Label

Kamis, 31 Juli 2014

Judaisme, Kristianisme, dan Paganisme Arab Pra-Islam


Oleh Muhammad Husain Haekal

Orang-orang   Yahudi  di  negeri-negeri  Arab  merupakan  kaum imigran yang besar, kebanyakan mereka  tinggal  di  Yaman  dan Yathrib.  Di  samping  itu  kemudian  agama Majusi (Mazdaisma) Persia tegak menghadapi arus  kekuatan  Kristen  supaya  tidak sampai menyeberangi Furat (Euphrates) ke Persia, dan kekuatan moril demikian itu didukung oleh  keadaan  paganisma  di  mana saja  ia  berada. Jatuhnya Rumawi dan hilangnya kekuasaan yang di tangannya, ialah sesudah pindahnya  pusat  peradaban  dunia itu ke Bizantium.

Gejala-gejala  kemunduran berikutnya ialah bertambah banyaknya sekta-sekta Kristen yang sampai menimbulkan  pertentangan  dan peperangan antara sesama mereka. Ini membawa akibat merosotnya martabat iman yang tinggi ke dalam kancah  perdebatan  tentang bentuk  dan  ucapan,  tentang  sampai di mana kesucian Mariam: adakah ia yang lebih utama dari anaknya Isa Almasih atau  anak yang  lebih  utama dari ibu - suatu perdebatan yang terjadi di mana-mana, suatu pertanda yang akan membawa  akibat  hancurnya apa yang sudah biasa berlaku.

Ini  tentu  disebabkan  oleh karena isi dibuang dan kulit yang diambil, dan terus menimbun kulit itu  di  atas  isi  sehingga akhirnya  mustahil  sekali  orang  akan dapat melihat isi atau akan menembusi timbunan kulit itu.

Apa yang telah menjadi pokok  perdebatan  kaum  Nasrani  Syam, lain  lagi dengan yang menjadi perdebatan kaum Nasrani di Hira dan Abisinia. Dan orang-orang Yahudipun,  melihat  hubungannya dengan  orang-orang  Nasrani,  tidak  akan berusaha mengurangi atau menenteramkan perdebatan semacam  itu.  Oleh  karena  itu sudah wajar pula orang-orang Arab yang berhubungan dengan kaum Nasrani Syam dan Yaman  dalam  perjalanan  mereka  pada  musim dingin  atau  musim panas atau dengan orang-orang Nasrani yang datang dari Abisinia, tetap tidak akan sudi memihak salah satu di  antara  golongan-golongan  itu.  Mereka  sudah puas dengan kehidupan agama berhala yang  ada  pada  mereka  sejak  mereka dilahirkan, mengikuti cara hidup nenek-moyang mereka.

Oleh  karena  itu, kehidupan menyembah berhala itu tetap subur di kalangan mereka, sehingga pengaruh demikian  inipun  sampai kepada  tetangga-tetangga  mereka  yang  beragama  Kristen  di Najran  dan  agama  Yahudi  di  Yathrib,  yang  pada   mulanya memberikan   kelonggaran   kepada   mereka,   kemudian   turut menerimanya. Hubungan  mereka  dengan  orang-orang  Arab  yang menyembah  berhala  untuk  mendekatkan  diri  kepada Tuhan itu baik-baik saja.

Yang menyebabkan orang-orang  Arab  itu  tetap  bertahan  pada paganismanya  bukan  saja  karena  ada  pertentangan di antara golongan-golongan Kristen.  Kepercayaan  paganisma  itu  masih tetap  hidup  di  kalangan  bangsa-bangsa  yang sudah menerima ajaran  Kristen.  Paganisma  Mesir  dan Yunani  masih tetap berpengaruh  ditengah-tengah  pelbagai  mazhab  yang  beraneka macam dan di  antara  pelbagai  sekta-sekta  Kristen  sendiri. Aliran Alexandria   dan   filsafat  Alexandria  masih  tetap berpengaruh,  meskipun  sudah  banyak  berkurang  dibandingkan dengan   masa  Ptolemies  dan  masa  permulaan  agama  Masehi. Bagaimanapun juga pengaruh itu tetap  merasuk  ke  dalam  hati mereka.   Logikanya   yang  tampak  cemerlang  sekalipun  pada dasarnya  masih  bersifat  sofistik  -  dapat   juga   menarik kepercayaan   paganisma   yang   polytheistik,   yang   dengan kecintaannya itu dapat didekatkan kepada kekuasaan manusia.

Saya kira inilah yang lebih  kuat  mengikat  jiwa  yang  masih lemah itu pada paganisma, dalam setiap zaman, sampai saat kita sekarang ini. Jiwa  yang  lemah  itu  tidak  sanggup  mencapai tingkat  yang  lebih  tinggi,  jiwa yang akan menghubungkannya pada semesta alam sehingga ia dapat memahami  adanya  kesatuan yang menjelma dalam segala yang lebih tinggi, yang sublim dari semua yang ada dalam wujud ini,  menjelma  dalam  Wujud  Tuhan Yang  Maha  Esa.  Kepercayaan  demikian  itu hanya sampai pada suatu manifestasi alam saja  seperti matahari, bulan atau  api misalnya.  Lalu  tak  berdaya  lagi mencapai segala yang lebih tinggi, yang akan memperlihatkan adanya manifestasi alam dalam kesatuannya itu.

Bagi  jiwa  yang lemah ini cukup hanya dengan berhala saja. Ia akan membawa gambaran yang  masih  kabur  dan  rendah  tentang pengertian  wujud  dan  kesatuannya.  Dalam hubungannya dengan berhala itu lalu dilengkapi lagi dengan segala gambaran kudus, yang  sampai  sekarang  masih  dapat  kita saksikan di seluruh dunia, sekalipun dunia yang mendakwakan dirinya  modern  dalam ilmu pengetahuan dan sudah maju pula dalam peradaban. Misalnya mereka yang pernah berziarah ke gereja Santa Petrus  di  Roma, mereka  melihat  kaki  patung  Santa  Petrus yang didirikan di tempat  itu   sudah   bergurat-gurat   karena   diciumi oleh penganut -penganutnya,  sehingga  setiap  waktu terpaksa gereja memperbaiki kembali mana-mana yang rusak.

Melihat semua itu kita dapat memaklumi. Mereka belum nmendapat petunjuk  Tuhan  kepada  iman  yang  sebenarnya Mereka melihat pertentangan-pertentangan kaum Kristen yang  menjadi  tetangga mereka  serta  cara-cara  hidup  paganisma yang masih ada pada mereka, di tengah-tengah mereka sendiri yang  masih  menyembah berhala  itu  sebagai warisan dari nenek-moyang mereka. Betapa kita tak akan memaafkan mereka.  Situasi  demikian  ini  sudah begitu  berakar  di  seluruh  dunia, tak putus-putusnya sampai saat ini, dan saya kira memang  tidak  akan  pernah  berakhir. Kaum  Muslimin  dewasa  inipun  membiarkan paganisma itu dalam agama mereka, agama yang datang  hendak  menghapus  paganisma, yang  datang  hendak  menghilangkan  segala penyembahan kepada siapa saja selain kepada Allah Yang Maha Esa.

Cara-cara penyembahan berhala orang-orang Arab  dahulu  itu banyak sekali macamnya. Bagi kita yang mengadakan penyelidikan dewasa ini sukar sekali akan dapat mengetahui  seluk-beluknya. Nabi  sendiri  telah  menghancurkan  berhala-berhala  itu  dan menganjurkan  para  sahabat  menghancurkannya di  mana saja adanya.  Kaum Muslimin  sudah  tidak  lagi bicara tentang itu sesudah semua  yang  berhubungan  dengan  pengaruh  itu  dalam sejarah  dan  lektur  dihilangkan.  Tetapi apa yang disebutkan dalam Quran dan yang dibawa oleh ahli-ahli sejarah dalam  abad kedua  Hijrah  - sesudah kaum Muslimin tidak lagi akan tergoda karenanya - menunjukkan, bahwa sebelum Islam,  paganisma  dalam bentuknya yang pelbagai macam, mempunyai tempat yang tinggi.

Di    samping    itu    menunjukkan   pula   bahwa   kekudusan berhala-berhala itu bertingkat-tingkat adanya. Setiap  kabilah atau  suku mempunyai patung sendiri sebagai pusat penyembahan. Sesembahan-sesembahan zaman jahiliah inipun berbeda-beda  pula antara  sebutan  shanam (patung), wathan (berhala) dan nushub. Shanam ialah dalam bentuk manusia dibuat dari logam atau kayu, Wathan  demikian  juga  dibuat dari batu, sedang nushub adalah batu karang tanpa  suatu  bentuk  tertentu.  Beberapa  kabilah melakukan cara-cara   ibadahnya sendiri-sendiri. Mereka beranggapan batu  karang  itu  berasal  dari  langit  meskipun agaknya  itu adalah batu kawah atau yang serupa itu. Di antara berhala-berhala yang baik buatannya agaknya yang berasal  dari Yaman.  Hal  ini tidak mengherankan. Kemajuan peradaban mereka tidak dikenal di Hijaz, Najd atau  di  Kinda.  Sayang  sekali, buku-buku   tentang   berhala   ini  tidak  melukiskan  secara terperinci bentuk-bentuk berhala itu,  kecuali  tentang  Hubal yang  dibuat  dari  batu  akik dalam bentuk manusia, dan bahwa lengannya pernah rusak dan oleh  orang-orang  Quraisy  diganti dengan  lengan dari emas. Hubal ini ialah dewa orang Arab yang paling besar dan diletakkan dalam Ka'bah di Mekah. Orang-orang dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu.

Tidak   cukup  dengan  berhala-berhala  besar  itu  saja  buat orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang  dan  memberikan kurban-kurban,  tetapi  kebanyakan  mereka  itu mempunyai pula patung-patung dan berhala-berhala dalam  rumah  masing-masing. Mereka  mengelilingi  patungnya  itu  ketika  akan keluar atau sesudah kembali pulang, dan dibawanya  pula  dalam  perjalanan bila  patung  itu  mengijinkan ia bepergian. Semua patung itu, baik yang ada dalam  Ka'bah  atau  yang  ada  disekelilingnya, begitu  juga  yang  ada  di  semua  penjuru  negeri  Arab atau kabilah-kabilah dianggap sebagai perantara antara  penganutnya dengan  dewa  besar.  Mereka beranggapan penyembahannya kepada dewa-dewa itu sebagai pendekatan kepada  Tuhan  dan  menyembah kepada  Tuhan  sudah  mereka  lupakan  karena  telah menyembah berhala-berhala itu.

Meskipun Yaman  mempunyai  peradaban  yang  paling  tinggi  di antara  seluruh  jazirah  Arab, yang disebabkan oleh kesuburan negerinya serta pengaturan pengairannya yang  baik,  namun  ia tidak   menjadi  pusat  perhatian  negeri-negeri  sahara  yang terbentang  luas  itu,  juga  tidak  menjadi  pusat  keagamaan mereka.  Tetapi  yang menjadi pusat adalah Mekah dengan Ka'bah sebagai rumah Ismail. Ke tempat itu orang  berkunjung  dan  ke tempat  itu  pula  orang melepaskan pandang. Bulan-bulan suci sangat dipelihara melebihi tempat lain.

Oleh karena itu, dan sebagai markas perdagangan  jazirah  Arab yang istimewa, Mekah dianggap sebagai ibukota seluruh jazirah. Kemudian takdirpun menghendaki pula ia menjadi tanah kelahiran Nabi Muhammad,   dan  dengan  demikian  ia  menjadi  sasaran pandangan dunia sepanjang zaman. Ka'bah  tetap  disucikan  dan suku  Quraisy masih menempati kedudukan yang tinggi, sekalipun mereka semua tetap sebagai orang-orang Badwi yang kasar  sejak berabad-abad lamanya.

1 komentar:

  1. Sebagai orang Kristiani, saya menganggap tulisan ini cukup obyektif sebagai analisis sejarah.

    BalasHapus