Label

Senin, 28 September 2015

Si Bahlul dan Harun ar Rasyid



Suatu hari, Bahlul mendatangi masjid. Tiba-tiba dia mendengar seorang laki-laki menyombongkan dirinya di hadapan jamaah dalam masjid. Orang itu mengatakan bahwa dia adalah seorang alim yang menguasai berbagai cabang ilmu. "Sesungguhnya Ja'far bin Muhammad (maksudnya Imam Ja’far ash-Shadiq as) berbicara dalam beberapa masalah yang tidak menarik bagiku.

Di antaranya, dia (Imam Ja'far) berkata, 'Sesungguhnya Allah maujud (ada), tetapi Dia tidak dapat dilihat, baik di dunia maupun di akhirat.' Bagaimana mungkin sesuatu yang ada tidak dapat dilihat? Sungguh, ini betul-betul suatu hal yang bertentangan.

Dia berkata, 'Sesungguhnya Setan disiksa di dalam api neraka, padahal, kata orang itu, Setan diciptakan dari api.’ Bagaimana mungkin sesuatu disiksa dengan apa yang ia diciptakan darinya? Dia juga berkata, 'Sesungguhnya perbuatan-perbuatan seorang hamba dinisbahkan kepada dirinya sendiri,' padahal ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan secara jelas bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu (termasuk perbuatan).

Ketika Bahlul mendengar perkataan orang itu, dia segera mengambil tongkatnya dan memukulkan kepalanya hingga terluka. Darah pun mengalir ke wajah dan jenggotnya. Segera orang itu menghadap Harun ar-Rasyid dan mengadukan perbuatan Bahlul.

Ketika Bahlul dihadirkan ke hadapan Harun al Rasyid dan ditanyai mengapa dia memukul orang itu, dia berkata kepada Harun al Rasyid: "Sesungguhnya orang ini menyalahkan Ja'far bin Muhammad as Shadiq as dalam tiga masalah. PERTAMA: Dia mengatakan bahwa segala perbuatan seorang hamba sesungguhnya Allah-lah pelakunya. Luka yang dialami orang ini semata-mata perbuatan Allah. Lalu, apa salahku?

KEDUA: Dia mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada pasti dapat dilihat. Jika rasa sakit ada pada kepalanya, kenapa ia tidak terlihat? KETIGA: Sesungguhnya dia diciptakan dari tanah dan tongkat ini juga berasal dari tanah. Sedangkan dia mengatakan bahwa suatu jenis tidak akan disiksa dengan jenis yang sama. Jika memang demikian halnya, lalu mengapa dia merasakan sakit dari pukulan tongkat?


Harun ar-Rasyid merasa kagum dengan perkataan Bahlul. Dilepaskannya Bahlul dari hukuman karena memukul orang itu. Sumber: Sayyid Muhammad Asy-Syirazi, 99 Kisah Hikmah Pilihan, Bandung: Pustaka Hidayah 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar