Label

Rabu, 28 Januari 2015

Meme dan Virus Akal Budi


Oleh Yulfika R.A.

Virus of The Mind yang diterjemahkan sebagai virus akal budi adalah buku yang cukup ringan dan menyenangkan untuk mengenalkan kita pada suatu istilah bernama Meme. Meme memang bukan lagi istilah yang asing di dalam pengetahuan kosakata kita. Namun sementara ini masyarakat umum lebih mengenal meme sebatas pada internet meme yang menjadi salah satu bentuk meme yang paling familiar dan popular di kalangan masyarakat, khususnya pengguna internet.

Faktanya, meme merupakan istilah yang memiliki lingkup yang lebih luas. Buku “Virus Akal Budi” yang ditulis oleh Richard Brodie inilah yang menyuguhkan penjelasan lebih mendalam tentang apa itu meme serta bagaimana berbagai macam meme yang telah terbentuk hingga saat ini bisa menyebar dan secara implisit mempengaruhi perilaku, budaya, serta cara hidup manusia saat ini.

Adapun istilah meme ini pertama kali digunakan oleh Richard Dawkins, seorang ahli biologi evolusi, di dalam bukunya yang berjudul “The Selfish Gene” (1976). Istilah meme tersebut digunakan untuk menjelaskan bagaimana informasi dan ide-ide tampak seperti memiliki perilaku yang sama dengan gen manusia yang mampu bereplika, bermutasi, dan berevolusi

Gen bereplika dari satu tubuh pada tubuh keturunannya, sedangkan meme bereplika dari kognisi manusia yang satu ke kognisi manusia lainnya melalui berbagai media, misalnya melalui interaksi manusia, iklan, video, gambar, ceramah, buku, dan lain-lain.

Tak sedikit ide-ide yang bereplika tersebut memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi human behavior hingga human culture.

Singkatnya, meme ini didefinisikan sebagai sebuah ide, perilaku, atau style yang dapat menular dari satu orang kepada orang yang lain bisa melalui mulut ke mulut, tulisan, gestur, ritual, pendidikan, indoktrinasi atau dalam bentuk-bentuk lain yang memang dapat diimitasi.

Adapun buku “Virus Akal Budi” ini lebih menekankan tentang bahaya-bahaya meme yang terbentuk di masyarakat untuk kepentingan kelompok tertentu dan tidak memberikan kontribusi positif terhadap kemanusiaan. Buku ini pun menegaskan agar kita bisa lebih sadar dan mampu memilah-miliah meme apa yang baik dan tidak baik untuk kita imitasi.

Di sana akan dijelaskan isu-isu seperti mengapa sampai saat ini tayangan gosip memiliki rating yang tinggi, politikus korup masih saja terpilih, industri periklanan meraksasa, kapitalisme terus berjaya, dan kaum fundamentalis berkembang subur. Semuanya ternyata berakaitan dengan meme yang terbentuk di masyarakat dimana meme-meme tersebut secara tidak sadar mampu menekan naluri-naluri primitif manusia untuk bertahan hidup, seperti naluri akan bahaya, kebutuhan akan makan, dan kebutuhan akan aktifitas seksual.

Bahasa yang digunakan di dalam buku ini adalah bahasa keseharian yang membuat buku ini lebih condong dianggap sebagai buku self- help atau pop sociobiology dibandingkan buku yang membahas memetika secara lebih scientific. Sayangnya kualitas terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia di dalam buku ini kurang terasa luwes sehingga padanan kata dalam kalimat-kalimatnya tidak jarang menjadi sedikit membingungkan.

Bagaimanapun buku ini cocok bagi orang-orang yang membutuhan bacaan ringan namun kaya akan informasi. Buku ini juga memberikan sedikit kesadaran bahwa kita harus mampu menyeleksi bentuk-bentuk meme yang memang benar-benar memiliki manfaat dan sejalan dengan tujuan hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar