Label

Kamis, 29 Oktober 2015

Sejarah Singkat Universitas Al-Azhar



Lembaga Pendidikan Al-Azhar berawal dari sebuah masjid yang berada di kota Kairo, dibangun oleh Jauhar al-Siqiliy, seorang panglima perang pasukan Dinasti Fathimiyah. Setelah berhasil menguasai Mesir dari tangan Dinasti Ikhsyidiyah pada tahun 969 M (358 H), Jauhar al-Siqily membangun sebuah kota di sebelah utara kota Fusthat, Ibu kota Mesir saat itu. Kota itu kemudian diberi nama Al-Qahirah (Kairo). 


Satu tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 970 M (359 H), dibangunlah sebuah masjid di tengah kota Kairo yang diberi nama Masjid Al-Qahirah. Penamaan ini karena pembangunan masjid itu bersamaan dengan pembangunan kota Kairo. Masjid inilah yang di kemudian hari dikenal dengan nama masjid Al-Azhar. Pembangunan masjid ini membutuhkan waktu dua tahun, dan kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada bulan Ramadhan tahun 361 H (972 M) untuk pelaksanaan sholat.



Pemberian nama Al-Azhar sendiri mengundang beberapa penafsiran di kalangan sejarawan. Dr. Ahmad Mahmud, Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo, contohnya, menjelaskan bahwa kata Azhar diambil dari kata Al-Zahra, nama dari Sayyidah Fatimah al-Zahra binti Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Aalihi wa Sallam. Istri dari Sayidina Ali bin Abi Thalib, ibu dari Sayidina Hasan dan Sayyidina Husain.

Setelah empat tahun berlalu sejak penaklukan dan pendirian kota Kairo, selama itu Jauhar al-Siqily mempersiapkan kota Kairo untuk menjadi pusat pemerintahan Dinasti Fathimiyah. Ia pun kemudian mengundang Khalifah al-Mu`iz li Dinillah ke kota Kairo untuk berpindah dan mejadikan Kairo sebagai pusat pemerintahan dinastinya.

Masjid al-Azhar tidak hanya dibangun untuk sebagai masjid tempat salat semata, namun juga sebagai tempat pusat penyebaran dan pelestarian ajaran Syi’ah yang menjadi ajaran resmi Dinasti Fathimiyah. Masjid Al-Azhar menjadi masjid resmi miliki Negara, ia menjadi tempat para pemimpin Dinasti Fatimiyah berkhutbah, dan juga menjadi cerminan dari setiap kebijakan dan keputusan Negara.

Majlis yang pertama kali diadakan adalah sebuah majlis yang diisi oleh Al-Qadhi Abu Hasan Al-Nu`man pada bulan Safar 365 H (976 M), dan kitab yang dikaji saat itu adalah kitab Al-Iqtishar, kitab fikih Syi’ah. Dan mulai sejak itu hingga beberapa tahun kemudian, kegiatan akademis di masjid Al-Azhar semakin berkembang. 

Di dalamnya terdapat perpustakaan yang memuat buku-buku dari berbagai macam bidang keilmuan, para ilmuan dari berbagai penjuru negeri pun datang ke Al-Azhar untuk belajar dan mengajarkan ilmunya, menghidupkan tradisi keilmuan Islam. Bahkan menurut Dr. Mahmud Isma`il, Guru Besar Sejarah Islam Universitas Kairo, terdapat sebuah kajian khusus tentang medis di masjid Al-Azhar yang saat itu merupakan lembaga kajian medis satu-satunya di dunia. 


Jumat, 23 Oktober 2015

Taliban Kemungkinan Besar Keturunan Suku-Suku Yahudi



Oleh Dean Nelson (Sumber: telegraph.co.uk; 11 Januari 2010)

Sebuah penelitian dari National Institute of Immunohaematology Mumbai, India, baru-baru ini mengungkapkan bahwa kemungkinan besar etnis Pashtun (etnis terbesar di Pakistan dan Afghanistan) berasal dari keturunan dari salah satu "10 suku Israel yang hilang" (lost tribes of Israel).

Seorang ahli genetik India telah mengambil sampel darah dari orang-orang Pashtun Afridi di Lucknow, utara India, untuk dibawa ke Israel untuk mencocokkannya dengan DNA orang-orang Yahudi Israel. Dibutuhkan waktu sekitar 12 bulan untuk memastikan hal itu.

Israel sendiri diketahui aktif melakukan penelitian terhadap suku-suku terpencil di berbagai negara untuk menemukan "10 suku Israel yang hilang". Mereka adalah bagian dari 12 suku yang berasal dari keturunan Nabi Yakub as (ayah dari Nabi Yusuf as), yang bersama-sama membentuk satu bangsa Israel. Namun seiring dengan terjadinya banyak pertikaian antar suku-suku Israel serta penjajahan bangsa-bangsa asing yang berujung pada pengusiran orang-orang Yahudi dari Palestina oleh bangsa Romawi, 10 suku bangsa Israel kini tidak diketahui keberadaannya.

Pengambilan sampel darah di area Malihabad, Lucknow, disebabkan wilayah ini diyakini sebagai wilayah yang cukup aman untuk dilakukannya penelitian yang dianggap sangat kontroversial bagi orang-orang Islam tersebut.

Shanaz Ali, seorang peneliti senior India, mengepalai penelitian yang dilakukan di Technion Israel Institute of Technology di Tel Aviv.

Saat ini diperkirakan terdapat sekitar 40 juta orang etnis Pashtun di seluruh dunia. Di antara jumlah itu sebanyak 14 juta tinggal di Afghanistan dan 28 juta berada di Pakistan. Wilayah utama mereka terutama berada di daerah perbatasan kedua negara yang bergunung-gunung, namun juga cukup signifikan jumlahnya di kota-kota besar Pakistan seperti Karachi.

Beberapa suku Pashtun dipercaya masih memelihara keyakinan bahwa mereka adalah keturunan dari "Anak-anak Israel". Menurut legenda, mereka adalah keturunan dari suku Ephraim yang diusir dari Israel oleh bangsa Assyrian pada sekitar tahun 700 Sebelum Masehi.

Bukti-bukti keberadaan pemukiman Yahudi telah ditemukan di Herat, dekat perbatasan dengan Iran, dimana ditemukan kuburan kuno yang terdapat batu-batu nisan bertuliskan huruf dan bahasa Hebrew. Di ibukota Afghanistan, Kabul, bahkan terdapat sinagog (tempat ibadah umat Yahudi) kuno yang tidak lagi digunakan.


Navras Aafreedi, peneliti utama yang melakukan penelitian tentang "suku-suku Israel yang hilang" mengatakan bahwa penelitian tentang DNA orang-orang Pashtun ini bisa menjadi sumber konflik sosial yang serius di era modern.

Jumat, 09 Oktober 2015

Nabi Daniel (as) dan Nabi Jeremiah (as)



Dari Abdullah bin Abu Hudhail, ia bercerita: Nebukadnezar telah melatih dua ekor singa dan melemparkan kedua singa tersebut ke dalam sumur. Lalu Nebukadnezzar membawa nabi Daniel as dan memasukkannya ke dalam sumur tersebut, tapi kedua singa itu tidak menerkamnya. Hanya saja, setelah begitu lama dalam sumur itu, sebagaimana manusia lainnya, nabi Daniel pun ingin makan dan minum. Kemudian Allah mewahyukan kepada nabi Irmiya (Jeremiah) yang tengah berada di Suriah agar menyiapkan makanan dan minuman untuk nabi Daniel. Nabi Irmiya (Jeremiah) pun menyahut:

Wahai Tuhanku, aku tinggal di bumi yang suci (Suriah) sedang Daniel ada di negeri Babilonia (Irak).

Lalu Allah kembali mewahyukan agar nabi Irmiya mempersiapkan sesuatu yang sudah Allah perintahkan, dan Allah akan mengirim makhluk yang akan membawa dirinya sekaligus membawa apa yang sudah ia siapkan. Nabi Irmiya pun menunaikan perintah wahyu itu, lalu Allah mengutus makhluk yang membawa nabi Irmiya sekalian membawa segala sesuatu yang sudah disiapkannya, hingga sampai di mulut sumur itu, tempat nabi Daniel tergeletak dalam keadaan lapar dan lemah. Nabi Daniel menyambutnya dengan bertanya:

“Siapa engkau?” “Aku Irmiya,” jawab nabi Irmiya. “Siapa yang membawamu?” tanya nabi Daniel. “Tuhanmu mengutus aku agar menemuimu,” kata nabi Irmiya. Nabi Daniel menimpali: “Dia menyebut aku?” “Ya,” jawab nabi Irmiya.  Nabi Daniel pun bersyukur:

“Segala puji bagi Allah, Dzat yang tidak melupakan orang yang mengingat-Nya. Segala puji bagi Allah, Dzat yang tidak mengecewakan orang yang mengharap-Nya. Segala puji bagi Allah, Dzat yang barangsiapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Segala puji bagi Allah, Dzat yang barangsiapa menaruh kepercayaan penuh kepada-Nya, maka Allah tidak akan mewakilinya kepada yang lain. Segala puji bagi Allah yang mengganjar ihsan (kebajikan) dengan ihsan dan membalas keburukan dengan pengampunan. Segala puji bagi Allah yang membalas kesabaran dengan kejayaan. Segala puji bagi Allah yang telah mengangkat kesukaran kami setelah kesulitan kami. Segala puji bagi Allah, yang adalah tumpuan kepercayaan kami ketika kami berpraduga buruk terhadap amal-amal kami. Segala puji bagi Allah, Dzat yang adalah tumpuan harapan kami ketika siasat telah terputus dari kami.”

Setelah kejadian itu, ulama setempat menuturkan bahwa nabi Daniel as lalu melukis (mengabadikan) gambarnya dan gambar kedua singa yang menjilatinya itu pada permata cincin agar dia tidak lupa akan nikmat Allah atasnya (diriwayatkan oleh Ibnu Abu Dunya dengan sanad hasan). 


Kamis, 08 Oktober 2015

Russian Female Pilot Svetlana Kapanina

Svetlana Kapanina has won the title of the World Aerobatic Champion in the women's category more times that any other pilot in the world. Read more: http://sputniknews.com/videoclub/20150727/1025106665.html#ixzz3nyHIRwID 

Senin, 05 Oktober 2015