Label

Sabtu, 06 September 2014

Makar Kaum Munafik dan Wafatnya Rasulullah


Oleh Sayyid Mahdi Ayatullahi

Sekembalinya dari Tabuk, sekelompok orang munafik memendam niat jahat kepada Rasulullah saw. Mereka bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu. Kaum munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong oleh rasa takut kepada kaum muslimin lainnya. Mereka ingin menakut-nakuti unta tunggangan Rasulullah saw dengan bersembunyi di balik bukit. Bila beliau terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu tersingkap dan membuat orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin ingin segera menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw meminta mereka untuk membiarkannya.

Sekembalinya dari Tabuk, Rasulullah saw memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid Dhirar. Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah swt. Peperangan Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin mengambil bagian dalam pertempuran ini. Melihat kekuatan yang begitu besar, negara-negara tetangga dan orang-orang kafir menjadi enggan  terlibat dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan Islam.

Pembersihan Orang-orang Kafir

Hingga tahun ke-9 H, orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara’ah atau At-Taubah diturunkan. Rasulullah saw mempercayakan surat itu kepada Ali untuk dibacakan di hadapan orang-orang kafir Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk menyampaikan, “Tidak diperbolehkan orang-orang kafir memasuki rumah suci Ka’bah, terhitung sejak hari ini. Dan  mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka’bah dengan telanjang”.

Sesuai perintah Rasulullah saw, Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat Al-Bara’ah yang baru saja diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir itu agar menghentikan kemusyrikan mereka. Di tengah para jemaah haji disana, Ali menyerukan, “Wahai sekalian manusia, tidak akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah, maka ia punya kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu”.

Mubahalah (Saling Memohon Kutukan dari Allah SWT)

Rasulullah saw mulai mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau mengirimkan surat kepada keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Kristen yang ada di sana untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk membayar jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan Islam. Sang uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang nabi baru setelah Isa putra Maryam as. Dia juga mengetahui kedatangannya melalui Kitab Suci Nasrani. Kemudian dia segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk mencari tahu kebenaran berita itu.

Sesampainya di Madinah, mereka memulai dialog dengan Rasulullah saw. Pada kesempatan itu, beliau menjelaskan ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan ihwal Nabi Isa Al-Masih as, “Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam? Rasul saw menjawab, “Sesungguhnya Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah, sama seperti rasul-rasul yang telah mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita tepercaya. Mereka berdua memakan makanan” (QS. Al-Imran: 59), “Dan ihwal Isa di sisi Allah seperti Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah, lalu berkata kepadanya, ‘Jadilah’, maka terjadilah” (QS. Al-Imran: 61). Namun, utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada Rasul saw.

Malaikat Jibril as turun menyampaikan wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam wahyu tersebut, Allah menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk bermubahalah, yakni memohon kepada Allah swt agar mengutuk siapa yang sebenarnya berdusta. Ketika saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw hanya membawa empat orang keluarganya dari Ahlul Bait: Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Sewaktu orang-orang Nasrani itu melihat beliau datang beserta rombongan pilihannya, pemimpin Nasrani itu berkata: “Demi Tuhan! Saya meyaksikan wajah-wajah mereka, yang jika mereka (orang-orang Nasrani) mengutuk Nabi bersama rombongannya, maka gurun sahara itu akan menjadi neraka dan akan meluas sampai ke wilayah Najran. Orang-orang Nasrani akan musnah  oleh siksaan dan azab ini.” Akhirnya, mereka setuju untuk membayar pajak. Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan membayar sebanyak 2.000 Hullas (jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.

Haji Wada’ (Perpisahan)

Pada 25 Zulhijah tahun ke-10 Hijriah, Nabi saw mengumumkan akan menunaikan haji tahun itu Beliau berpesan, bahwa siapa saja yang mau menyertainya segera mempersiapkan diri. Berita ini menciptakan semangat dan kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama Nabi saw, mereka mempersiapkan diri menyambut pesan beliau itu.  Rasulullah saw menunjuk Abu Dujana sebagai wakil beliau di Madinah. Beliau beserta sahabat-sahabat lainnya bergegas menuju Makkah. Rasulullah saw memulai pelaksanaan rukun ibadah Haji di Zulhulaifah dan melantunkan Labbaik. Dari Zulhulaifah, Rasulullah saw bertolak menuju Makkah. Setelah sepuluh hari tiba di Makkah, beliau memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan rukun-rukun Haji lainnya. Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina. Beliau bersabda: “Kita membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan Islam.”

Ghadir Khum

Pada hari Kamis, 18 Zulhijah, Nabi saw tiba di dekat ladang Juhfa. Pada saat itu, malaikat Jibril as menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau sampaikan. Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat dengan mengatakan bahwa beliau akan mengumumkan suatu pesan yang sangat penting. Ratusan jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan acara pidato Rasulullah saw. Telinga mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang akan disampaikan beliau, “Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku (Muhammad saw) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Muhammad saw adalah hamba dan utusan-Nya”.

“Wahai kaum muslimin! aku (Muhammad) segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur’an dan Ahlul Baitku. Keduanya tidak akan terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan. Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa.” Kemudian beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya seraya bersabda: “Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah! cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhi Ali. Tolonglah orang-orang yang menolong Ali dan binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali.”

Wafatnya Nabi saw

Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu, Rasulullah saw jatuh sakit. Sekelompok orang memanfaatkan keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan. Setelah Rasulullah saw mendengar berita ini, beliau memerintahkan untuk memerangi mereka. Suatu hari, Nabi saw yang dalam keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna berziarah ke kuburan sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi. Setelah itu, beliau meminta Imam Ali untuk membawanya pulang. Hari demi hari berlalu, sakit Nabi saw bertambah serius dan parah, hingga insan kamil itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci itu telah kembali menghadap kekasihnya Yang  Mahakasih pada hari Senin 28 Safar tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.

Mutiara Hadis Rasulullah saw

“Seburuk-buruk manusia di hadapan Allah swt adalah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya”. “Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di dalamnya  anak-anak yatim disantuni dengan kasih sayang dan cinta”. “Orang-orang yang beriman pada Allah swt, hari akhir dan janji-janji Allah swt hendaknya menunaikan amanat dan janjinya”. “Tatapan seorang anak kepada  orang tuanya karena kasih sayang adalah ibadah”. “Sahabat yang berbudi luhur dan mulia sungguh lebih berharga daripada harta benda”. 

(Ziarah Imam Ali bin Musa ar Ridho as)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar