Label

Jumat, 18 Desember 2015

Obama, CIA, Ahmadinejad



Oleh Paul Joseph Watson (diterjemahkan & disadur oleh Dina Y Sulaeman)

Di bawah kepemimpinan Mahmoud Ahmadinejad yang sangat keras berani melakukan konfrontasi dengan Amerika dkk, Henry Kissinger dan George Walker Bush merasa gerah dengan Ahmadinejad dan Ayatullah Ali Khamenei yang menyokong Ahmadinejad. Sementara di dalam negeri Iran di masa Ahmadinejad, akibat embargo ekonomi bertubi-tubi yang dilakukan Barat, perekonomian Iran mengalami masa sulit. Dalam situasi yang demikian, Amerika, Israel, dan Rezim Al-Saud tak pelak lagi mendapatkan kesempatan untuk menumbangkan Ahmadinejad dan para penyokongnya

President Barrack Obama akhirnya menanggapi berbagai analisis dan tulisan yang menyebutkan bahwa CIA ada di belakang kekisruhan politik yang terjadi di Iran pasca-pemilu (Juni 2009). Menurut Obama, tuduhan itu “sangat salah”. Padahal, bukti-bukti menunjukkan bahwa justru keterlibatan CIA dalam menciptakan ketidakstabilan di Iran atas persetujuan pemerintah AS dan programnya sudah dimulai sejak dua tahun yang lalu.

Pada bulan Mei 2007, Presiden George Walker Bush telah menyetujui CIA untuk melakukan operasi hitam dengan tujuan menumbangkan rezim di Iran. Langkah yang dilakukan adalah: dengan propaganda dan penyebaran informasi sesat, dan dengan membiayai Jundullah, salah satu kaki-tangan Al-Qaeda yang pernah diketuai otak 9/11 Khalid Sheikh Mohammed. Kelompok ini merupakan tertuduh pelaku sejumlah pengeboman di Iran yang bertujuan mendestabilisasi pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad.

Selain itu, organisasi terroris Mujahedeen-e Khalq, yang dulu pernah dikendalikan oleh intelijen Irak di bawah Saddam Hussein saat ini bekerja khusus untuk CIA dan melakukan berbagai pengeboman di Iran. Sejumlah besar anggota Mujahedeen-e Khalq ditahan oleh pemerintah Iran, menyusul berbagai kerusuhan pasca pemilu. CIA juga dilaporkan telah mendistribusikan 400 juta dollar di dalam negeri Iran untuk memunculkan revolusi (demi menumbangkan pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad dan Ayatullah Ali Khamenei).

Program CIA yang disetujui George Walker Bush ini juga meliputi pendanaan kelompok-kelompok oposisi dan menyediakan perlengkapan komunikasi yang mampu membuat para demonstran bisa tetap berkomunikasi meskipun ada sensor pemerintah. Twitter dan web-web jaringan social telah memainkan peranan kunci dalam hal ini. Pemerintah Amerika Serikat bahkan meminta Twitter.com untuk menunda proses maintenance yang telah dijadwalkan, supaya orang Iran bisa tetap memanfaatkan Twitter untuk melaporkan situasi kerusuhan.

CIA dan MOSSAD telah menciptakan feed palsu Twitter dan membanjiri rakyat Iran dengan SMS yang mendorong mereka untuk terlibat dalam kerusuhan. Menurut Thierry Meyssan, sebelum penghitungan selesai, SMS gelap sudah tersebar luas, isinya “Mousavi dinyatakan Menang oleh KPU”. Langkah ini dilakukan untuk mempersiapkan publik agar mau terima tuduhan kecurangan yang dilemparkan Mousavi jika ia kalah.

Meyssan juga menulis bahwa CIA dan MOSSAD menggunakan Twitter untuk menyebarkan laporan palsu tentang pertempuran bersenjata dan kematian, yang tidak pernah dikonfimasi, untuk membangkitkan amarah rakyat Iran karena mengira teman-teman sebangsa mereka sedang diperlakukan brutal oleh pemerintah.

Fakta lain juga menujukkan bahwa account Twitter yang digunakan untuk mengirim pesan-pesan selama protes adalah account yang baru saja dibuat dan sebelum aksi protes dimulai, account itu tidak pernah dipakai untuk mengirim pesan. (Artinya, account itu memang sengaja dibuat untuk mengacau situasi di Iran—Dina YS)

Dua tokoh neokonservatif yang punya kaitan erat dengan kalangan militer AS, seperti John Bolton dan Henry Kissinger selama bertahun-tahun yang lalu telah menyerukan CIA untuk mendanai sebuah “Revolusi Berwarna” di Iran untuk mengubah rezim di sana.

Dan sejarah juga mencatat, CIA sebelumnya pada 1953 pernah mendalangi sebuah kudeta di Iran, yang menggulingkan Perdana Menteri yang terpilih secara demokratis, Mohammed Mossadegh, melalui “Operasi Ajax”. Skenario yang dilakukan pada saat itu adalah dengan aksi-aksi pengeboman dan pembunuhan, lalu pemerintah Mossadegh dituduh sebagai pelaku semua tragedi berdarah itu. Selama masa “Operasi Ajax”, CIA juga menyuap pejabat pemerintahan Iran, bisnisman (para pengusaha dan korporat), dan reporter, serta membayar orang-orang Iran untuk turun ke jalan berdemo menentang Mossadegh.

PENUTUP OLEH DINA Y SULAEMAN
Dalam pidatonya di Kairo, Obama mengakui peran AS dalam “mengkudeta sebuah pemerintahan yang terpilih secara demokratis”. Mossadegh memang akhirnya tumbang, dan naiklah Syah Reza Pahlevi sebagai Raja Iran. Konsesi-konsesi atas ladang minyak dan gas di Iran yang sangat kaya (yang tadinya oleh Mossadegh dinasionalisasi) akhirnya kembali ke perusahaan-perusahaan AS. Tahun 1979, Syah Pahlevi ditumbangkan oleh aksi-aksi demonstrasi rakyat di bawah pimpinan Imam Khomeini.

Dan di tahun 2009, CIA ingin mengulangi skenario yang serupa. Namun rupanya Iran sudah berubah. Rezim Mullah ternyata tak sama dengan Rezim Mossadegh. Setelah melalui dua pekan gelombang kerusuhan (dan menggunakan simbol warna hijau, meniru-niru “Revolusi Berwarna” di beberapa negara Balkan yang didanai oleh AS), Rezim Mullah tetap bertahan. Dan situasi kini kembali seperti apa yang memang sudah terjadi selama 30 tahun terakhir: anjing mengonggong kafilah berlalu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar