Label

Selasa, 24 Desember 2013

Seba Baduy, Tradisi yang Lestari




Oleh Sulaiman Djaya (Pemerhati Budaya)

Dengan suasana yang meriah dan hikmat, acara puncak ritual tahunan Seba Baduy di Pendopo Kegubernuran Banten di Kota Serang 28 April 2012 silam berjalan dengan lancar dan memuaskan. Acara puncak yang dihadiri ribuan masyarakat Kanekes, pejabat resmi dan para tamu undangan, yang didalamnya termasuk para seniman dan budayawan, itu sudah merupakan acara rutin tahunan Provinsi Banten, yang dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten sebagai pihak atau panitia penyelenggara. Tampak segala sisi dan sudut dipenuhi para pengunjung dan para wartawan dari ragam media yang ingin meliput dan mendokumentasikan ritual tahunan kebanggaan Banten tersebut.

Sekedar sedikit gambaran sekarang ini, masyarakat Kanekes/Baduy yang masih melestarikan adat istiadat leluhur mereka boleh dibilang tak lagi sama dengan masyarakat Kanekes ratusan tahun silam yang merupakan masyarakat terasing, terpencil, atau masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar jauh di belantara pedalaman Lebak sana. Saat ini, berkat kemajuan tekhnologi dan informasi, juga berkat kemajuan infrastruktur, masyarakat Kanekes dapat keluar dari lingkungan mereka kapan pun mereka mau dengan bebas, bahkan mereka pun telah mempergunakan mata uang rupiah dalam transaksi, tak lagi dengan cara barter seperti di masa lampau.

Begitu pun secara sosial, Urang Kanekes atau masyarakat Baduy adalah masyarakat yang memiliki kearifan secara politik. Mereka tidak melakukan penolakan terhadap penguasa yang “memerintah” di wilayah di mana mereka merupakan bagian dari wilayah tersebut. Contohnya: sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes/Baduy pun secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten, yang tentu saja saat ini ke pendopo Kegurbenuran Banten. Hingga saat ini, ritual seba tersebut terus mereka jalankan dengan setia sebagai tradisi yang terus mereka lestarikan dan terus mereka jaga, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten, yang umum dikenal dengan istilah Seba Baduy ini oleh masyarakat non-Kanekes di Banten.

Secara sederhana, ritual Seba Baduy ini dapat diartikan sebagai pemberian ”upeti” atau ”hadiah” kepada penguasa, yang tak hanya mempersembahkan hasil bumi beserta perlengkapan lainnya, seperti padi yang masih lengkap dengan tangkainya (ranggeong), gula aren, buah pisang dan buah lainnya, tapi juga diartikan sebagai rasa ucapan terima kasih atas keamanan dan perlindungan yang diberikan penguasa kepada masyarakat Baduy atau kepada Urang Kanekes, serta sebuah pengakuan bahwa masyarakat Baduy merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan masyarakat Banten pada umumnya.

Dan saat ini, masyarakat Baduy atau Urang Kanekes memiliki struktur pemangku adat yang rapi. Dimulai dengan Puun yang terdiri dari 3 orang, Girang Seurat 1 orang, Jaro Tangtu yang bertugas di masing-masing kampung yang berada dalam wilayah Baduy, Jaro Pamarentah, Baresan Salapan dan Tujuh, Jaro Tangkesan, Jaro Tanggungan, Jaro Tujuh dan Kokolotan.

Dengan ritual rutin Seba Baduy itu, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan dari nilai tradisi yang ada dan tersebar luas di masyarakat Banten tentunya perlu terus diapresiasi sebagai khasanah budaya oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri secara berkesinambungan. Upaya-upaya yang dilaksanakan tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang positif dalam upaya melestarikan warisan budaya leluhur. Dan acara atau ritual Seba Baduy ini merupakan salah-satu upaya pelestarian dan pemeliharaan khazanah budaya dan kearifan masyarakat Banten tersebut.

Setidak-tidaknya, upaya pemeliharaan dan pelestarian khazanah budaya dan kearifan masyarakat tersebut memiliki dasar hukum yang sah, yaitu: Undang –undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya; Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat; Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten.

Demikianlah, penyelenggaraan Seba Baduy tahun 2012 merupakan upaya Pemerintah Provinsi Banten, yang pada kadar ini salah-satunya dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Banten, dalam pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan nilai tradisi yang berkembang dan hidup sebagai living culture di masyarakat Banten umumnya, dan khususnya khazanah budaya masyarakat Baduy atau kearifan Urang Kanekes yang merupakan masyarakat tua yang masih terus ada dan hidup di Tanah Banten, tanah warisan Pajajaran dan Kesultanan Banten yang masyhur. Mari kita lestarikan dan kita kembangkan kekayaan khazanah dan kearifan Banten demi melahirkan sebuah masyarakat yang kreatif, mandiri, dan inovatif secara budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar