Label

Sabtu, 22 November 2014

Siapakah Ahlussunah?


Seorang peneliti tidak akan dapat meragukan pelajaran sejarah Nabi saww dan pengetahuan sejarah Islam, bahwa Nabi saww telah menentukan para Imam (12 Imam) dan beliau telah menetapkan mereka sebagai khalifah-khalifah setelahnya dan menjadi penerima wasiat di tengah umatnya. Telah disebutkan jumlah mereka dalam hadis-hadis shahih Sunni bahwa mereka itu adalah dua belas orang semuanya, dan hal itu telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta lainnya. Sebagaimana dalam Sunni telah menyebutkan nama-nama mereka, penjelasan Nabi Muhammad saww, bahwa yang pertama adalah ‘Ali bin Abi Thalib dan setelahnya ialah putranya yakni al-Hasan as, kemudian saudaranya al-Husein as, sedang yang terakhir ialah al-Mahdi. Sebagaimana tersebut dalam hadis berikut ini:

Shahibu Yanabi’ al-Mawaddah telah meriwayatkan dalam kitabnya, dia berkata, “Seorang Yahudi disebut al-A’tal datang kepada Nabi Muhammad saww, dan ia berkata, “Hai Muhammad, saya menayakan kepadamu perkara-perkara yang telah terdetak dalam dadaku semenjak beberapa waktu, jika engkau dapat menjawabnya niscaya saya akan menyatakan masuk Islam di tanganmu. ’Beliau menjawab, ‘Tanyalah wahai Aba Ammarah, maka ia menanyakan beberapa perkara yang dijawab oleh Nabi saww dan ia membenarkan, kemudian ia menanyakan, ‘Beritahukanlah padaku tentang penerimaan wasiatmu, siapakah ia itu? Karena tidak seorang Nabi pun kecuali ia mempunyai seorang penerima wasiat, dan sesungguhnya Nabi kami Musa bin Imran telah berwasiat kepada Yusa’ bin Nun.’ Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya penerima wasiatku adalah ‘Ali bin Abi Thalib dan setelahnya adalah kedua cucuku al-Hasan dan al-Husein kemudian beliau menyebutkan sembilan Imam dari tulang sulbi al-Husein. ‘Lalu ia berkata, ‘Ya Muhammad, sebutkanlah nama-nama mereka kepadaku!’ Beliau bersabda, “Bila al-Husein telah berlalu maka diganti oleh anaknya “Ali, bila ‘Ali telah berlalu maka diganti anaknya Muhammad, bila Muhammad berlalu maka diganti anaknya Ja’far, Musa, ‘Ali, Muhammad, ‘Ali, Hasan, al Hujjah Muhammad al-Mahdi as, maka itu semuanya adalah dua belas orang Imam.’ Kemudian orang Yahudi itu pun masuk Islam dan ia memuji Allah SWT karena petunjuk-Nya.”

Seandainya kita mau membuka lembaran kitab-kitab Syi’ah dan apa yang terkandung di dalamnya, khususnya tentang masalah ini, niscaya kita akan mendapatkan lebih banyak dari itu. Tapi cukuplah bagi kita sebagai bukti bahwa Sunni mengakui jumlah para Imam yang ke-12 itu, dan tidak terwujud para Imam itu selain ‘Ali dan anak-anaknya yang telah disucikan. Dan yang dapat menambahkan kayakinan bagi kita ialah, bahwa Imam yang ke-12 dari Ahlulbait itu tidak pernah belajar pada satu orang pun dari para ulama umat ini, tidak ada yang meriwayatkan pada kita baik para ahli tarikh maupun ahli hadis dan sejarawan, bahwa salah seorang Imam dari Ahlulbait itu mendapatkan ilmunya dari sebagian sahabat atau tabi’in sebagaimana halnya para ulama umat dan para imam mereka.

Sebagaimana Abu Hanifah belajar kepada Imam Ja’far ash -Shadiq dan Malik belajar kepada Abu Hanifah sedang Syafi’i mendapat ilmu dari Malik dan ia mengambil darinya, begitu pula Ahmad bin Hanbal. Adapun para imam Ahlulbait merupakan pemberian dari Allah SWT yang mereka mewarisi dari Bapak-bapak mereka yang berasal dari datuk mereka, mereka itulah yang diistimewakan oleh Allah SWT dengan firmannya:

“Kemudian kami mewariskan kitab pada orang-orang yang telah kami pilih dari antara hamba-hamba Kami.” (QS. Fathir: 32) Imam Ja’far ash-Shadiq pernah menyatakan tentang hakikat tersebut sekali waktu dengan ungkapannya, “Sungguh mengherankan orang-orang itu, mereka mengatakan bahwa mereka mengambil ilmu seluruhnya dari Rasulullah saww dan mengamalkannya serta mendapat petunjuk! Kemudian mereka mengatakan bahwa kami Ahlulbait tidak mengambil ilmu beliau dan tidak mendapat petunjuk, padahal kami adalah keluarga dan keturunan beliau, di rumah kamilah wahyu itu diturunkan dan dari sisi kami ilmu itu keluar kepada manusia, apakah Anda menganggap mereka berilmu dan mendapat petunjuk sedangkan kami bodoh dan tersesat?”

Ya, bagaimana Imam ash-Shadiq tidak mengherani mereka itu yang mendakwahkan diri telah mengambil ilmu dari Rasulullah saww, padahal mereka memusuhi Ahlulbait beliau dan pintu ilmunya yang melalui dirinya ilmu itu diberikan, bagaimana tidak mengherankan penempatan nama Ahlussunnah, padahal mereka sendiri penentang sunah itu. Dan bila Syi’ah sebagaimana telah disaksikan oleh sejarah, mereka itu mengistimewakan ‘Ali dan membelanya serta mereka berdiri tegak menentang musuhnya, memerangi orang yang memeranginya, dan damai dengan orang yang damai dengannya dan mereka telah mengambil seluruh ilmu darinya. Maka sesungguhnya mereka yang mengklaim sebagai Ahulussunnah (semisal klaim kaum Wahabi-Takfiri) itu tidaklah mengikuti dan malah ingin membinasakannya, dan mereka telah meneruskan sikap itu terhadap anak keturunan setelahnya dengan pembunuhan, penjara, dan pengusiran. Mereka telah bertentangan dengannya dalam kebanyakan hukum dengan dasar mengikuti para pendakwah yang mereka itu saling berselisih sesuai dengan pendapat dan ijtihad mereka dalam perkara hukum Allah, lalu mereka menggantikannya sesuai dengan hawa nafsu dan kepentingan yang mereka tuju.

Dan bagaimana kita sekarang tidak heran terhadap orang-orang yang mendakwahkan mengikuti sunah Nabi saww, dan menyatakan sendiri telah meninggalkan sunah Nabi saww karena ia telah menjadi Syi’ah bagi Syi’ah, bukanlah ini merupakan hal yang mengherankan?

Bagaimana kita tidak heran terhadap mereka itu yang membanggakan diri sebagai Ahlussunnah, padahal mereka telah meninggalkan yang berharga yakni ahlulbaitnya (12 Imam Islam)? Sesungguhnya mereka itu tidak berpegang baik pada Al-Qur’an, sebab dengan meninggalkan ahlulbait yang suci itu berarti mereka telah meninggalkan Al-Qur’an, karena hadis yang mulia menetapkannya bahwa Al-Qur’an dan ahlulbait itu tidak pernah berpisah selama-lamanya, sebagaimana Rasulullah telah menyatakan hal itu dengan sabdanya:

“Tuhan Yang Maha Halus lagi Maha Sadar telah memberitahukan padaku bahwa keduanya yakni Aal-Qur’an dan keluargaku tidak akan pernah berpisah sehingga menemui aku di telaga surga.” Dan bagaimana kita tidak heran kepada kaum yang mendakwahkan diri sebagai Ahlussunnah padahal mereka bersikap menentang terhadap apa yang telah ditetapkan dalam kitab shahih mereka dari hal perbuatan Nabi saww dan perintahnya serta larangannya. Adapun kita meyakini dan membenarkan hadis, “aku tinggalkan pada kalian Kitabullah dan itrah ahlulbaitku, selama kalian berpegang pada keduanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya.” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar