Label

Sabtu, 08 Februari 2014

Barat, Amerika, dan Israel Adalah Aktor Utama Perang di Suriah




Oleh Efrizal Malalak, MA

Gelombang kemarahan Rakyat Arab terhadap penguasanya terus bergulir. Satu persatu penguasa diktator di tanah Arab bertumbangan. Dimulai dari Tunisia, Libya, Mesir dan merambat ke Yaman dan Suriah. Saat ini penguasa Arab  yang bergelar Amir pun deg-degan, jangan-jangan gelombang tsunami perubahan itu menjangkiti rakyatnya. Bisa-bisa kekuasaan copot atau lebih ngeri lagi nyawa sendiri yang melayang, seperti yang dialami Muammar Khadafi.

Siapa sangka Arab yang dahulunya adem ayem karena kemakmuran yang melimpah, kini membara. Tentu jadi pertanyaan bagi kita, apa sebenarnya yang diinginkan rakyat Arab tersebut? Terutama dalam hal ini di Suriah. Kalau melihat sejarah negara Suriah, merupakan negara terkuat di Timur Tengah dari segi militer. Negara ini juga salah satu, di samping Iran, yang mendukung kemerdekaan Palestina. Suriah juga negara yang berani menentang hegemoni Amerika di dunia. Suriah juga lah yang berani berperang dengan Israel. Di samping itu Suriah pula yang mensubsidi kelompok perlawanan Hizbullah yang sangat anti dengan Israel.

Suriah sebagai negara terkuat Militernya di kawasan Timur Tengah tidak terlepas bantuan dari Rusia. Suriah juga menjalin hubungan yang baik dengan Iran. Kekuatan militer Suriah jelas ditakuti oleh musuh-musuhnya, terutama Israel. Tidak dipungkiri Israel telah lama dianggap musuh bersama oleh Arab akibat penjajahannya di Palestina. Dengan dukungan Rusia di belakang  Suriah, jelas bahwa Suriah adalah ancaman serius bagi Israel. Kondisi ini disadari betul oleh Israel. Bagaimana tidak kekuatan militer Suriah dan Iran yang secara nyata mengungkapkan permusuhannya dengan Israel, jelas menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan negara Israel.

Dengan memanfaatkan momentum tsunami reformasi dari Tunisia, Libiya dan Mesir, Israel mencoba menggoyang kekuasaan Presiden Suriah Bashar al Assad. Kita tahu bagaimana canggihnya agen rahasia Israel, Mossad bekerja. Suriah yang dulu negeri aman, bahkan pengakuan presidennya sendiri, kalau pergi ke pasar beliau tidak pernah dikawal. Artinya dia aman berada di tengah rakyatnya sendiri.  Namun, dalam sekejab kondisi ini berubah. Rakyatnya sebagian berusaha menggulingkannya. Seruan berdialog dari presiden Bashar tidak diindahkan para pemberontak tersebut. Aneh..! Tawaran perdamaian ditolak. Agen intelijen Israel telah bermain. Isu-isu negatif tentang keluarga presiden dihembuskan. Lobi-lobi Israel di Barat berhasil menggalang dukungan  untuk mengumpulkan senjata bagi pemberontak Suriah. Inggris dan Prancis serta Amerika dengan suka rela memberikan senjata cuma-cuma kepada pemberontak. Ini serupa dengan tindakan Amerika membagikan senjata kepada PRRI tahun 1958-1960 saat memberontak kepada presiden Soekarno. Sekali lagi Barat mengobarkan pertumpahan darah di tanah Arab.

Para pemberontak Suriah tidak menyadari kalau mereka telah dijadikan pioner untuk masuknya kepentingan Barat. Berbagai senjata yang diterima oleh pemberontak Suriah, sebenarnya tidak gratis. Sebab tujuan Barat jelas, bahwa ada agenda ekonomi dan politik dalam pemberian senjata tersebut. Barat memiliki Hiden Agenda” di Suriah. Hanya orang yang berpikir jernihlah yang bisa menangkap itu. Pikiran picik sebagian warga Suriah telah membutakan mereka akan tujuan Barat tersebut.

Pesiden Bashar al Assad sampai saat ini masih bertahan. Dia berupaya menggalang dukungan dari Rusia dan Iran. Kedua negara ini sudah menyiapkan dukungannya. Di tingkat PBB Rusia berupaya menggagalkan upaya Barat menjatuhkan sanksi kepada Suriah dan Iran juga siap mengirimkan tentaranya ke Suriah. Ini benar-benar sebuah percaturan politik internasional. Presiden Bashar al Assad tidak ingin negaranya terkoyak-koyak dan hancur. Untuk itu dia berupaya secepat mungkin memadamkan pemberontakan tersebut. Barat pun seolah-olah berpacu dengan waktu tidak ketinggalan menyuplai senjata dan dana kepada pemberonak.

Di sinilah letak peran Israel. Kekuatan intelijennya benar-benar bekerja. Israel sekarang menunggu jatuhnya rezim Basahr al Assad. Israel yang memantik api, namun Baratlah yang mengobarkan api. Barat pula lah yang menyuplai bantuan yang dibutuhkan pemberontak. Kepentingan Barat jelas sumber minyak di Suriah. Kepentingan Israel adalah meminimalisir musuh-musuhnya di Timur Tengah.

Suriah sebagai salah satu negara Arab perlu ditolong oleh negara yang serumpun dengannya. Perlu mereka sadari bersama, bahwa Arab harus bersatu melawan kehendak Barat, yang bertindak seperti lakon Koboy di Irak, Libya dan Suriah. Barat melihat Arab tidak lebih dari minyak yang sangat berlimpah. Hasrat itulah yang membuat mereka untuk menguasai Arab.

Arab tidak bisa memainkan kunci minyak yang berada di tangan mereka tersebut. Tapi justru merekalah yang didikte oleh bangsa yang membutuhkan minyak mereka. Kegagalan Arab untuk memainkan senjata ampuh mereka tiada lain disebabkan oleh ketidak-kompakkan negara-negara Arab dalam menghadapi hegemoni Eropa dan Amerika atas mereka. Politik pecah belah menjadikan mereka sulit menyamakan persepsi sesamanya. Sehingga mereka begitu mudahnya takluk secara diplomasi dan militer bila berhadapan dengan Israel dan Amerika. Bukan musuh mereka yang kuat, tetapi mereka (Arab) yang tidak bersatu untuk membulatkan perjuangan mereka. Bila persatuan yang tidak ada, maka akan susah untuk mencapai cita-cita. Bangsa Indonesia juga sudah merasakan, bagaimana persatuan sangat diperlukan merebut keinginan untuk merdeka dari penindasan asing. Tanpa itu kita tidak pernah merasakan kemerdekaan pada hari ini.  

Benjamin Netanyahu (PM Israel) mengunjungi FSA dan Al Qaeda yang menerima perawatan di rumah sakit Israel

1 komentar:

  1. nah bangsa kita gimana.,??

    kan sama aja ama mereka jadi pioner juga,,,

    cuma bedanya pemimpin mereka menetang asing.,,..,

    sedang kan negara kita pro asing :D

    BalasHapus