang membidangi Kebudayaan dan pariwisata serta pihak swasta. Lalu ada juga Pawai Budaya Banten yang menampilkan beragam kesenian dan budaya khas Banten dengan melibatkan 8 Kab/Kota se-Propinsi Banten dan masyarakat sekitar yang memulai prosesinya di hotel Marbela sampai dengan Pantai Sambolo.

Tak cuma itu saja. Festival ini juga dimeriahkan dengan kehadiran Pentas Seni Budaya Banten yang mempertontonkan atraksi kesenian tradisi Banten, Jambore Orang Indonesia (OI), dan tak ketinggalan Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) yang membawakan lagu-lagu miliknya sang penyanyi legendaris Iwan Fals dengan bintang tamu Tibo, salah seorang personil dari grup Iwan Fals sebagai juri dalam acara lomba yang diselenggarakan secara khusus oleh OI.

Yang juga tak kalah menarik adalah Perlombaan Memancing yang diikuti oleh para nelayan sekitar, serta pengunjung yang mendaftarkan diri sebagai peserta dengan kriteria untuk pemenangnya adalah siapa saja yang banyak menghasilkan tangkapan dan siapa saja yang mendapatkan perolehan ikan paling besar. Ada juga sajian Wisata Keluarga Bahari dalam rangkain festival ini, yaitu Panggung Kreatif Anak Banten dalam Lomba Mewarnai, yaitu kegiatan yang melibatkan anak-anak TK, TKA, TPA, RA,SD, PAUD se-Provinsi Banten, dengan mennghadirkan pendongeng Kak Nia yang cukup atraktif dan memikat.

Selain itu semua, Festival Anyer ini juga menghadirkan Perlombaan Tradisional yang diikuti oleh anak-anak se-Banten dan masyarakat sekitar, semisal lomba lari pantai, lomba egrang, lomba bakyak, yang bertambah meriah dengan iming-iming doorprize bagi anak-anak yang bisa menjawab pertanyaan mengenai pariwisata yang ada di Provinsi Banten. Pameran Handy Craft Khas Banten dan Batik Banten, yaitu kegiatan yang melibatkan para pengrajin cinderamata selama kegiatan berlangsung, juga turut meramaikan dan memeriahkan festival. Dan tak ketinggalan, Wisata Kuliner Khas Banten, yaitu pameran yang menampilkan hasil olahan panganan para penyedia jajanan/makanan khas Banten.

Upaya Banten dalam Mengembangkan Potensinya

Setidak-tidaknya, Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata di Provinsi Banten telah dilakukan melalui penataan objek wisata, pembinaan sumber daya manusia, dan melakukan kerjasama dengan pengusaha di bidang kebudayaan dan pariwisata. Namun demikian, optimalisasi Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata tidak cukup dengan pembangunan secara fisik, tetapi meniscayakan strategi khusus dalam memperkenalkan Banten sebagai daerah yang mempunyai potensi kebudayaan dan pariwisata yang beragam seperti telah disebutkan.

Dan, salah-satu strategi yang tepat untuk memperkenalkan dan mempublikasi potensi Kebudayaan dan Pariwisata Banten tersebut tak lain dengan melakukan promosi kreatif yang memikat, baik di dalam maupun di luar daerah, melalui berbagai kegiatan atau event, tak terkecuali publikasi melalui media cetak dan elektronik. Inilah dasar pemikiran Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten sebagai Dinas Teknis di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten dengan menyelenggarakan kegiatan Festival Anyer ke – 3 kalinya, yang tujuannya tentu saja memperkenalkan dan menginformasikan potensi Kebudayaan dan Pariwisata Banten kepada publik luas, meningkatkan citra positif, dan tentu saja untuk meningkatkan arus kunjungan wisatawan, selain dalam rangka memperkenalkan potensi investasi bidang Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten.

Festival Anyer Sebagai Upaya Cultural Building

Begitu pula, Festival Anyer juga merupakan bentuk dukungan terhadap Program Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, selain sebagai sarana promosi potensi kebudayaan dan pariwisata Provinsi Banten, yang dapat dijadikan sebagai wahana rekreasi bagi keluarga, karena pada pelaksanaannya Festival Anyer bertepatan dengan Liburan Sekolah.

Sementara itu, secara umum, Festival Anyer memang bertujuan untuk mempromosikan Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, membangkitkan pengembangan potensi Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten, serta tak ketinggalan dalam rangka memupuk masyarakat untuk peningkatan perannya sebagai pelaku Seni Budaya dan Pariwisata di Banten. Dengan demikian, melalui festival ini dapat memacu mental dan motivasi masyarakat Banten untuk turut serta dalam memelihara, menjaga dan melstarikan budayanya dengan semakin bergairah.

Membantu Program Pemerintah Pusat

Dalam konteks nasional, Festival Anyer dilaksanakan sebagai bentuk dukungan penuh program ”Wonderful Indonesia” yang digulirkan pemerintah pusat. Yang dalam konteks Banten sendiri merupakan upaya memperkenalkan dan memberikan informasi Anyer sebagai Kawasan Wisata yang menarik dan aman untuk dijadikan tempat rekreasi baik keluarga ataupun perusahaan yang akan melakukan kunjungan ke Anyer. Selain tentu saja, sebagai Sarana Hiburan Bagi masyarakat Banten pada khususnya, dan untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan domestik dan Mancanegara. Sedangkan secara ekonomis, festival ini digelar untuk menarik para investor dalam dan luar daerah untuk menanamkan modal/investasi di bidang pariwisata yang bertujuan menambah devisa daerah demi mensejahterakan masyarakat Banten. [*]