Label

Minggu, 13 Oktober 2013

Ketika Mantan Agen Buka Rahasia

Melalui alur tulisan yang tak membosankan dan mudah dimengerti, John Perkins membongkar kejahatan Jaringan internasional atas upaya pemiskinan negara-negara dunia ketiga. Sebut saja Tibet, Kongo, Libanon, Venezuela, Irak, dan lain-lainnya. Ditambah perusahaan besar yang kerjanya memeras keringat pegawainya. Isinya sungguh mencengangkan.

Indonesia sendiri dijarah, kekayaannya dihisap habis, potensinya dilemahkan, posisi tawarnya di hadapan lembaga international menjadi tak berharga, rakyatnya dimiskinkan, dan hanya menguntungkan segelintir orang yang menjadi perantara jaringan hitam ini.

“Indonesia akan menjadi korban pertama saya …”

1971, aku sudah siap memerkosa dan menjarah Asia. Usiaku duapuluh enam tahun, dan merasa diperdaya oleh kehidupan. Aku ingin membalas dendam.

Jika direnungkan kembali, kini aku yakin, kemarahanlah yang membuat aku mendapat pekerjaan itu. NSA (Nasional Security Agency), Organisasi spionase rahasia bangsa ini telah mengidentifikasi diriku sebagai seorang yang berpotensi menjadi Bandit Ekonomi. Chas. T.Main – pimpinan sebuah firma konsultan internasional (MAIN) yang melakukan pekerjaan korpo-ratokrasi kotor – memperkerjakanku sebagai kandidat ideal penjarah dunia ketiga. (hal. 3)

“Ketika aku tiba di Indonesia pada 1971, tujuan kebijakan asing sudah jelas, yaitu menghentikan komunisme dan mendukung sang presiden. Kami berharap Soeharto melayani Washington seperti halnya Shah Iran. Kedua orang itu serupa: tamak, angkuh dan bengis. Selain mendambakan minyaknya, kami ingin menjadikan Indonesia sebagai contoh bagi negara-negara Asia lainnya, juga dunia Islam, khususnya Timur Tengah.” (hal. 6)

Perusahaanku, MAIN, bertugas mengembangkan sistem kelistrikan yang memungkinkan Soeharto dan kroni-kroninya menggerakan Industrialisasi, menambah kekayaan, dan memastikan dominasi Amerika dalam jangka panjang. Sedangkan tugasku adalah melakukan kajian perekonomian yang diperlukan untuk mendapatkan pendanaan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID). (hal.6)

Mendulang Emas dari Tsunami

Kebanyakan warga AS tidak tahu bahwa bencana nasional bisa disamakan dengan perang. Bencana sangat menguntungkan pebisnis besar. Banyak uang untuk pembangunan kembali pasca bencana mengalir ke firma pembangunan AS dan korporasi multinasional. Berbagai program “pemulihan pasca bencana” justru memberi satu kendaraan lagi untuk menyalurkan uang kepada para pembangun imperium. (hal.50)

Duapuluh enam Desember 2004 adalah hari yang kelam. Bukan hanya bagi korban langsung tsunami yang mengerikan, tetapi juga bagi kita semua yang percaya pada kasih sayang, kemuliaan dan amal baik kepada sesama penghuni bumi. (hal.51)

Pemerintah Bush tidak menyia-nyiakan waktu. Sebulan setelah Tsunami, tepatnya Januari 2005, Washington membalik kebijakan Clinton 1999 yang memutuskan hubungan dengan militer Indonesia yang refresif. Gedung Putih mengirimkan peralatan militer senilai 1 juta dolar ke Jakarta. Pada 7 Februari 2005, The New York Times melaporkan ” Washington menyabet kesempatan yang muncul pasca-Tsunami … Menlu Condoleeze Rice mengambil langkah dengan memperkuat pelatihan Amerika terhadap pejabat Indonesia secara signifikan…. (hal. 53)

Sebuah contoh meyakinkan yang menunjukan betapa korporatokrasi mengeksploitasi bencana alam bisa dilihat di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. Selama tiga dasa warsa warga setempat melakukan perlawanan untuk mencegah masuknya perusahaan kayu dan minyak ke salah satu kawasan terkaya di dunia ini. Namun setelah GAM ditumpas, kawasan ini terbuka untuk dieksploitasi kembali. (hal.54)

Hubungan antara elit pemerintah Indonesia, pemerintah AS, dan korporasi Internasional, mengindikasikan metode yang digunakan korporatokrasi di seluruh dunia selama era pasca perang dunia II. Sebagian besar pembangunan imperium dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.

Publisher Week, menilai narasi Perkins yang kembali dituliskan ini mencengangkan sekaligus meresahkan. la menulis mengenai sepak terjang pemerintah Amerika dalam mendukung bisnis di negaranya, namun memicu kekisruhan di seantero dunia. Perkins adalah penulis asal Amerika Serikat (AS) yang mengungkapkan korporatokrasi yaitu Jaringan yang bertujuan memetik laba melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dari negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.

John Perkins adalah penulis asal Amerika Serikat yang mengungkapkan kejahatan korporatokrasi yaitu jaringan yang bertujuan memetik laba melalui cara-cara korupsi, kolusi, dan nepotisme dari Negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.

Cara kerja mereka mirip mafia karena menggunakan semua cara, termasuk pembunuhan untuk mencapai tujuan. Ia mengungkapkan bandit-bandit ekonomilah yang melenyapkan Presiden Panama Omar Torrijos dan Presiden Ekuador Jaime Roldos. “Kita melakukan pekerjaan kotor. Tak ada yang tahu apa yang kamu lakukan, termasuk istri kamu. Kamu ikut atau tidak?, kalau mau dilarang keluar sampai mati,” kata bos Perkins yang suatu hari raib ibarat hantu.

Ikon korporatokrasi yang nyata Wapres Amerika Serikat Dick Cheney. Ia mantan CEO Halliburton—kontraktor terbesar di dunia—dan sampai kini menjadi penasihat bisnis MNC itu.

Cheney penganjur serbuan ke Irak yang dipalsukan lewat senjata pemusnah massal. Kini Halliburton bersama MNC lainnya menikmati keuntungan dari ladang minyak Irak.

Menurut Empire, penyingkiran pemimpin dibenarkan korporatokrasi, termasuk pembunuhan Perdana Menteri Iran Mohammad Mosaddeq (1951- 1953) yang menasionalisasi industri pertambangan.

Tugas pertama Perkins membuat laporan-laporan fiktif untuk IMF dan World Bank agar mengucurkan utang luar negeri kepada Negara-negara Dunia Ketiga.

Tugas kedua Perkins adalah membangkrutkan negeri penerima utang. Setelah tersandera utang yang menggunung, Negara pengutang dijadikan kuda yang dikendalikan kusir. Negara pengutang ditekan agar, misalnya, mendukung Pemerintah AS dalam voting di Dewan Keamanan PBB. Bisa juga Negara pengutang dipaksa menyewakan lokasi untuk pangkalan militer AS. Sering terjadi korporatokrasi memaksa negeri pengutang menjual ladang-ladang minyak mereka kepada MNC (multinational corporation) milik Negara-negara barat.

Bos Perkins, Charlie Illingworth mengingatkan Perkins bahwa Presiden AS Richard M Nixon menginginkan kekayaan alam Indonesia diperas sampai kering. Di mata Nixon, Indonesia ibarat Real Estate terbesar di Dunia yang tidak boleh jatuh ke tangan Uni Soviet dan China.

Eksistensi Korporatokrasi disambut hangat oleh para pejabat orde baru. Korporatokrasi membuka peluang emas untuk KKN. Konspirasi antara Korporatokrasi dengan Kleptokrasi orde baru dijalin melalui prinsip “tahu sama tahu” dalam rangka “pembangkrutan Indonesia” (bukan Pembangunan Indonesia). Konspirasi inilah yang mengawali lingkaran setan utang yang di eluk-elukkan ideology pembangunan orde baru.

Pembangunan berbagai proyek infrastruktur ini bertujuan merebut laba maksimal bagi perusahaan-perusahaan AS. Tujuan lain memperkaya elite orde baru dan keluarganya agar mereka tetap loyal kepada Korporatokrasi. Utang yang semakin menggunung akan menguntungkan persekongkolan ini. Dan Perkins pun dinyatakan lulus sebagai bandit ekonomi andal berkat kariernya yang sukses di Indonesia.

Korporatokrasi berarti suatu sistem pemerintahan yang dikendalikan/ dikuasai/ dijalankan oleh beberapa korporat. Para korporat ini biasanya para pengusaha kaya raya / konglomerat yang memiliki dana lebih dari cukup untuk mengendalikan kebijakan2 politik ekonomi sosial budaya, dll dalam suatu negara.

Secara praktis biasanya para konglomerat ini merupakan donatur/ penyumbang utama yang “menghidupi” para politikus, pejabat2 militer, dan kepala2 instansi negara. Potensi negatif yang bisa muncul dari korporatokrasi adalah kebijakan2 /peraturan yang diundangkan oleh pemerintah hanya menguntungkan bagi bisnis para konglomerat saja, sehingga makin menindas golongan ekonomi lemah.

Pokok kekuatan korporatokrasi adalah korporasi. Di depan bangsa-bangsa dunia, korporatokrasi mempertontonkan upaya mempromosikan demokrasi dan transparansi diantara bangsa-bangsa dunia. Namun korporasi-korporasinya tak lain adalah pemerintahan diktator yang imperialistik. Korporatokrasi bertujuan untuk membangun sebuah Imperium tak tertandingi.

Imperium: Negara-bangsa yang mendominasi negara-bangsa lainnya dan menunjukan satu atau lebih ciri-ciri berikut ini :

[1] Mengekspoitasi sumber daya dari negara yang didominasi
[2] Menguras sumber daya dalam jumlah yang tak sebanding dengan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain
[3] Memiliki angkatan militer yang besar untuk menegakan kebijaksannya ketika upaya halus gagal
[4] Menyebarkan bahasa, sastra, seni dan berbagai aspek budayanya ke seluruh tempat yang berada di bawah pengaruhnya
[5] Menarik pajak bukan hanya dari warga sendiri, tapi juga dari orang-orang di negara lain
[6] Mendorong penggunaan mata uangnya sendiri di negara-negara yang berada di bawah kendalinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar