Label

Minggu, 07 September 2014

Dasar-dasar Liberalisme

Oleh Ayatullah Taqi Mishbah Yazdi

Tanya: Apakah liberalisme itu? Dan apakah gerangan asas yang menjadi penopang alam pemikiran liberalisme?

Jawab: Sebagaimana yang telah disebut dalam pembahasan terdahulu bahwa konsep pemahaman terbagi menjadi konsep abstrak dan konsep obyektif. Jika kita dihadapkan pada konsep abstrak, maka kita akan mendapati banyak sekali kesulitan.

Salah satu contoh konsep abstrak yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial adalah liberalisme. Sebagaimana yang telah dibahas dalam pembahasan yang lalu bahwa kata “liberation” berarti mencari kebebasan. Dikarenakan adanya kesamaran maksud dari kata kebebasan, maka kata tadi pun memiliki hukum yang samar pula, dimana kesakralan dan keinginan akan kebebasan juga tergantung dari kata-kata tersebut. Akan tetapi apakah makna kebebasan dan pencari kebebasan tersebut? Apakah yang dimaksud adalah kebebasan berpolitik? Atau kebebasan bersosial? Ataukah hal yang lebih umum dari itu semua?

Secara ringkas bisa disebutkan bahwa kata liberal dari sisi bahasa memiliki makna yang bermacam-macam. Terkadang diartikan sebagai “kebebasan individual” lawan dari kata perbudakan, terkadang diartikan sebagai “intelektual”, terkadang diartikan sebagai “orang yang keras kepala” terkadang pula diartikan sebagai “individu bebas” yang tidak terkekang dengan hukum-hukum yang ada.

Adapun berkaitan dengan istilah tersebut yang sering dipakai dalam berbagai pemikiran baik yang berkaitan dengan politik, ekonomi, budaya dan agama, tumpuan utamanya pada kebebasan semaksimal mungkin dan konsentrasi penuh pada hak-hak alamiah manusia.

Sewaktu disebut kata liberalisme politik maksudnya adalah sistem politik yang yang berusaha memberi secara optimal hak-hak dan kebebasan individual dalam melaksanakan politik. Liberalisme ekonomi adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan setiap individu untuk menjalankan trik-trik ekonominya dimana pemerintah berkewajiban seminim mungkin untuk campur-tangan dalam urusan individu tersebut. Begitu pula dengan liberalisme budaya, agama dan seterusnya.

Isme semacam ini untuk pertama kalinya tercatat sebagai partai politik pada tahun 1850 (Masehi) di Inggris. Pemikiran ini memiliki beberapa asas dan kekhususan yang bisa kita sebut secara ringkas disini:

[1] Individualis; sebagai salah satu kekhususan liberalisme. Dalam pemikiran ini, individu serta hak-hak individual sangat dijunjung tinggi dan diprioritaskan. Jika suatu pemerintahan telah dibentuk maka pemerintahan itu pun harus berkhidmat memenuhi kehendak setiap individu dari anggota masyarakat.

Konsep-konsep yang berkaitan dengan sosial seperti: “manfaat umum” dianggap suatu yang samar dan tidak jelas. Setiap pribadi lebih layak menentukan kemaslahatan yang bersangkutan dengan dirinya sendiri dibanding pribadi lain. Jika setiap masing-masing pribadi mencari maslahat yang berkaitan dengan diri mereka sendiri, niscaya pada akhirnya masyarakat sosialpun akan sampai pada kebaikannya pula. 

(Mereka berkata) Kita tidak pernah menganggap adanya kebaikan dan keutamaan yang mutlak, sehingga atas dasar kebaikan mutlak tadi kita akan dapat turut-campur dalam kehidupan pribadi orang lain. Agama, etika, para reformis dan para cendekiawan tidak berhak menentukan resep dan amaran (aturan/undang-undang) untuk anggota masyarakat. “Yang terpenting adalah “aku” serta keinginan-ku, ketentuan-ku, dan segala sikon-ku yang dapat menghantarkan-ku kepada  semua angan-angan-ku”.

[2] Norma absolut bagi kebebasan; Yang dimaksud dengan norma yang absolut adalah norma yang terletak di atas semua norma-norma yang ada, dan karena norma-norma lain seperti: keadilan sosial dan ekonomi, menjaga tatanan keluarga dan moral tidak dapat mengganggu gugat norma yang absolut tersebut.

Para liberalis dengan lantang meneriakkan free-sex, kehancuran, dan percerai-beraian tatanan keluarga, dekadensi moral, dan segala kerusakan yang sekarang ini banyak melanda komunitas manusia di segala penjuru dunia. Untuk menjaga norma luhur tersebut, manusia harus membayarnya dengan kebebasan.

Menurut para liberalis, hanya kebebasan individu lain yang dapat membatasi kebebasan setiap individu, dengan kata lain, ia ibarat pisau yang mampu menyayat kebebasan. Jika angan-angan muncul dari diri anda, dan yang sesuai dengan kehendak anda, maka setiap perbuatan bisa anda laksanakan, baik lelaki, perempuan, suami, istri, orang asing, muhrim, non-muhrim, teman, musuh, Tuhan, agama, etika, keadilan, rasio dan kemanusiaan tiada lagi berharga dan bernilai penting. Yang terpenting buat mereka adalah keinginan hati saya menghendaki dan untuk mewujudkan hal tersebut saya bebas melakukan apapun.

[3] Persesuaian dengan kapitalisme; Liberalisme sangat berkaitan erat dengan kapitalisme dan ekonomi pasar. Banyak sekali para pemikir liberalis dan terkhusus dari pihak ekstrim kanan mereka memiliki ideologi kapitalisme.

[4] Humanisme; Liberalisme, sebagaimana banyak aliran pemikiran lain di Barat –seperti: komunisme, sosialisme, dll- menjadikan manusia sebagai pusat perguliran alam. Menilik dari kecenderungan materialis dalam melihat alam semesta yang dimiliki oleh setiap aliran pemikiran tadi, yang mereka jadikan asas dan tolok ukur adalah manusia. Atas dasar itulah,  yang terpenting dan menjadi prioritas dalam penentuan hukum dan sepak terjang politik, ekonomi, dan budaya adalah kehendak dan pandangan manusia. Sebaliknya, agama-agama Ilahi yang monoteistis dimana yang menjadikan Tuhan sebagai tolok ukurnya, maka penentu hukum pun terletak pada kehendak Ilahi.

Agama Ilahi selain memiliki pandangan bahwa manusia memiliki sudut pandang materi, ia juga memiliki sudut pandang Ilahi, maknawi, dan spiritual, dimana asas utama manusia terletak pada sisi spiritualnya.

Poin-poin lainnya seperti: sekularisme atau pemisahan hubungan antara agama dan aspek kehidupan duniawi yang bertumpu di atas toleransi (tasaahul wa tasaamuh) dan semacamnya, bisa dikategorikan sebagai hal-hal yang muncul dari konsep liberalisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar