Label

Rabu, 15 Juli 2015

Pola Dasar Jagat Raya



Masalah besar terjadi di dunia fisika pada abad 19 yang hampir-hampir saja fisika mengalami kebuntuan adalah munculnya fenomena pada radiasi benda hitam yang tidak dapat dipecahkan dengan konsep materi dan gelombang saat itu. Teori pada saat itu seakan mengatakan jika materi yah materi, artinya fenomena yang terjadi pada materi , ya memang khasnya materi dan tidak pernah terjadi pada gelombang.

Begitu juga dengan gelombang, gelombang ya gelombang, yang artinya fenomena yang terjadi pada gelombang tidak pernah terjadi pada materi, materi mengalami tumbukan sedangkan gelombang mengalami interferensi dan difraksi.

Teori fisika klasik yang menganggap bahwa cahaya sebagai gelombang tidak dapat menerangkan spektrum radiasi benda hitam, dimana fenomena yang ditunjukkan oleh radiasi benda hitam adalah gelombang yang radiasinya berperilaku seperti materi.

Masalah baru mendapatkan sedikit titik terang setelah Max Planck, seorang Ilmuwan berkebangsaan Jerman, memperkenalkan paket-paket energi atau foton, walaupun dia sendiri sebenarnya tidak begitu yakin dengan idenya tersebut, sehingga dia terus mencari gagasan dan penjelasan yang sesuai dengan teori pada saat itu.

Max Planck menggunakan dasar teoritis untuk memperkuat rumus empirisnya yang ternyata cocok dengan hasil pengamatan, dengan asumsi energi radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekul-molekul benda bersifat diskrit dan molekul-molekul menyerap atau memancarkan energi radiasi dalam paket diskrit yang disebut kuantum atau foton.

Dengan demikian, yang semula materi dan gelombang yang saling terpisah, kini gelombang bersifat sebagai materi atau materi telah mensifati gelombang. Analisis ini didukung oleh Albert Einstein dengan mengajukan postulat yang tidak kalah menohoknya dengan bersandar pada asumsi Max Planck, bahwa cahaya terdiri dari paket-paket energi yang disebut kuanta atau foton. Jika demikian berarti cahaya bersifat sebagai materi donk? Dan memang demikianlah, cahaya, disamping sebagai gelombang, dia juga materi. Efek foto listrik dan efek Compton telah memperkuat teori ini berdasarkan Eksperimen. Fenomena diatas menunjukkan “GELOMBANG BERSIFAT MATERI”.

Alam semesta sebagai ciptaan Tuhan telah menunjukkan keindahannya baik bentuk maupun sifatnya, seakan-akan keindahan itu ditunjukkan dengan penciptaan yang berpasang-pasangan termasuk sifatnya. Ada SIANG ada MALAM, ada PLUS ada MINUS, ada CINTA juga ada BENCI dan lain-lain, dua sifat yang saling berketerbalikan, yang mengacu pada suatu keseimbangan dan kesimetrian.

Keseimbangan, kesimetrian dan kesederhanaan melekat secara objektif pada benda dan dunia, demikianlah keyakinan baru para ilmuwan. Louis de Broglie barangkali adalah orang pertama yang mendapat gelar doktor pada tahun 1924 karena usulan kesimetriannya atas alam. Dia mengamati dengan seksama karakteritik utama teori kuantum yang dikemukakan oleh Max Planck, Einstein dan Compton seperti tersebut di atas.

De Broglie yakin alam bersifat simetri, adil dan seimbang sehingga dia membuat hipotesa sebaliknya, meskipun belum teramati dengan eksperimen, ia mengajukan hipotesis “MATERI BERSIFAT GELOMBANG”, ia menyatakan bahwa bahwa setiap materi yang bergerak dengan momentum tertentu akan mempunyai panjang gelombang sebesar konstanta Planck dibagi dengan momentumnya. Terus jika begitu, De Broglie hanya membalik rumusannya Planck donk? Kelihatannya ya, tetapi sebenarnya juga tidak.

Berbeda dengan Planck, Einstein dan Compton yang didahului dengan eksperimen, maka hipotesis De Broglie tanpa ada eksperimen. Dan pernyataan De Broglie ini baru terbukti secara eksperimen pada tahun 1927 melalui pola difraksi elektron dari percobaan yang dilakukan oleh C.J Davisson dan L.H Genner.

Dengan demikian disamping “GELOMBANG BERSIFAT MATERI” ternyata “MATERI BERSIFAT GELOMBANG”. Inilah yang dinamakan DUALISME GELOMBANG-MATERI, sehingga alam benar-benar simetri dalam arti gelombang bersifat materi dan materi bersifat gelombang.

Alam semesta, dalam banyak hal, menampilkan diri dalam bentuk yang simetri dan pada gilirannya menampakkan keindahannya, memang mulanya keindahan dipandang tidak mempunyai ukuran kuantitatif, sehingga keindahan bukanlah bagian dari materi, keindahan hanyalah perasaan subjektif yang ada pada peneliti dari pada merupakan kualitas yang pada benda. Charles Darwin mengatakan bahwa rasa keindahan hanya bergantung pada pikiran dan sama sekali bukan melekat pada objek.

Tubuh manusia juga diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan seimbang antara bagian demi bagian, bagian yang kiri dengan yang kanan tampak setimbang atau lebih tepatnya simetri, posisi mata kiri setimbang dengan posisi mata kanan, begitu juga posisi telinga, lubang hidung, kaki kiri dan kanan serta bagian-bagian lainnya tampak setimbang dan cenderung sama jika ditarik garis tengah yang membelah manusia menjadi dua bagian, hal ini lah yang biasa kita sebut dengan simetri.

Allah SWT berfirman di dalam AL-Qur’an (Al-Infithar, 82: 7) yang artinya: “Yang telah menciptakanmu lalu menyempurnakanmu dan menjadikanmu seimbang”. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar